Suasana hidup hari ini mengkondisi manusia untuk tidak waspada terhadap realitas perjalanan waktu, padahal porsi waktu atau usia manusia sangat terbatas. Dengan kelalaian tersebut banyak orang seperti domba kelu atau bisu yang dibawa ke pembantaian. Dunia menawarkan berbagai kesenangan dengan berbagai fasilitas untuk dinikmati sampai manusia melupakan maksud tujuan dirinya diciptakan oleh Penciptanya. Dengan berbagai kesenangan, manusia melupakan siapa dirinya. Mereka hanya sibuk untuk diri sendiri dengan berbagai kesenangan yang dunia tawarkan tersebut. Dengan cara ini manusia tidak membiasakan diri memberi tempat bagi Tuhan di dalam hidupnya.
Supaya kita tidak turut hanyut oleh kesenangan dunia, kita harus menghitung hari-hari sisa, maksudnya adalah mulai menandai setiap hari dengan lukisan yang indah di mata Tuhan. Sebab suatu saat nanti -entah kapan terjadi- kita bisa saja diperhadapkan kepada penghakiman Allah. Setiap orang -tak terkecuali- harus mempertanggungjawabkan seluruh hari yang diberikan Tuhan kepadanya. Dari lukisan kecil setiap hari sampai lukisan besar, yaitu sepanjang tahun umur hidup yang kita jalani. Lukisan yang harus kita goreskan di kanvas hari hidup kita adalah sikap hati kita yang sesuai dengan hati Tuhan yang diekspresikan dalam segala perbuatan. Ini hal yang kelihatannya sederhana, tetapi sebenarnya tidak.
Kita harus selalu memeriksa hati kita dengan terang Firman Tuhan yang murni dan meditasi dalam doa. Hati kita harus benar-benar bersih dari segala sesuatu yang tidak Tuhan kehendaki. Dua hal yang terutama tidak boleh menghiasi hati kita:
Pertama, perasaan negatif terhadap sesama; kebencian, dendam, sakit hati, cemburu, dan lain sebagainya.
Kedua, percintaan dunia, yaitu merasa belum lengkap dan bahagia tanpa fasilitas dunia ini, masih bisa dibahagiakan oleh materi dunia dengan segala hiburannya.
Orang yang terbelenggu dengan dua hal tersebut pasti tidak akan bisa melayani Tuhan, artinya hidupnya tidak akan menyukakan hati Allah. Mereka juga tidak akan menjadi berkat bagi sesamanya secara proporsional.
Hati kita harus dihiasi dengan gairah untuk menyukakan hati Tuhan, segala sesuatu yang kita lakukan bermaksud untuk menyenangkan hati Tuhan. Prinsip hidup kita adalah the smile of God is the only goal of my life. Gairah ini akan menggiring kita untuk memiliki kehidupan yang benar-benar tidak bercacat dan tidak bercela. Gairah ini juga akan membuat kita rela menyerahkan apa pun yang kita miliki demi kepentingan pekerjaan Tuhan. Dengan demikian kita akan mengambil bagian dalam pekerjaan Tuhan atau memiliki tempat untuk mengabdi kepada Tuhan. Untuk kepentingan Tuhan, kita akan rela berkorban tanpa batas.
Kita harus memikirkan realitas hidup ini dengan logis, jujur, dan realistis: Apa yang kita nantikan lagi dalan hidup ini? Apa yang kita harapkan lagi dari hidup ini? Satu hal yang harus diingat, bahwa segala sesuatu ada ujungnya. Semua pesta pasti berakhir. Dengan demikian, menyaksikan hal yang paling membahagiakan dan paling indah pun menjadi tragis, sebab semua akan berakhir. Life is tragic, prepare yourself for the eternity. Sayang sekali banyak orang yang tidak mengerti hal ini. Seperti yang dikemukakan Tuhan di Lukas 12:16-21, mengenai orang kaya yang terus menambah hartanya tetapi tidak menjadi kaya di hadapan Tuhan. Ia meninggal dunia dalam kemiskinan. Kemiskinan ini sama dengan kebinasaan kekal, terpisah dari hadirat Tuhan selamanya.
Berpikir seperti ini tidak membuat kita menjadi apatis terhadap hidup dan pesimis menatap hari esok; sebaliknya, justru kita menjadi optimis menghadapi hidup. Sebab kita harus mengembangkan semua potensi yang ada pada kita untuk kemuliaan dan kepentingan nama Tuhan selama masih hidup di bumi. Inilah tugas kehidupan yang harus kita tunaikan sementara kita menantikan kehidupan yang akan datang, yang adalah kehidupan yang sesungguhnya. Di hari singkat dan sangat terbatas ini kita dapat melakukan segala sesuatu untuk Tuhan yang menjadi pelindung dan penopang kita di kehidupan kekal nanti. Kita harus menghargai hidup dengan memaksimalkan semua potensi dan meraih sebanyak-banyaknya yang dapat kita raih untuk kemuliaan Tuhan.
Kita harus mulai menata hidup kita dengan baik. Menata hidup untuk kekekalan. Dengan menghitung hari sisa ini kita dapat memiliki hati yang bijaksana (Mzm. 90:10-12). “Menghitung” di sini dalam teks aslinya adalah manah (מָנַה), yang juga bisa berarti mengerjakan tugas dalam waktu tertentu (assign). Kata “bijaksana” adalah chokmah (חָכְמָה), yang artinya selain kebijaksanaan, juga sikap hati-hati atau tidak ceroboh (prudence). Dengan menghayati kenyataan ini, maka kita harus lebih berhati-hati, maksudnya kita dapat dengan tekun mempersiapkan kehidupan yang sesungguhnya nanti di balik kubur kita. Kita harus bersedia dipisahkan dari dunia ini. Dipisahkan artinya bersedia memiliki cara berpikir dan pola hidup yang berbeda. Kalau dunia memiliki fokus hidup dunia hari ini, tetapi fokus kita adalah dunia yang akan datang.
https://overcast.fm/+IqOAxS1mc
Tidak ada komentar:
Posting Komentar