Senin, 06 Mei 2019

Truth Daily Enlightenment 05 Mei 2019 PERAN MANUSIA DALAM KESELAMATAN

     Pernyataan bahwa Tuhan memilih dan menentukan keselamatan manusia disampaikan Paulus kepada jemaat Efesus secara komunitas atau kelompok, bukan kepada perorangan (Ef. 1:4-5). Pemilihan ini adalah pemilihan dan penentuan secara komunitas. Demikianlah kebenaran Alkitab yang kita percayai, bahwa dari semua aliran kepercayaan dan agama, hanya gereja Tuhan yang akan menjadi mempelai-Nya. Hanya gereja Tuhan yang dipilih dan ditentukan untuk selamat masuk kemuliaan-Nya. Pertimbangan ini perlu dikemukakan agar kita tidak dengan gegabah menyatakan bahwa Tuhan secara diskriminatif memilih dan menentukan seseorang secara individu untuk pasti selamat masuk surga dan menentukan atau membiarkan yang lain binasa.

     Dalam Wahyu 2:1-7, Yohanes di Pulau Patmos diperintahkan Tuhan menulis “surat Tuhan” kepada jemaat Efesus. Dalam suratnya termuat kenyataan yang tidak bisa dibantah bahwa di tengah-tengah jemaat tersebut terdapat pendusta-pendusta yang tentu bukan jemaat yang pantas untuk menerima keselamatan. Di sisi lain ternyata jemaat Efesus dinilai Tuhan telah meninggalkan kasih yang mula-mula. Tuhan memandang betapa dalamnya mereka telah jatuh, mereka harus bertobat. Jika tidak, Tuhan mengancam akan mengangkat kaki dian-Nya dari antara mereka.

     Dengan penjelasan di atas ini, cukuplah untuk menunjukkan bahwa respon manusia juga diperlukan untuk meraih keselamatan. Dipandang dari sudut manusia, keselamatan perorangan bukanlah dekret (keputusan) mutlak yang telah ditentukan oleh Tuhan. Mari kita renungkan, apakah dalam penginjilan seseorang cukup berkata: “Bersiaplah bagi Anda yang dipilih dan ditentukan untuk selamat. Bersyukurlah kepada Tuhan Yesus karena Anda diberi anugerah iman.” Di sini iman dipahami sebagai suatu dorongan untuk percaya kepada Tuhan, yang diberikan secara misteri dan mistis, tiba-tiba “duaaar” muncul di hati. Seperti membalik tangan dalam hitungan detik. Ajaib. Ini pandangan yang picik dan tidak tepat. Percaya itu bukan sekadar pengaminan akali, tetapi tindakan konkret. Iman tanpa perbuatan seperti tubuh tanpa roh.

     Sejatinya, Injil diberitakan kepada semua orang, dan respon orang yang mendengar Injil akan menunjukkan kesungguhannya memberi diri untuk diselamatkan. Respon itu bukan hanya ketika mendengar khotbah, tetapi respon setiap hari terhadap Firman Tuhan dan kesediaan mengikuti jejak-Nya. Dengan menolak memberi respon yang benar, seseorang harus bertanggung jawab atas penolakannya itu. Setelah mendengar Firman Tuhan dan benar-benar mengerti, maka bagi mereka yang percaya dengan benar, bisa dikatakan bahwa mereka terpilih seperti yang dikatakan di dalam Kisah Rasul 13:48, “Mendengar itu bergembiralah semua orang yang tidak mengenal Allah dan mereka memuliakan firman Tuhan; dan semua orang yang ditentukan Allah untuk hidup yang kekal, menjadi percaya.” Harus diperhatikan bahwa orang yang percaya yang dikisahkan dalam Kisah Rasul 13 ini sebelumnya memang sudah mendengar Firman Tuhan secara memadai. Paling tidak sebagian mereka sudah mengenal Allah atau belajar kebenaran. Bukan orang yang “nol” sama sekali tidak mengerti hal Tuhan dan keselamatan. Hanya orang yang tidak waras yang mudah mengatakan kepada orang lain: “Aku percaya kepadamu. Aku ikut saja apa yang kau inginkan.”

     Dalam Kisah Rasul 13:43 tertulis: “Setelah selesai ibadah, banyak orang Yahudi dan penganut-penganut agama Yahudi yang takut akan Allah, mengikuti Paulus dan Barnabas; kedua rasul itu mengajar mereka dan menasihati supaya mereka tetap hidup di dalam kasih karunia Allah.” Sebelum Paulus mengajar pun sebenarnya mereka sudah terbiasa belajar mengenal Allah. Jadi, hendaknya kita tidak berasumsi bahwa mereka mendengar khotbah sekali lalu diselamatkan. Belum tentu. Mereka harus memiliki pengertian yang benar mengenai keselamatan agar memiliki respon yang benar pula.

     Bagaimana orang bisa dikatakan percaya tanpa mengenal siapa yang dipercayai dan apa isi percayanya tersebut? Tidak mungkin ada orang baru mengenal seseorang serta merta berkata bahwa dirinya percaya kepada orang yang baru dikenalnya. Demikian pula antara orang percaya dengan Tuhan. Iman datang dari pendengaran oleh Firman. Dalam hal ini seseorang harus mengenal secara lengkap dan utuh kebenaran Injil, barulah dapat menyatakan percaya dengan benar. Banyak orang Kristen dari kecil sudah beragama Kristen, secara otomatis mengaku percaya kepada Yesus. Percaya seperti itu bukanlah percaya yang benar. Demikian pula untuk mengatakan percaya kepada Tuhan Yesus seseorang harus mengenal siapa Dia dan dalam hal apa memercayai Dia. Apakah cukup dengan menyatakan dengan mulut-Nya bahwa dirinya percaya kepada Yesus, berarti sudah percaya? Tentu hal percaya ini tidak boleh dianggap sederhana atau disimplifikasi. Orang yang percaya kepada Tuhan Yesus harus percaya dengan pengertian. Pengertian dibangun dari pengenalan yang memadai mengenai Dia. Apa yang dimaksud dengan menjadikan Dia Tuhan? Apa yang dimaksud dengan Juruselamat? Selamat dari apa? Bagaimana prosesnya, dan lain sebagainya.

https://overcast.fm/+IqOA9l4tA

Tidak ada komentar:

Posting Komentar