Di dalam Roma 9:4-8, tertulis: “Sebab mereka adalah orang Israel, mereka telah diangkat menjadi anak, dan mereka telah menerima kemuliaan, dan perjanjian-perjanjian, dan hukum Taurat, dan ibadah, dan janji-janji. Mereka adalah keturunan bapa-bapa leluhur, yang menurunkan Mesias dalam keadaan-Nya sebagai manusia, yang ada di atas segala sesuatu. Ia adalah Allah yang harus dipuji sampai selama-lamanya. Amin! Akan tetapi firman Allah tidak mungkin gagal. Sebab tidak semua orang yang berasal dari Israel adalah orang Israel, dan juga tidak semua yang terhitung keturunan Abraham adalah anak Abraham, tetapi: ‘Yang berasal dari Ishak yang akan disebut keturunanmu.’ Artinya: bukan anak-anak menurut daging adalah anak-anak Allah, tetapi anak-anak perjanjian yang disebut keturunan yang benar.”
Melalui ayat-ayat di atas, Paulus hendak menunjukkan bahwa bangsa Israel adalah umat pilihan yang sangat istimewa; yaitu diangkat menjadi anak, menerima kemuliaan, perjanjian-perjanjian, hukum Taurat, ibadah, dan keturunan bapa-bapa leluhur, yang menurunkan Mesias dalam keadaan-Nya sebagai manusia. Walaupun demikian, tidak semua mereka menjadi anak-anak perjanjian, artinya tidak semua mereka akan diakui sebagai umat pilihan; milik Allah. Keberadaan mereka yang istimewa tersebut bukanlah jaminan bahwa mereka menjadi umat Allah yang abadi di Kerajaan Surga nanti.
Dalam Roma 9:6-8 tertulis: “Akan tetapi firman Allah tidak mungkin gagal. Sebab tidak semua orang yang berasal dari Israel adalah orang Israel.” Dalam ayat ini Abraham mau menunjukkan siapa sebenarnya yang dimaksud Israel itu. Israel yang sesungguhnya bukan mereka yang berbangsa Israel dari suku-suku yang dilahirkan oleh Yakub (Israel). Terkait dengan hal ini Paulus mengatakan dalam tulisannya kepada jemaat Efesus 2:11-13, “Karena itu ingatlah, bahwa dahulu kamu — sebagai orang-orang bukan Yahudi menurut daging, yang disebut orang-orang tak bersunat oleh mereka yang menamakan dirinya ‘sunat,’ yaitu sunat lahiriah yang dikerjakan oleh tangan manusia, — bahwa waktu itu kamu tanpa Kristus, tidak termasuk kewargaan Israel dan tidak mendapat bagian dalam ketentuan-ketentuan yang dijanjikan, tanpa pengharapan dan tanpa Allah di dalam dunia. Tetapi sekarang di dalam Kristus Yesus kamu, yang dahulu ‘jauh,’ sudah menjadi ‘dekat’ oleh darah Kristus.” Ayat ini menegaskan apa yang Paulus tulis di dalam Roma 2:29, “Tetapi orang Yahudi sejati ialah dia yang tidak nampak keyahudiannya dan sunat ialah sunat di dalam hati, secara rohani, bukan secara hurufiah. Maka pujian baginya datang bukan dari manusia, melainkan dari Allah.”
Dalam tulisannya ini Paulus hendak menunjukkan bahwa zaman Perjanjian Lama sudah berlalu. Sesudah Yesus datang ke dunia menebus dosa manusia, maka manusia memasuki zaman baru yaitu zaman anugerah; zaman Perjanjian Baru. Kebanggaan sebagai umat pilihan secara darah daging sudah tidak mendapat tempat lagi. Umat pilihan Allah tidak lagi berdasarkan garis keturunan secara darah daging, tetapi berdasarkan iman. Itulah sebabnya Paulus menulis: “Akan tetapi firman Allah tidak mungkin gagal.”
Ada kesulitan untuk memahami kalimat dalam Roma 9:6, “Akan tetapi Firman Allah tidak mungkin gagal.” Apa yang dimaksud ayat ini? Teks asli ayat ini adalah ouks hoin de oti ekpeptoken ho logos tou theou (Οὐχ οἷον δὲ ὅτι ἐκπέπτωκεν ὁ λόγος τοῦ θεοῦ). Kata ekpeptoken dari akar kata ekpipto (ἐκπίπτω) yang bisa berarti beberapa hal, antara lain: Fall off or from, drift off course, run aground, fig lose, fail, weaken (jatuh atau dari, hanyut, kandas, kalah, gagal, melemah). Jika dikaitkan dengan ayat-ayat sebelumnya maka Roma 9:6 seharusnya berbunyi: “Ini bukan berarti Firman Allah gagal….” Dalam terjemahan bahasa Inggris lebih jelas diterjemahkan dengan: “Their condition does not mean that God’s word has failed.”
Walaupun bangsa Israel berkeadaan begitu istimewa bukan berarti hal itu menjamin kepastian bahwa mereka akan tetap permanen sebagai umat pilihan. Penolakan mereka terhadap Mesias, mengakibatkan mereka tertolak sebagai umat pilihan yang terpilih. Kegagalan mereka menjadi umat pilihan Perjanjian Baru yang terpilih, bukan berarti menunjukkan bahwa Firman Allah gagal. Keadaan di mana sebagian bangsa Israel yang akhirnya tidak menjadi umat pilihan Perjanjian Baru, tidak menunjukkan kegagalan Allah menjadikan mereka umat pilihan. Pemilihan mereka sebagai umat pilihan (secara darah daging dari keturunan Abraham) tidak menjamin dengan pasti mereka dapat tetap menjadi umat Allah Perjanjian Baru yang adalah umat pilihan yang kekal. Meneguhkan hal ini perlu kita mengamati kisah perjalanan bangsa Israel dari Mesir ke Kanaan. Walaupun Allah yang memilih bangsa itu untuk keluar dari Mesir dan Allah menghendaki mereka dapat mencapai Kanaan, tetapi ternyata sebagian besar mereka tewas di padang gurun. Hal ini bukan karena Allah gagal. Kehendak bebas bangsa Israel secara komunitas dan kehendak bebas masing-masing secara pribadi sangat menentukan keselamatan mereka.
https://overcast.fm/+IqOD_NavM
Kumpulan dari Khotbah, Seminar dan hal lain yang berhubungan dengan Gereja Rehobot Ministry
Rabu, 29 Mei 2019
Truth Daily Enlightenment 29 Mei 2019 MENJADI CONTOH
Dikatakan bahwa Allah tidak pernah gagal, yang artinya bahwa Allah bukan penyebab kegagalan bangsa Israel menjadi umat pilihan abadi (umat pilihan Perjanjian Baru). Israel menjadi umat pilihan secara darah daging hanya sebagai sarana dilahirkannya Mesias dari bangsa tersebut. Sebenarnya umat pilihan yang dimaksudkan oleh Tuhan, yang juga menjadi umat pilihan abadi, adalah mereka yang memiliki iman seperti Abraham. Untuk menjadi umat pilihan Perjanjian Baru, seseorang harus memberi respon yang memadai terhadap karya keselamatan Kristus di kayu salib. Jika tidak, walaupun ia adalah seorang yang berdarah Israel dengan segala hak istimewa, tidak akan pernah menjadi umat pilihan tanpa menerima Yesus sebagai Mesias. Dalam hal ini nyata sekali, bahwa kehendak bebas yang dimiliki manusia untuk merespon anugerah Allah menentukan keselamatannya.
Selanjutnya Firman Tuhan mengatakan: “…dan juga tidak semua yang terhitung keturunan Abraham adalah anak Abraham, tetapi: Yang berasal dari Ishak yang akan disebut keturunanmu. Artinya: bukan anak-anak menurut daging adalah anak-anak Allah, tetapi anak-anak perjanjian yang disebut keturunan yang benar.” Mengapa Firman Tuhan ditulis demikian? Hal ini harus ditulis atau dinyatakan, sebab selain Ishak, ada anak Abraham lainnya dari budaknya, Hagar, yang melahirkan Ismael. Keturunan Ismael tentu juga diberkati dan menjadi bangsa yang besar, tetapi keselamatan atau Mesias hanya datang dari bangsa Yahudi, keturunan Abraham dari Ishak (Yoh. 4:22).
Memasuki zaman Perjanjian Baru, bukan keturunan secara darah daging dari Abraham yang menjadi umat pilihan, tetapi anak-anak perjanjian, yaitu mereka yang memiliki iman seperti Abraham. Dalam tulisannya, Paulus menunjukkan bahwa sesungguhnya yang disebut sebagai umat pilihan adalah mereka yang menjadi anak-anak Abraham karena iman, yang bukan hanya berasal dari bangsa Yahudi, tetapi juga mereka yang berasal dari bangsa-bangsa lain non-Yahudi (Rm. 9:25-30). Penjelasan ini sejajar atau paralel dengan tulisan Paulus di Galatia 4:22-25, bahwa Abraham memiliki dua anak, yang satu adalah anak perjanjian dan yang lain anak perhambaan.
Dalam Roma 9:9 tertulis, “Sebab firman ini mengandung janji: Pada waktu seperti inilah Aku akan datang dan Sara akan mempunyai seorang anak laki-laki.” Dalam tulisannya ini Paulus menunjukkan bahwa umat pilihan hanya berasal dari satu orang wanita, yaitu Sarah, istri Abraham. Allah tidak pernah menjanjikan Ismael sebagai anak perjanjian. Tetapi kepada Sarah Allah menjanjikan anak perjanjian itu, bukan kepada Hagar. Hal ini menekankan bahwa pada akhirnya umat pilihan hanya berasal dari keturunan Sarah, dengan demikian hal ini juga menegaskan bahwa tidak ada keselamatan yang datang dari luar bangsa Israel. Pernyataan ini sekaligus meneguhkan bahwa tidak ada keselamatan di luar Kristus (Kis. 4:12; Yoh 4:6).
Roma 9:9 menjadi penegasan bahwa bangsa Israel walaupun keturunan Abraham secara darah daging akan ditolak, sementara bangsa-bangsa lain yang bukan keturunan Abraham secara darah daging akan menjadi umat pilihan oleh karena iman. Mereka yang dibenarkan karena iman akan terhisap sebagai anak Abraham atau berasal dari satu perempuan, yaitu Sarah. Semua ini menggenapi janji Allah kepada Abraham bahwa dari keturunannya (dengan Sara) semua bangsa di muka bumi ini akan diberkati (Kej. 12:1-3). Dalam hal ini Tuhan tidak diskriminatif. Sasaran atau obyek penerima berkat adalah semua manusia, bukan hanya bangsa Israel secara lahiriah atau secara daging.
Dalam suratnya Paulus mengatakan bahwa semua peristiwa mengenai bangsa Israel menjadi contoh bagi kita (1Kor. 10:11-12). Menjadi contoh artinya bahwa kegagalan sebagian besar orang Israel sampai Kanaan merupakan peringatan bagi kita. Perhatikan kata “peringatan bagi kita”. “Kita” di sini menunjuk orang yang mengaku Kristen. Tentu saja kita di sini termasuk Paulus sendiri sebagai penulis kitab Korintus. Kalau Paulus yakin bahwa dirinya tidak tertolak, maka ia tidak akan menggunakan kata “kita” dalam tulisannya ini. Dalam ayat sebelumnya (1Kor. 9:27) Paulus menyatakan: “Tetapi aku melatih tubuhku dan menguasainya seluruhnya, supaya sesudah memberitakan Injil kepada orang lain, jangan aku sendiri ditolak.” Tentu pengertian ditolak di sini bukan ditolak oleh manusia atau siapa pun (sebab Paulus juga tidak peduli mengenai hal ini, Gal. 1:9-10), tetapi Paulus gentar kalau sampai ditolak oleh Allah. Itulah sebabnya pula dalam tulisannya yang lain Paulus menyatakan: “Sebab itu juga kami berusaha, baik kami diam di dalam tubuh ini, maupun kami diam di luarnya, supaya kami berkenan kepada-Nya. Sebab kita semua harus menghadap takhta pengadilan Kristus, supaya setiap orang memperoleh apa yang patut diterimanya, sesuai dengan yang dilakukannya dalam hidupnya ini, baik ataupun jahat” (2Kor. 5:9-10).
https://overcast.fm/+IqOAcbJQk
Selanjutnya Firman Tuhan mengatakan: “…dan juga tidak semua yang terhitung keturunan Abraham adalah anak Abraham, tetapi: Yang berasal dari Ishak yang akan disebut keturunanmu. Artinya: bukan anak-anak menurut daging adalah anak-anak Allah, tetapi anak-anak perjanjian yang disebut keturunan yang benar.” Mengapa Firman Tuhan ditulis demikian? Hal ini harus ditulis atau dinyatakan, sebab selain Ishak, ada anak Abraham lainnya dari budaknya, Hagar, yang melahirkan Ismael. Keturunan Ismael tentu juga diberkati dan menjadi bangsa yang besar, tetapi keselamatan atau Mesias hanya datang dari bangsa Yahudi, keturunan Abraham dari Ishak (Yoh. 4:22).
Memasuki zaman Perjanjian Baru, bukan keturunan secara darah daging dari Abraham yang menjadi umat pilihan, tetapi anak-anak perjanjian, yaitu mereka yang memiliki iman seperti Abraham. Dalam tulisannya, Paulus menunjukkan bahwa sesungguhnya yang disebut sebagai umat pilihan adalah mereka yang menjadi anak-anak Abraham karena iman, yang bukan hanya berasal dari bangsa Yahudi, tetapi juga mereka yang berasal dari bangsa-bangsa lain non-Yahudi (Rm. 9:25-30). Penjelasan ini sejajar atau paralel dengan tulisan Paulus di Galatia 4:22-25, bahwa Abraham memiliki dua anak, yang satu adalah anak perjanjian dan yang lain anak perhambaan.
Dalam Roma 9:9 tertulis, “Sebab firman ini mengandung janji: Pada waktu seperti inilah Aku akan datang dan Sara akan mempunyai seorang anak laki-laki.” Dalam tulisannya ini Paulus menunjukkan bahwa umat pilihan hanya berasal dari satu orang wanita, yaitu Sarah, istri Abraham. Allah tidak pernah menjanjikan Ismael sebagai anak perjanjian. Tetapi kepada Sarah Allah menjanjikan anak perjanjian itu, bukan kepada Hagar. Hal ini menekankan bahwa pada akhirnya umat pilihan hanya berasal dari keturunan Sarah, dengan demikian hal ini juga menegaskan bahwa tidak ada keselamatan yang datang dari luar bangsa Israel. Pernyataan ini sekaligus meneguhkan bahwa tidak ada keselamatan di luar Kristus (Kis. 4:12; Yoh 4:6).
Roma 9:9 menjadi penegasan bahwa bangsa Israel walaupun keturunan Abraham secara darah daging akan ditolak, sementara bangsa-bangsa lain yang bukan keturunan Abraham secara darah daging akan menjadi umat pilihan oleh karena iman. Mereka yang dibenarkan karena iman akan terhisap sebagai anak Abraham atau berasal dari satu perempuan, yaitu Sarah. Semua ini menggenapi janji Allah kepada Abraham bahwa dari keturunannya (dengan Sara) semua bangsa di muka bumi ini akan diberkati (Kej. 12:1-3). Dalam hal ini Tuhan tidak diskriminatif. Sasaran atau obyek penerima berkat adalah semua manusia, bukan hanya bangsa Israel secara lahiriah atau secara daging.
Dalam suratnya Paulus mengatakan bahwa semua peristiwa mengenai bangsa Israel menjadi contoh bagi kita (1Kor. 10:11-12). Menjadi contoh artinya bahwa kegagalan sebagian besar orang Israel sampai Kanaan merupakan peringatan bagi kita. Perhatikan kata “peringatan bagi kita”. “Kita” di sini menunjuk orang yang mengaku Kristen. Tentu saja kita di sini termasuk Paulus sendiri sebagai penulis kitab Korintus. Kalau Paulus yakin bahwa dirinya tidak tertolak, maka ia tidak akan menggunakan kata “kita” dalam tulisannya ini. Dalam ayat sebelumnya (1Kor. 9:27) Paulus menyatakan: “Tetapi aku melatih tubuhku dan menguasainya seluruhnya, supaya sesudah memberitakan Injil kepada orang lain, jangan aku sendiri ditolak.” Tentu pengertian ditolak di sini bukan ditolak oleh manusia atau siapa pun (sebab Paulus juga tidak peduli mengenai hal ini, Gal. 1:9-10), tetapi Paulus gentar kalau sampai ditolak oleh Allah. Itulah sebabnya pula dalam tulisannya yang lain Paulus menyatakan: “Sebab itu juga kami berusaha, baik kami diam di dalam tubuh ini, maupun kami diam di luarnya, supaya kami berkenan kepada-Nya. Sebab kita semua harus menghadap takhta pengadilan Kristus, supaya setiap orang memperoleh apa yang patut diterimanya, sesuai dengan yang dilakukannya dalam hidupnya ini, baik ataupun jahat” (2Kor. 5:9-10).
https://overcast.fm/+IqOAcbJQk
TRU✝H DAILY ENLIGHTENMENT 28 Mei 2019 KEDAULATAN MEMBERI KEHENDAK BEBAS
Terkait dengan masalah bahwa Allah menentukan atau menetapkan keselamatan sebagian orang pasti masuk surga, maka kita harus membahas mengenai kedaulatan Allah. Apakah benar Allah dalam “kedaulatan-Nya” menentukan secara sepihak sebagian orang pasti selamat masuk surga? Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia kata “kedaulatan” berasal dari kata “daulat” yang artinya kekuasaan atau pemerintahan. Berdaulat artinya mempunyai kekuasaan tertinggi atas suatu pemerintahan negara atau daerah. Kedaulatan berarti kekuasaan tertinggi atas pemerintahan negara, daerah, dan lain sebagainya. Kedaulatan Allah berarti Allah diakui sebagai pemegang kekuasaan tertinggi atas segala sesuatu. Ada sekelompok orang yang meyakini bahwa Tuhan dalam kedaulatan-Nya mengatur segala hal sampai sekecil-kecilnya, tidak ada sesuatu yang bergerak di luar kedaulatan-Nya. Biasanya kelompok ini mengarah kepada takdir total atau takdir mutlak, artinya bahwa segala sesuatu terjadi dalam kehidupan ini atas kehendak Tuhan secara mutlak dan total.
Memahami kedaulatan Allah artinya juga harus menerima bahwa Allah berdaulat memberikan -baik malaikat maupun manusia- suatu kehendak. Dan kehendak malaikat maupun manusia tersebut adalah kehendak yang dapat mengarahkan diri mereka sendiri kepada suatu keadaan. Di sini Tuhan dalam keagungan kehendak bebas-Nya memberikan keagungan kepada malaikat dan manusia untuk mengambil keputusan dan pilihan. Itulah sebabnya malaikat juga bisa jatuh, memberontak kepada Allah. Memahami kedaulatan Allah, seharusnya bukan hanya dikaitkan dengan “penentuan” pemilihan Allah atas sejumlah orang untuk selamat, diperkenan masuk surga. Sebab konsekuensinya atau yang bisa diakibatkan bagi pihak lain, berarti juga penentuan atas sejumlah orang untuk binasa, masuk neraka kekal. Fakta ini tidak bisa dibantah. Karena kalau ada yang membantah berarti tidak berpikir secara adil dan sehat. Namun, faktanya demikian. Ada orang-orang yang berpendirian bahwa Tuhan dalam kedaulatan-Nya menentukan sebagian manusia untuk selamat masuk surga, tetapi ia tidak menentukan manusia yang lain untuk binasa. Jika demikian berarti Tuhan tidak berdaulat atas segala sesuatu.
Jika mengakui kedaulatan Allah atas segala sesuatu berarti, kenyataan manusia yang binasa juga dalam wilayah kedaulatan-Nya. Kedaulatan seperti ini adalah kedaulatan “sewenang-sewenang” yang menyalahi prinsip kasih dan keadilan. Di sini Tuhan direpresentasikan sebagai pribadi yang “kejam,” suka-suka sendiri tanpa kebijaksanaan. Padahal jelas sekali Tuhan tidak mungkin menghendaki kebinasaan dan kesengsaraan manusia ciptaan-Nya. Apalagi manusia ciptaan-Nya adalah makhluk yang memiliki Roh dari diri-Nya (Kej. 2:7; Yak. 4:5).
Memang Tuhan berhak bertindak suka-suka sendiri, tetapi Ia pasti bertindak berdasarkan kebijaksanaan, kasih, dan kecerdasan yang sempurna. Tidak mungkin Tuhan memilih secara acak atau random, sehingga bagi manusia keselamatan seperti proses kejatuhan “lotere” atau undian. Jika demikian, maka bagi manusia kedaulatan Tuhan dapat dipandang sebagai tabung yang memuat nama-nama orang yang ditentukan untuk selamat dan ditentukan untuk binasa. Ini berarti Tuhan tidak bisa dipandang agung oleh semua pihak. Tuhan hanya akan diagungkan oleh mereka yang dipilih untuk selamat. Tetapi Tuhan bisa disumpah serapah oleh mereka yang ditentukan untuk binasa, termasuk oleh malaikat yang jatuh yang diciptakan untuk menjadi “penjahat” dan obyek penderita. Bisakah mereka yang binasa berkata: “Terima kasih Tuhan, Engkau menciptakan aku untuk menderita di api kekal ini?”
Harus dicatat, bahwa kebinasaan bukan suatu keadaan “lenyap,” tetapi juga bisa menunjuk kepada siksaan abadi yang kengeriannya digambarkan Tuhan Yesus sebagai tempat di mana ulat-ulat bangkai tidak mati dan api yang tidak pernah padam. Ulat-ulat bangkai menunjuk tempat yang tidak menyenangkan. Semua itu adalah kengerian dahsyat wujud hukuman Allah (Mat. 5:22; Mrk. 9:43,48); ratap dan kertak gigi (Mat. 8:12) dan kegelapan, dalam waktu yang tidak terbatas (Mat. 8:12, Why. 14:11). Dan harus diingat bahwa Tuhan tidak merancang manusia ciptaan-Nya untuk berada di tempat ini.
Ada yang menyatakan bahwa fakta itulah keadilan Tuhan yang melampaui pikiran manusia, keadilan yang memuat misteri Ilahi yang tidak akan dapat dimengerti manusia. Pernyataan ini tidak fair. Sebab kita sebagai gambar Allah, tidak diajar untuk memahami keadilan dengan cara demikian atau dalam versi demikian. Kalau manusia adalah gambar Allah, maka manusia memiliki moral seperti moral-Nya. Prinsip-prinsip keadilan yang Allah miliki juga ada pada kita. Tidak mungkin Tuhan bertindak di luar keadilan yang diajarkan-Nya kepada kita, walaupun Ia memiliki kedaulatan mutlak sebagai Sang Pencipta. Manusia saja dalam “kedaulatannya” bisa tidak bertindak secara gegabah. Kalau manusia saja bisa memiliki pertimbangan yang dibangun dari kesadaran keadilan, intelektual atau kecerdasan, perasaan, empati, dan lain sebagainya, terlebih lagi Tuhan. Walaupun tidak dikemukakan secara eksplisit alasan suatu tindakan Tuhan, kita tetap memahami dan percaya bahwa Tuhan pasti bertindak dalam pertimbangan yang sempurna. Ia baik dan selalu sangat baik. Tidak ada seorang pun bisa memiliki alasan bahwa Tuhan itu tidak baik, apalagi jahat.
https://overcast.fm/+IqOAEeC-M
Memahami kedaulatan Allah artinya juga harus menerima bahwa Allah berdaulat memberikan -baik malaikat maupun manusia- suatu kehendak. Dan kehendak malaikat maupun manusia tersebut adalah kehendak yang dapat mengarahkan diri mereka sendiri kepada suatu keadaan. Di sini Tuhan dalam keagungan kehendak bebas-Nya memberikan keagungan kepada malaikat dan manusia untuk mengambil keputusan dan pilihan. Itulah sebabnya malaikat juga bisa jatuh, memberontak kepada Allah. Memahami kedaulatan Allah, seharusnya bukan hanya dikaitkan dengan “penentuan” pemilihan Allah atas sejumlah orang untuk selamat, diperkenan masuk surga. Sebab konsekuensinya atau yang bisa diakibatkan bagi pihak lain, berarti juga penentuan atas sejumlah orang untuk binasa, masuk neraka kekal. Fakta ini tidak bisa dibantah. Karena kalau ada yang membantah berarti tidak berpikir secara adil dan sehat. Namun, faktanya demikian. Ada orang-orang yang berpendirian bahwa Tuhan dalam kedaulatan-Nya menentukan sebagian manusia untuk selamat masuk surga, tetapi ia tidak menentukan manusia yang lain untuk binasa. Jika demikian berarti Tuhan tidak berdaulat atas segala sesuatu.
Jika mengakui kedaulatan Allah atas segala sesuatu berarti, kenyataan manusia yang binasa juga dalam wilayah kedaulatan-Nya. Kedaulatan seperti ini adalah kedaulatan “sewenang-sewenang” yang menyalahi prinsip kasih dan keadilan. Di sini Tuhan direpresentasikan sebagai pribadi yang “kejam,” suka-suka sendiri tanpa kebijaksanaan. Padahal jelas sekali Tuhan tidak mungkin menghendaki kebinasaan dan kesengsaraan manusia ciptaan-Nya. Apalagi manusia ciptaan-Nya adalah makhluk yang memiliki Roh dari diri-Nya (Kej. 2:7; Yak. 4:5).
Memang Tuhan berhak bertindak suka-suka sendiri, tetapi Ia pasti bertindak berdasarkan kebijaksanaan, kasih, dan kecerdasan yang sempurna. Tidak mungkin Tuhan memilih secara acak atau random, sehingga bagi manusia keselamatan seperti proses kejatuhan “lotere” atau undian. Jika demikian, maka bagi manusia kedaulatan Tuhan dapat dipandang sebagai tabung yang memuat nama-nama orang yang ditentukan untuk selamat dan ditentukan untuk binasa. Ini berarti Tuhan tidak bisa dipandang agung oleh semua pihak. Tuhan hanya akan diagungkan oleh mereka yang dipilih untuk selamat. Tetapi Tuhan bisa disumpah serapah oleh mereka yang ditentukan untuk binasa, termasuk oleh malaikat yang jatuh yang diciptakan untuk menjadi “penjahat” dan obyek penderita. Bisakah mereka yang binasa berkata: “Terima kasih Tuhan, Engkau menciptakan aku untuk menderita di api kekal ini?”
Harus dicatat, bahwa kebinasaan bukan suatu keadaan “lenyap,” tetapi juga bisa menunjuk kepada siksaan abadi yang kengeriannya digambarkan Tuhan Yesus sebagai tempat di mana ulat-ulat bangkai tidak mati dan api yang tidak pernah padam. Ulat-ulat bangkai menunjuk tempat yang tidak menyenangkan. Semua itu adalah kengerian dahsyat wujud hukuman Allah (Mat. 5:22; Mrk. 9:43,48); ratap dan kertak gigi (Mat. 8:12) dan kegelapan, dalam waktu yang tidak terbatas (Mat. 8:12, Why. 14:11). Dan harus diingat bahwa Tuhan tidak merancang manusia ciptaan-Nya untuk berada di tempat ini.
Ada yang menyatakan bahwa fakta itulah keadilan Tuhan yang melampaui pikiran manusia, keadilan yang memuat misteri Ilahi yang tidak akan dapat dimengerti manusia. Pernyataan ini tidak fair. Sebab kita sebagai gambar Allah, tidak diajar untuk memahami keadilan dengan cara demikian atau dalam versi demikian. Kalau manusia adalah gambar Allah, maka manusia memiliki moral seperti moral-Nya. Prinsip-prinsip keadilan yang Allah miliki juga ada pada kita. Tidak mungkin Tuhan bertindak di luar keadilan yang diajarkan-Nya kepada kita, walaupun Ia memiliki kedaulatan mutlak sebagai Sang Pencipta. Manusia saja dalam “kedaulatannya” bisa tidak bertindak secara gegabah. Kalau manusia saja bisa memiliki pertimbangan yang dibangun dari kesadaran keadilan, intelektual atau kecerdasan, perasaan, empati, dan lain sebagainya, terlebih lagi Tuhan. Walaupun tidak dikemukakan secara eksplisit alasan suatu tindakan Tuhan, kita tetap memahami dan percaya bahwa Tuhan pasti bertindak dalam pertimbangan yang sempurna. Ia baik dan selalu sangat baik. Tidak ada seorang pun bisa memiliki alasan bahwa Tuhan itu tidak baik, apalagi jahat.
https://overcast.fm/+IqOAEeC-M
Senin, 27 Mei 2019
Truth Daily Enlightenment 27 Mei 2019 TERGANTUNG RESPON INDIVIDU
Satu hal yang pasti bahwa Yudas berkhianat bukan atas rekayasa siapa pun, apalagi oleh Allah, hanya demi proses keselamatan agar dapat berlangsung. Yudas berkhianat kepada Yesus atas keinginannya sendiri dari kehendak bebasnya. Kejahatan Yudas sebenarnya dimulai dari kebiasaannya suka mencuri uang. Alkitab menulis bahwa ia sering mengambil uang yang disimpan dalam kas yang dipegangnya (Yoh. 12:6). Dalam hal ini kita harus mengerti bahwa seseorang tidak mungkin menjadi orang jujur mendadak atau menjadi pencuri mendadak. Kebiasaan Yudas mencuri dan mengingini uang untuk kepentingannya sendiri inilah yang membuka peluang Iblis masuk dalam kehidupannya. Iblis tidak akan masuk dalam kehidupan seseorang kalau seseorang tidak memberikan peluang atau pangkalan di dalam dirinya (Ef. 4:27). Hal ini meneguhkan bahwa Yudas memilih nasibnya sebagai pengkhianat. Walau hal ini tidak direncanakan oleh Yudas sendiri sebelumnya, tetapi kebiasaan jahatnya menggiringnya kepada keputusan itu. Jadi, Yudas yang menentukan nasibnya sendiri, bukan orang lain, apalagi Tuhan.
Di dalam Alkitab, terdapat beberapa teks yang menunjukkan bahwa Yudas dimasuki oleh Iblis (Luk. 22:3; Yoh. 13:27). Tidak mungkin Iblis diizinkan oleh Tuhan masuk dalam diri Yudas tanpa alasan atau dasar yang sudah ada sebelumnya. Harus diketahui, bahwa memang Yudas sudah terbiasa “bermain-main” dengan Iblis melalui ketidakjujurannya (Yoh. 12:6; 13:2). Langkah-langkah panjang Yudas inilah yang membawa Yudas kepada keputusan tragisnya, yaitu menjual Tuhan Yesus kepada imam-imam kepala (Mat. 26:14; Mrk. 14:10; Luk. 22:4). Kebiasaan ini memantapkan keadaan Yudas sebagai salah satu orang di sekitar Tuhan Yesus yang memang sudah dinubuatkan berkhianat kepada Gurunya. Ini adalah pilihan Yudas sendiri.
Yudas juga seperti murid-murid yang lain, yang selalu mendengar pengajaran Tuhan. Yang di dalamnya termasuk nasihat, peringatan, larangan, dan lain sebagainya. Tentu saja semua itu berlangsung atau diberikan kepada Yudas bukan sebagai sandiwara. Tidak mungkin sementara itu berlangsung, hati Yudas dikeraskan oleh Allah agar dia berkhianat kepada Yesus, karena memang dia telah ditetapkan sebagai anak kebinasaan. Yudas memang selalu mendengar pengajaran Tuhan Yesus, tetapi hatinya sudah tertambat kepada uang. Mata hatinya telah dibutakan oleh hasratnya terhadap keinginan materi. Hal ini sesuai dengan apa yang diucapkan Tuhan Yesus di dalam Lukas 16:11, “Jadi, jikalau kamu tidak setia dalam hal Mamon yang tidak jujur, siapakah yang akan mempercayakan kepadamu harta yang sesungguhnya?” Kalimat “harta yang sesungguhnya” dalam bahasa aslinya adalah alithinon yang artinya kebenaran (Ing. Truth).
Jadi, kalau seseorang sudah tidak benar soal harta -artinya hati melekat kepada kekayaan- maka ia tidak akan dapat mengerti Firman Tuhan walaupun diajar tiap hari. Hal ini terjadi atas Yudas, sehingga kebutaan mata rohani Yudas bukan karena hatinya dikeraskan oleh Tuhan, tetapi karena ia memilih mencintai harta. Inilah yang dimaksud Paulus yaitu orang-orang yang tidak percaya, yang pikirannya telah dibutakan oleh ilah zaman ini, sehingga mereka tidak melihat cahaya Injil tentang kemuliaan Kristus, yang adalah gambaran Allah. Pikirannya tidak dibutakan oleh Tuhan, tetapi oleh ilah zaman ini.
Roma 1:16-17 mengatakan Injil adalah kekuatan Allah yang menyelamatkan setiap orang yang percaya. Injil adalah kekuatan Allah yang menyelamatkan, tetapi kenyataannya tidak sedikit yang mendengar Injil tetapi tidak selamat, termasuk Yudas. Tentu hal ini terjadi bukan karena Injil kurang berkuasa, sehingga Yudas akhirnya berkhianat kepada Yesus. Tetapi karena Yudas lebih memilih untuk mencintai uang dari pada menjunjung tinggi kebenaran Firman Tuhan. Manusia yang mendengar Injil berperan dalam menerima dan mengalami keselamatan yang Tuhan sediakan atau sebaliknya. Kekuatan Injil dalam implikasi konkret kehidupan ditentukan oleh respon individu yang mendengar Injil.
Dalam Yesaya 55:11, dinyatakan: “…demikianlah firman-Ku yang keluar dari mulut-Ku: ia tidak akan kembali kepada-Ku dengan sia-sia, tetapi ia akan melaksanakan apa yang Kukehendaki, dan akan berhasil dalam apa yang Kusuruhkan kepadanya.” Dari pernyataan teks ini dinyatakan dengan jelas bahwa Firman Tuhan yang disampaikan Tuhan tidak akan sia-sia, artinya tidak pernah gagal. Tetapi pada kenyataannya banyak orang yang mendengar Firman Tuhan, baik umat Perjanjian Lama maupun umat di zaman anugerah, ada yang menolak sehingga keselamatan tidak mereka alami. Kuasa Firman tidak diragukan lagi, sangat luar biasa. Tetapi kembali kepada manusianya, apakah mereka menerima bersedia merespon Firman tersebut dengan baik atau tidak. Sebab kalau dengan kehendaknya sendiri menolak, maka kuasa Firman yang berkuasa tersebut tidak akan dapat dialami.
https://overcast.fm/+IqOBYPsuI
Di dalam Alkitab, terdapat beberapa teks yang menunjukkan bahwa Yudas dimasuki oleh Iblis (Luk. 22:3; Yoh. 13:27). Tidak mungkin Iblis diizinkan oleh Tuhan masuk dalam diri Yudas tanpa alasan atau dasar yang sudah ada sebelumnya. Harus diketahui, bahwa memang Yudas sudah terbiasa “bermain-main” dengan Iblis melalui ketidakjujurannya (Yoh. 12:6; 13:2). Langkah-langkah panjang Yudas inilah yang membawa Yudas kepada keputusan tragisnya, yaitu menjual Tuhan Yesus kepada imam-imam kepala (Mat. 26:14; Mrk. 14:10; Luk. 22:4). Kebiasaan ini memantapkan keadaan Yudas sebagai salah satu orang di sekitar Tuhan Yesus yang memang sudah dinubuatkan berkhianat kepada Gurunya. Ini adalah pilihan Yudas sendiri.
Yudas juga seperti murid-murid yang lain, yang selalu mendengar pengajaran Tuhan. Yang di dalamnya termasuk nasihat, peringatan, larangan, dan lain sebagainya. Tentu saja semua itu berlangsung atau diberikan kepada Yudas bukan sebagai sandiwara. Tidak mungkin sementara itu berlangsung, hati Yudas dikeraskan oleh Allah agar dia berkhianat kepada Yesus, karena memang dia telah ditetapkan sebagai anak kebinasaan. Yudas memang selalu mendengar pengajaran Tuhan Yesus, tetapi hatinya sudah tertambat kepada uang. Mata hatinya telah dibutakan oleh hasratnya terhadap keinginan materi. Hal ini sesuai dengan apa yang diucapkan Tuhan Yesus di dalam Lukas 16:11, “Jadi, jikalau kamu tidak setia dalam hal Mamon yang tidak jujur, siapakah yang akan mempercayakan kepadamu harta yang sesungguhnya?” Kalimat “harta yang sesungguhnya” dalam bahasa aslinya adalah alithinon yang artinya kebenaran (Ing. Truth).
Jadi, kalau seseorang sudah tidak benar soal harta -artinya hati melekat kepada kekayaan- maka ia tidak akan dapat mengerti Firman Tuhan walaupun diajar tiap hari. Hal ini terjadi atas Yudas, sehingga kebutaan mata rohani Yudas bukan karena hatinya dikeraskan oleh Tuhan, tetapi karena ia memilih mencintai harta. Inilah yang dimaksud Paulus yaitu orang-orang yang tidak percaya, yang pikirannya telah dibutakan oleh ilah zaman ini, sehingga mereka tidak melihat cahaya Injil tentang kemuliaan Kristus, yang adalah gambaran Allah. Pikirannya tidak dibutakan oleh Tuhan, tetapi oleh ilah zaman ini.
Roma 1:16-17 mengatakan Injil adalah kekuatan Allah yang menyelamatkan setiap orang yang percaya. Injil adalah kekuatan Allah yang menyelamatkan, tetapi kenyataannya tidak sedikit yang mendengar Injil tetapi tidak selamat, termasuk Yudas. Tentu hal ini terjadi bukan karena Injil kurang berkuasa, sehingga Yudas akhirnya berkhianat kepada Yesus. Tetapi karena Yudas lebih memilih untuk mencintai uang dari pada menjunjung tinggi kebenaran Firman Tuhan. Manusia yang mendengar Injil berperan dalam menerima dan mengalami keselamatan yang Tuhan sediakan atau sebaliknya. Kekuatan Injil dalam implikasi konkret kehidupan ditentukan oleh respon individu yang mendengar Injil.
Dalam Yesaya 55:11, dinyatakan: “…demikianlah firman-Ku yang keluar dari mulut-Ku: ia tidak akan kembali kepada-Ku dengan sia-sia, tetapi ia akan melaksanakan apa yang Kukehendaki, dan akan berhasil dalam apa yang Kusuruhkan kepadanya.” Dari pernyataan teks ini dinyatakan dengan jelas bahwa Firman Tuhan yang disampaikan Tuhan tidak akan sia-sia, artinya tidak pernah gagal. Tetapi pada kenyataannya banyak orang yang mendengar Firman Tuhan, baik umat Perjanjian Lama maupun umat di zaman anugerah, ada yang menolak sehingga keselamatan tidak mereka alami. Kuasa Firman tidak diragukan lagi, sangat luar biasa. Tetapi kembali kepada manusianya, apakah mereka menerima bersedia merespon Firman tersebut dengan baik atau tidak. Sebab kalau dengan kehendaknya sendiri menolak, maka kuasa Firman yang berkuasa tersebut tidak akan dapat dialami.
https://overcast.fm/+IqOBYPsuI
Minggu, 26 Mei 2019
Quote Mei #4
Today's Quote:
Betapa berbahayanya orang yang hidup tanpa memiliki masalah; baik masalahnya sendiri maupun masalah Tuhan.
Dr. Erastus Sabdono,
20 Mei 2019
Today's Quote:
Salib tidak boleh berhenti sampai di bukit Golgota, salib harus terus bergema sampai ke ujung dunia.
Dr. Erastus Sabdono,
21 Mei 2019
Today's Quote:
Seorang hamba Tuhan harus berani berkata: “Seperti Engkau telah membawa Diri-Mu ke tiang salib dan mati demi keselamatanku, sekarang bawa aku ke tiang salibku dan mati demi mengubah orang-orang yang Kau percayakan kepadaku untuk kulayani.”
DR. Erastus Sabdono,
22 Mei 2019
Today's Quote:
Tidak ada kata “naas atau musibah” dalam kamus hidup orang percaya, sebab Allah bekerja dalam segala perkara untuk mendatangkan kebaikan.
DR. Erastus Sabdono,
23 Mei 2019
Today's Quote:
Setiap kita harus "mati" demi perubahan sesama.
DR. Erastus Sabdono,
24 Mei 2019
Today's Quote:
Gereja harus menjadi tempat di mana jalan Tuhan ditunjukkan dan diperagakan.
DR. Erastus Sabdono,
25 Mei 2019
Today's Quote:
Tingkat kepuasan Tuhan dalam hidup kita, harus kita perkarakan tiap hari, supaya sampai titik akhir, kita jelas beres.
DR. Erastus Sabdono,
26 Mei 2019
Betapa berbahayanya orang yang hidup tanpa memiliki masalah; baik masalahnya sendiri maupun masalah Tuhan.
Dr. Erastus Sabdono,
20 Mei 2019
Today's Quote:
Salib tidak boleh berhenti sampai di bukit Golgota, salib harus terus bergema sampai ke ujung dunia.
Dr. Erastus Sabdono,
21 Mei 2019
Today's Quote:
Seorang hamba Tuhan harus berani berkata: “Seperti Engkau telah membawa Diri-Mu ke tiang salib dan mati demi keselamatanku, sekarang bawa aku ke tiang salibku dan mati demi mengubah orang-orang yang Kau percayakan kepadaku untuk kulayani.”
DR. Erastus Sabdono,
22 Mei 2019
Today's Quote:
Tidak ada kata “naas atau musibah” dalam kamus hidup orang percaya, sebab Allah bekerja dalam segala perkara untuk mendatangkan kebaikan.
DR. Erastus Sabdono,
23 Mei 2019
Today's Quote:
Setiap kita harus "mati" demi perubahan sesama.
DR. Erastus Sabdono,
24 Mei 2019
Today's Quote:
Gereja harus menjadi tempat di mana jalan Tuhan ditunjukkan dan diperagakan.
DR. Erastus Sabdono,
25 Mei 2019
Today's Quote:
Tingkat kepuasan Tuhan dalam hidup kita, harus kita perkarakan tiap hari, supaya sampai titik akhir, kita jelas beres.
DR. Erastus Sabdono,
26 Mei 2019
Truth Daily Enlightenment 26 Mei 2019 NUBUATAN SEBAGAI VERIFIKASI
Terkait dengan penentuan atau penetapan bahwa ada sebagian orang yang diselamatkan dan yang lain tidak, didasarkan pada kisah pengkhianatan Yudas. Alkitab menubuatkan bahwa ada satu di antara murid-murid-Nya yang akan berkhianat. Memang ditentukan untuk dibinasakan terdapat dalam Yohanes 17:2 – “Selama Aku bersama mereka, Aku memelihara mereka dalam nama-Mu, yaitu nama-Mu yang telah Engkau berikan kepada-Ku; Aku telah menjaga mereka dan tidak ada seorang pun dari mereka yang binasa selain dari pada dia yang telah ditentukan untuk binasa, supaya genaplah yang tertulis dalam Kitab Suci.” Karena teks ini banyak orang mengasumsikan bahwa Yudas “seakan-akan” telah “ditentukan untuk binasa.” Ditentukan untuk binasa dalam teks aslinya adalah ho huios tees apooleias. Yang dalam versi King James diterjemahkan the son of perdition (anak kebinasaan atau anak neraka). Dalam versi lain diterjemahkan the man who was bound to be lost (orang yang ditentukan untuk terhilang). Teks ini membuat kelompok tertentu orang Kristen meyakini bahwa memang Yudas ditentukan untuk terhilang.
Kita harus teliti membaca Yohanes 17:2 tersebut. Setelah ditulis bahwa Yudas adalah anak kebinasaan, selanjutnya tertulis kalimat “supaya genaplah yang tertulis dalam Kitab Suci” (so that the scripture might come true). Kalimat ini menunjukkan bahwa Yudas terverifikasi sebagai salah satu dari dua belas murid yang mengkhianati Tuhan Yesus setelah peristiwa pengkhinatan benar-benar telah terjadi atau berlangsung. Hal ini meneguhkan bahwa memang Tuhan Yesus adalah Mesias atau Juruselamat yang telah dinubuatkan oleh Kitab Suci. Di sini yang penting bukan penjelasan mengenai Yudas yang berkhianat, tetapi Tuhan Yesus sebagai penggenapan akan nubuatan dalam Perjanjian Lama. Jadi, ditentukan untuk terhilang atau binasa tersebut tidak harus menunjuk pada penentuan pribadi Yudas oleh Allah sebagai anak kebinasaan, tetapi lebih menunjuk kepada penggenapan kitab suci bahwa salah satu orang dekat Sang Mesias akan berkhianat.
Tidak menutup kemungkinan bahwa salah satu dari murid yang lain (bukan Yudas) juga bisa berkhianat. Ketika Tuhan Yesus menunjuk ada “Iblis” -yang sama dengan adanya pengkianat di antara murid-murid- peristiwa itu belum terjadi. Jadi Yohanes 6:70-71 yang menunjukkan bahwa pengkhianat itu Yudas, ditulis setelah kejadian pengkhianatan terjadi. Demikian pula dalam Yohanes 6:66-67 tertulis: “Mulai dari waktu itu banyak murid-murid-Nya mengundurkan diri dan tidak lagi mengikut Dia. Maka kata Yesus kepada kedua belas murid-Nya: Apakah kamu tidak mau pergi juga?” Dari apa yang tertulis di sini Tuhan Yesus pun juga membuka kemungkinan atau memberi peluang kepada orang-orang dekat-Nya untuk bisa dan boleh meninggalkan-Nya. Dari catatan ini jelas bahwa terbuka kemungkinan bila salah satu murid-Nya dapat berkhianat kepada-Nya.
Namun ternyata Yudaslah yang berkhianat. Berkenaan dengan ini digenapi pula apa yang tertulis dalam Alkitab: “Dengan demikian genaplah firman yang disampaikan oleh nabi Yeremia: “Mereka menerima tiga puluh uang perak, yaitu harga yang ditetapkan untuk seorang menurut penilaian yang berlaku di antara orang Israel” (Mat. 27:9). Nubuat yang digenapi ini mengokohkan fakta bahwa Yesus putra Maria adalah Mesias, Sang Juruselamat. Hal ini sangat dibutuhkan oleh manusia pada zaman itu yang memandang Yesus tidak lebih dari anak tukang kayu yang lahir dan hidup di tengah-tengah mereka. Nubuat-nubuatan yang digenapi tersebut membuktikan kebenaran diri Yesus Kristus sebagai Mesias, sehingga mereka tidak lagi memiliki alasan untuk menolak atau menyangkal Yesus Kristus sebagai Mesias. Salah satu buktinya adalah pengkhianatan oleh salah satu murid Tuhan Yesus, yaitu Yudas.
Penggenapan nubuatan mengenai Yudas ini adalah satu dari sekian banyak nubuatan mengenai Mesias yang tertulis dalam Perjanjian Lama. Kalau terdapat nubuatan bahwa ia akan lahir di Bethlehem, yang penting bukanlah tempat di mana Ia dilahirkan, tetapi verifikasi bahwa Tuhan Yesus Kristus adalah Penguasa yang lahir di tengah-tengah bangsa Israel. Semua imam kepala dan ahli Taurat rupanya tahu betul mengenai hal ini, di mana seorang Mesias akan dilahirkan (Mat. 2:4-6). Hal ini seharusnya cukup mencelikkan mata orang Yahudi untuk bisa menerima Yesus Kristus sebagai Mesias yang dijanjikan. Jadi, kalau mereka menolak atau menyangkal Dia, mereka harus memikul resikonya.
Kalau dikatakan bahwa Ia akan mengendarai keledai tunggangan, maka yang penting bukan penunjukkan keledai sebagai tunggangan-Nya masuk Yerusalem, tetapi yang penting pembaca Injil dapat diyakinkan dan menerima konfirmasi bahwa sungguh Dia adalah Mesias (Luk. 19:39; Yoh. 12:12). Oleh sebab itu kita tidak boleh menganggap nubuatan sebagai dekret atau penetapan, tetapi nubuatan sebagai konfirmasi dan pembuktian kebenaran Allah yang telah dinubuatkan oleh Alkitab dan semua itu mengarah kepada pribadi Kristus, dan karya keselamatan-Nya.
https://overcast.fm/+IqODptL-E
Kita harus teliti membaca Yohanes 17:2 tersebut. Setelah ditulis bahwa Yudas adalah anak kebinasaan, selanjutnya tertulis kalimat “supaya genaplah yang tertulis dalam Kitab Suci” (so that the scripture might come true). Kalimat ini menunjukkan bahwa Yudas terverifikasi sebagai salah satu dari dua belas murid yang mengkhianati Tuhan Yesus setelah peristiwa pengkhinatan benar-benar telah terjadi atau berlangsung. Hal ini meneguhkan bahwa memang Tuhan Yesus adalah Mesias atau Juruselamat yang telah dinubuatkan oleh Kitab Suci. Di sini yang penting bukan penjelasan mengenai Yudas yang berkhianat, tetapi Tuhan Yesus sebagai penggenapan akan nubuatan dalam Perjanjian Lama. Jadi, ditentukan untuk terhilang atau binasa tersebut tidak harus menunjuk pada penentuan pribadi Yudas oleh Allah sebagai anak kebinasaan, tetapi lebih menunjuk kepada penggenapan kitab suci bahwa salah satu orang dekat Sang Mesias akan berkhianat.
Tidak menutup kemungkinan bahwa salah satu dari murid yang lain (bukan Yudas) juga bisa berkhianat. Ketika Tuhan Yesus menunjuk ada “Iblis” -yang sama dengan adanya pengkianat di antara murid-murid- peristiwa itu belum terjadi. Jadi Yohanes 6:70-71 yang menunjukkan bahwa pengkhianat itu Yudas, ditulis setelah kejadian pengkhianatan terjadi. Demikian pula dalam Yohanes 6:66-67 tertulis: “Mulai dari waktu itu banyak murid-murid-Nya mengundurkan diri dan tidak lagi mengikut Dia. Maka kata Yesus kepada kedua belas murid-Nya: Apakah kamu tidak mau pergi juga?” Dari apa yang tertulis di sini Tuhan Yesus pun juga membuka kemungkinan atau memberi peluang kepada orang-orang dekat-Nya untuk bisa dan boleh meninggalkan-Nya. Dari catatan ini jelas bahwa terbuka kemungkinan bila salah satu murid-Nya dapat berkhianat kepada-Nya.
Namun ternyata Yudaslah yang berkhianat. Berkenaan dengan ini digenapi pula apa yang tertulis dalam Alkitab: “Dengan demikian genaplah firman yang disampaikan oleh nabi Yeremia: “Mereka menerima tiga puluh uang perak, yaitu harga yang ditetapkan untuk seorang menurut penilaian yang berlaku di antara orang Israel” (Mat. 27:9). Nubuat yang digenapi ini mengokohkan fakta bahwa Yesus putra Maria adalah Mesias, Sang Juruselamat. Hal ini sangat dibutuhkan oleh manusia pada zaman itu yang memandang Yesus tidak lebih dari anak tukang kayu yang lahir dan hidup di tengah-tengah mereka. Nubuat-nubuatan yang digenapi tersebut membuktikan kebenaran diri Yesus Kristus sebagai Mesias, sehingga mereka tidak lagi memiliki alasan untuk menolak atau menyangkal Yesus Kristus sebagai Mesias. Salah satu buktinya adalah pengkhianatan oleh salah satu murid Tuhan Yesus, yaitu Yudas.
Penggenapan nubuatan mengenai Yudas ini adalah satu dari sekian banyak nubuatan mengenai Mesias yang tertulis dalam Perjanjian Lama. Kalau terdapat nubuatan bahwa ia akan lahir di Bethlehem, yang penting bukanlah tempat di mana Ia dilahirkan, tetapi verifikasi bahwa Tuhan Yesus Kristus adalah Penguasa yang lahir di tengah-tengah bangsa Israel. Semua imam kepala dan ahli Taurat rupanya tahu betul mengenai hal ini, di mana seorang Mesias akan dilahirkan (Mat. 2:4-6). Hal ini seharusnya cukup mencelikkan mata orang Yahudi untuk bisa menerima Yesus Kristus sebagai Mesias yang dijanjikan. Jadi, kalau mereka menolak atau menyangkal Dia, mereka harus memikul resikonya.
Kalau dikatakan bahwa Ia akan mengendarai keledai tunggangan, maka yang penting bukan penunjukkan keledai sebagai tunggangan-Nya masuk Yerusalem, tetapi yang penting pembaca Injil dapat diyakinkan dan menerima konfirmasi bahwa sungguh Dia adalah Mesias (Luk. 19:39; Yoh. 12:12). Oleh sebab itu kita tidak boleh menganggap nubuatan sebagai dekret atau penetapan, tetapi nubuatan sebagai konfirmasi dan pembuktian kebenaran Allah yang telah dinubuatkan oleh Alkitab dan semua itu mengarah kepada pribadi Kristus, dan karya keselamatan-Nya.
https://overcast.fm/+IqODptL-E
Truth Daily Enlightenment 25 Mei 2019 YUDAS MENINGGALKAN TUHAN
Terkait dengan hal Allah menentukan atau menetapkan sebagian manusia untuk pasti selamat masuk surga, Yudas menjadi sosok penting yang hidupnya patut kita amati sebagai sebuah pembelajaran, dan oleh karena Yudas juga merupakan kunci penting untuk kita bersama dalam memahami hal “pemilihan Allah.” Siapakah Yudas itu sebenarnya? Yudas adalah salah satu dari dua belas murid Tuhan Yesus yang ditunjuk langsung oleh Tuhan Yesus (Mat. 10:4; Mrk. 3:19; Luk. 6:16). Yudas dikenal sebagai Yudas anak Simon Iskariot. Perlu diketahui bahwa ada banyak nama Yudas selain Yudas Iskariot ini. Ada Yudas saudara Tuhan Yesus, Yudas bin (anak) Yakobus, Yudas yang diidentifikasi dari Tarsus, dan lain sebagainya.
Pemilihan atas murid-murid termasuk Yudas sebagai salah satunya, didahului dengan doa semalam-malaman oleh Tuhan Yesus (Luk. 6:12). Tentu Tuhan Yesus tidak bersandiwara dalam pemilihan tersebut. Sangat tidak mungkin Tuhan Yesus pura-pura memilih Yudas, namun di balik itu Tuhan berniat untuk menjadikannya “alat kejahatan.” Alat kejahatan artinya, Yudas menjadi berwatak “suka mencuri” dan demi uang kecil mengorbankan Gurunya. Adalah mustahil Tuhan bekerja sama dengan Iblis yang merasuki Yudas untuk merusak karakter Yudas, yang akhirnya mengkhianati diri-Nya. Sesungguhnya Tuhan Yesus memilih Yudas memang untuk dijadikan salah satu dari rasul. Semua yang diajarkan Tuhan Yesus di depan murid-murid dan orang banyak -termasuk bagi Yudas- tentu bukan sandiwara. Ia memberikan pengajaran-Nya agar Yudas menjadi rasul yang baik. Dalam Kisah Rasul 1:25 tertulis: “…untuk menerima jabatan pelayanan, yaitu kerasulan yang ditinggalkan Yudas yang telah jatuh ke tempat yang wajar baginya.” Dari kalimat ini jelaslah bahwa Yudaslah yang meninggalkan jabatan kerasulan.
Dalam Kisah Rasul 1:17 dikatakan bahwa dahulu Yudas termasuk bilangan murid-murid terkemuka dan yang mengambil bagian di dalam pelayanan. Jabatan rasul memang diperuntukkan bagi Yudas juga, tetapi Yudas meninggalkannya. Perhatikan, bukan Tuhan yang membuat ia meninggalkan jabatan itu, tetapi Yudaslah yang meninggalkan jabatan rasul tersebut. Tentu bukan karena kemauan Tuhan, tetapi oleh kemauan Yudas sendiri dan dalam kesadaran penuh. Tuhan sama sekali tidak merekayasa keadaan Yudas yang mengkhianati Tuhan dan Gurunya sehingga ia menjadi anak kebinasaan.
Pertanyaan yang penting untuk diperkarakan adalah: Apakah dengan demikian Yudas memang ditentukan untuk binasa? Selama ini ada pemikiran bahwa Yudas memang diciptakan Tuhan untuk menjadi “alat” dalam tangan-Nya, yaitu untuk mewujudkan keselamatan. Di sini seakan-akan Tuhan membutuhkan Yudas untuk menggenapi rencana-Nya. Dalam hal ini seolah-olah Yudas juga bisa dipandang berjasa bagi proyek keselamatan manusia. Sehingga Yudas diakui sebagai manusia terpilih untuk melengkapi karya keselamatan Allah atas manusia. Bahkan ada yang mengatakan bahwa orang percaya patut berterima kasih kepadanya. Bahkan pernah seorang pendeta yang namanya cukup dikenal mengatakan bahwa Yudas tidak terbuang di neraka tetapi berada di surga, sebab ia dipakai oleh Tuhan untuk menggenapi rencana-Nya. Pemikiran-pemikiran seperti ini adalah pemikiran yang salah dan menyesatkan.
Ada beberapa teks dalam Alkitab yang mengesankan bahwa Yudas memang terpilih untuk menjadi “pengkhianat.” Dalam Yohanes 6:70-71 tertulis: “Jawab Yesus kepada mereka: ‘Bukankah Aku sendiri yang telah memilih kamu yang dua belas ini? Namun seorang di antaramu adalah Iblis.’ Yang dimaksudkan-Nya ialah Yudas, anak Simon Iskariot; sebab dialah yang akan menyerahkan Yesus, dia seorang di antara kedua belas murid itu.” Pernyataan Tuhan ini dipahami oleh sebagian orang Kristen sebagai “penetapan Tuhan” bahwa Yudas adalah “Iblis” atau anak Iblis atau yang dikuasai oleh Iblis.
Harus diperhatikan dengan teliti bahwa kejadian atau peristiwa dalam Yohanes 6:70-71, terjadi pada waktu Tuhan Yesus belum menunjuk siapa yang akan menjadi pengkhianat. Yudas belum terbukti sebagai pengkhianat. Kalau Tuhan Yesus mengatakan bahwa salah satu dari murid Tuhan Yesus ada yang akan menjadi “Iblis,” karena memang telah dinubuatkan oleh kitab suci bahwa salah satu dari mereka yang makan sehidangan dengan Tuhan akan berkhianat terhadap-Nya (Mzm. 41:10). Dalam Kisah Rasul 1:16 Petrus juga menyatakan adanya pengkhianatan salah satu orang yang dekat dengan Tuhan Yesus, benar-benar telah dinubuatkan. Petrus menyebut nama Yudas sebagai pengkhianatnya, sebab kejadian pengkhianatan telah terjadi dan terbukti Yudaslah pelakunya. Petrus perlu menyatakan itu untuk menunjukkan bukti bahwa Yesus Kristus adalah Mesias yang dijanjikan oleh Allah dan yang telah dinubuatkan oleh Alkitab. Hal ini sangat dibutuhkan oleh manusia pada zaman itu yang memandang Yesus hanya seorang anak tukang kayu yang lahir dan hidup di tengah-tengah mereka. Dengan mengemukakan nubuatan tersebut, menunjukkan bahwa Yesus bukan manusia sembarangan, tetapi Dia adalah Mesias yang dijanjikan.
https://overcast.fm/+IqOAm2rNA
Pemilihan atas murid-murid termasuk Yudas sebagai salah satunya, didahului dengan doa semalam-malaman oleh Tuhan Yesus (Luk. 6:12). Tentu Tuhan Yesus tidak bersandiwara dalam pemilihan tersebut. Sangat tidak mungkin Tuhan Yesus pura-pura memilih Yudas, namun di balik itu Tuhan berniat untuk menjadikannya “alat kejahatan.” Alat kejahatan artinya, Yudas menjadi berwatak “suka mencuri” dan demi uang kecil mengorbankan Gurunya. Adalah mustahil Tuhan bekerja sama dengan Iblis yang merasuki Yudas untuk merusak karakter Yudas, yang akhirnya mengkhianati diri-Nya. Sesungguhnya Tuhan Yesus memilih Yudas memang untuk dijadikan salah satu dari rasul. Semua yang diajarkan Tuhan Yesus di depan murid-murid dan orang banyak -termasuk bagi Yudas- tentu bukan sandiwara. Ia memberikan pengajaran-Nya agar Yudas menjadi rasul yang baik. Dalam Kisah Rasul 1:25 tertulis: “…untuk menerima jabatan pelayanan, yaitu kerasulan yang ditinggalkan Yudas yang telah jatuh ke tempat yang wajar baginya.” Dari kalimat ini jelaslah bahwa Yudaslah yang meninggalkan jabatan kerasulan.
Dalam Kisah Rasul 1:17 dikatakan bahwa dahulu Yudas termasuk bilangan murid-murid terkemuka dan yang mengambil bagian di dalam pelayanan. Jabatan rasul memang diperuntukkan bagi Yudas juga, tetapi Yudas meninggalkannya. Perhatikan, bukan Tuhan yang membuat ia meninggalkan jabatan itu, tetapi Yudaslah yang meninggalkan jabatan rasul tersebut. Tentu bukan karena kemauan Tuhan, tetapi oleh kemauan Yudas sendiri dan dalam kesadaran penuh. Tuhan sama sekali tidak merekayasa keadaan Yudas yang mengkhianati Tuhan dan Gurunya sehingga ia menjadi anak kebinasaan.
Pertanyaan yang penting untuk diperkarakan adalah: Apakah dengan demikian Yudas memang ditentukan untuk binasa? Selama ini ada pemikiran bahwa Yudas memang diciptakan Tuhan untuk menjadi “alat” dalam tangan-Nya, yaitu untuk mewujudkan keselamatan. Di sini seakan-akan Tuhan membutuhkan Yudas untuk menggenapi rencana-Nya. Dalam hal ini seolah-olah Yudas juga bisa dipandang berjasa bagi proyek keselamatan manusia. Sehingga Yudas diakui sebagai manusia terpilih untuk melengkapi karya keselamatan Allah atas manusia. Bahkan ada yang mengatakan bahwa orang percaya patut berterima kasih kepadanya. Bahkan pernah seorang pendeta yang namanya cukup dikenal mengatakan bahwa Yudas tidak terbuang di neraka tetapi berada di surga, sebab ia dipakai oleh Tuhan untuk menggenapi rencana-Nya. Pemikiran-pemikiran seperti ini adalah pemikiran yang salah dan menyesatkan.
Ada beberapa teks dalam Alkitab yang mengesankan bahwa Yudas memang terpilih untuk menjadi “pengkhianat.” Dalam Yohanes 6:70-71 tertulis: “Jawab Yesus kepada mereka: ‘Bukankah Aku sendiri yang telah memilih kamu yang dua belas ini? Namun seorang di antaramu adalah Iblis.’ Yang dimaksudkan-Nya ialah Yudas, anak Simon Iskariot; sebab dialah yang akan menyerahkan Yesus, dia seorang di antara kedua belas murid itu.” Pernyataan Tuhan ini dipahami oleh sebagian orang Kristen sebagai “penetapan Tuhan” bahwa Yudas adalah “Iblis” atau anak Iblis atau yang dikuasai oleh Iblis.
Harus diperhatikan dengan teliti bahwa kejadian atau peristiwa dalam Yohanes 6:70-71, terjadi pada waktu Tuhan Yesus belum menunjuk siapa yang akan menjadi pengkhianat. Yudas belum terbukti sebagai pengkhianat. Kalau Tuhan Yesus mengatakan bahwa salah satu dari murid Tuhan Yesus ada yang akan menjadi “Iblis,” karena memang telah dinubuatkan oleh kitab suci bahwa salah satu dari mereka yang makan sehidangan dengan Tuhan akan berkhianat terhadap-Nya (Mzm. 41:10). Dalam Kisah Rasul 1:16 Petrus juga menyatakan adanya pengkhianatan salah satu orang yang dekat dengan Tuhan Yesus, benar-benar telah dinubuatkan. Petrus menyebut nama Yudas sebagai pengkhianatnya, sebab kejadian pengkhianatan telah terjadi dan terbukti Yudaslah pelakunya. Petrus perlu menyatakan itu untuk menunjukkan bukti bahwa Yesus Kristus adalah Mesias yang dijanjikan oleh Allah dan yang telah dinubuatkan oleh Alkitab. Hal ini sangat dibutuhkan oleh manusia pada zaman itu yang memandang Yesus hanya seorang anak tukang kayu yang lahir dan hidup di tengah-tengah mereka. Dengan mengemukakan nubuatan tersebut, menunjukkan bahwa Yesus bukan manusia sembarangan, tetapi Dia adalah Mesias yang dijanjikan.
https://overcast.fm/+IqOAm2rNA
Truth Daily Enlightenment 24 Mei 2019 KESEMPATAN DALAM PILIHAN
Tuhan memilih Saul sebagai raja, tetapi ternyata Saul tidak menjadi raja yang baik. Ia tidak taat kepada Allah. Ia harus diturunkan dari takhtanya dan Daud menggantikan takhtanya. Apakah dalam hal ini Allah salah atau gagal memilih? Kalau kita ikuti perjalanan kisah pemilihan Saul sebagai raja, Saul dipilih Tuhan sebagai raja dengan tanda yang jelas (1Sam. 9-10). Saul juga bukan orang yang jahat, ia berprestasi dalam pemerintahannya (1Sam. 11). Tetapi ketidaktaatannya yang “kecil” menjatuhkan dan membuat ia terbuang (1Sam. 13). Tentu Tuhan tidak merancang penolakan-Nya terhadap Saul. Saul sendiri yang menentukan nasib takhtanya dengan perilakunya yang tidak sesuai dengan kehendak Allah.
Hal yang sama terjadi pada pelayanan Tuhan Yesus, saat Tuhan Yesus memilih dua belas orang murid-Nya. Tetapi seperti yang kita ketahui, Yudas, salah satu orang pilihan-Nya tersebut berkhianat (Yoh. 6:70). Yudas gagal menjadi salah satu rasul. Apakah Tuhan Yesus salah memilih? Atau apakah ini berarti bahwa Tuhan gagal membina? Apakah Tuhan yang mendesain demikian? Karena pada kenyataannya bahwa ternyata Yudas bisa menolak anugerah keselamatan yang Tuhan Yesus tawarkan, demikian juga banyak orang Yahudi pada waktu itu. Kalau kita mengikuti perjalanan hidup Yudas, maka kita mendapati bahwa Yudas adalah orang yang terpilih dari 12 murid Tuhan Yesus (Mrk. 3:9). Dia termasuk murid yang penting, sebab ia menjadi pemegang kas atau bendahara (Yoh. 13:29). Yudas memang sudah terbiasa mencuri uang kas yang dipercayakan kepadanya (Yoh. 12:6). Kalau ia bermaksud menjual Tuhan Yesus atau berkhianat kepada-Nya, hal ini terjadi karena Yudas memang sudah terbiasa berlaku jahat.
Ketika di perjamuan terakhir, Tuhan mengatakan bahwa ada satu di antara murid-murid yang akan menyerahkan diri-Nya. Pernyataan itu bisa jadi sebagai peringatan kepada Yudas, tetapi Yudas mengeraskan hati. Iblis membisikkan rencananya kepada Yudas (Yoh. 13:2). Yudas seharusnya menolak, tetapi ia tetap menerima rencana tersebut. Akhirnya Tuhan memberikan roti dan ia kerasukan Iblis (Yoh. 13:27). Dan Yudas tidak hanya kerasukan Iblis pada saat itu saja, bahkan sebelumnya dia sudah pernah kerasukan Iblis (Luk. 22:3). Tentu Iblis yang masuk dalam diri Yudas bukan karena dikehendaki oleh Allah. Yudas sendiri yang membuka dirinya untuk bersekutu dengan kuasa jahat tersebut, sehingga ia melakukan tindakan yang salah. Kesalahan Yudas yang membuat ia tertolak dari Allah, bukan karena Tuhan yang menentukan atau menetapkan, tetapi karena keputusan dan pilihan Yudas sendiri.
Ketika ia tidak bisa diperingatkan oleh Tuhan, ia mengeraskan hati dan tidak bertobat, maka ia memilih berada di pihak Iblis dan Iblis menyambutnya. Ia tidak bisa berbalik untuk bertobat dengan benar, walau ia sadar perbuatannya salah (Mat. 27:3). Akhir cerita kehidupan Yudas sungguh tragis, Yudas mati bunuh diri. Alkitab mencatat bahwa itu upah dari kejahatannya (Kis. 1:18). Semua itu dilakukan dengan kesadaran, bukan karena Yudas lupa diri. Yudas telah membangun sikap hati yang salah. Ia mencintai uang, sampai Tuhannya sendiri dikhianati hanya untuk 30 keping perak. Tentu di sini kita bisa melihat bahwa Yudas tidak membangun sikap hati dalam sehari, tetapi melalui waktu yang panjang. Waktu yang panjang tersebut menunjukkan apa yang dia pilih.
Tentu Tuhan tahu bahwa Yudas tidak jujur, masih suka mencuri. Mengapa Tuhan memberi peluang Yudas mencuri dengan menjadikan dia sebagai pemegang kas (bendahara)? Tentu Tuhan tidak bermaksud menjebak, apalagi menyesatkan. Kalau Tuhan Yesus menjadikan Yudas sebagai pemegang kas, karena Tuhan hendak memberi kesempatan Yudas untuk bisa menyembuhkan “penyakit” moralnya, yaitu ketidakjujuran. Tetapi Yudas memilih untuk tidak sembuh dan mati, daripada sembuh dan hidup. Dengan demikian, nasib atau keadaan Yudas ditentukan oleh Yudas sendiri. Bukan ditentukan oleh Tuhan seperti pandangan beberapa orang Kristen.
Dari kisah Yudas tersebut, ada teolog-teolog yang mencoba memformulasikan suatu premis bahwa Allah menentukan dan menetapkan orang untuk selamat, di lain pihak juga menentukan atau menetapkan orang untuk binasa. Dalam hal ini Yudas menjadi contohnya. Dalam bagian lain juga mengutip kisah dalam Keluaran mengenai Firaun dan menafsirkan bahwa Allah sengaja mengeraskan hati Firaun agar Allah bisa membebaskan bangsa Israel dari perbudakan bangsa Mesir. Padahal Tuhan mengeraskan hati Firaun sebab memang dia sudah berkeadaan jahat dan tidak bisa diperbaiki lagi. Memang pada dasarnya Firaun tidak akan membebaskan bangsa Israel dari Mesir.
https://overcast.fm/+IqOAiDxJY
Hal yang sama terjadi pada pelayanan Tuhan Yesus, saat Tuhan Yesus memilih dua belas orang murid-Nya. Tetapi seperti yang kita ketahui, Yudas, salah satu orang pilihan-Nya tersebut berkhianat (Yoh. 6:70). Yudas gagal menjadi salah satu rasul. Apakah Tuhan Yesus salah memilih? Atau apakah ini berarti bahwa Tuhan gagal membina? Apakah Tuhan yang mendesain demikian? Karena pada kenyataannya bahwa ternyata Yudas bisa menolak anugerah keselamatan yang Tuhan Yesus tawarkan, demikian juga banyak orang Yahudi pada waktu itu. Kalau kita mengikuti perjalanan hidup Yudas, maka kita mendapati bahwa Yudas adalah orang yang terpilih dari 12 murid Tuhan Yesus (Mrk. 3:9). Dia termasuk murid yang penting, sebab ia menjadi pemegang kas atau bendahara (Yoh. 13:29). Yudas memang sudah terbiasa mencuri uang kas yang dipercayakan kepadanya (Yoh. 12:6). Kalau ia bermaksud menjual Tuhan Yesus atau berkhianat kepada-Nya, hal ini terjadi karena Yudas memang sudah terbiasa berlaku jahat.
Ketika di perjamuan terakhir, Tuhan mengatakan bahwa ada satu di antara murid-murid yang akan menyerahkan diri-Nya. Pernyataan itu bisa jadi sebagai peringatan kepada Yudas, tetapi Yudas mengeraskan hati. Iblis membisikkan rencananya kepada Yudas (Yoh. 13:2). Yudas seharusnya menolak, tetapi ia tetap menerima rencana tersebut. Akhirnya Tuhan memberikan roti dan ia kerasukan Iblis (Yoh. 13:27). Dan Yudas tidak hanya kerasukan Iblis pada saat itu saja, bahkan sebelumnya dia sudah pernah kerasukan Iblis (Luk. 22:3). Tentu Iblis yang masuk dalam diri Yudas bukan karena dikehendaki oleh Allah. Yudas sendiri yang membuka dirinya untuk bersekutu dengan kuasa jahat tersebut, sehingga ia melakukan tindakan yang salah. Kesalahan Yudas yang membuat ia tertolak dari Allah, bukan karena Tuhan yang menentukan atau menetapkan, tetapi karena keputusan dan pilihan Yudas sendiri.
Ketika ia tidak bisa diperingatkan oleh Tuhan, ia mengeraskan hati dan tidak bertobat, maka ia memilih berada di pihak Iblis dan Iblis menyambutnya. Ia tidak bisa berbalik untuk bertobat dengan benar, walau ia sadar perbuatannya salah (Mat. 27:3). Akhir cerita kehidupan Yudas sungguh tragis, Yudas mati bunuh diri. Alkitab mencatat bahwa itu upah dari kejahatannya (Kis. 1:18). Semua itu dilakukan dengan kesadaran, bukan karena Yudas lupa diri. Yudas telah membangun sikap hati yang salah. Ia mencintai uang, sampai Tuhannya sendiri dikhianati hanya untuk 30 keping perak. Tentu di sini kita bisa melihat bahwa Yudas tidak membangun sikap hati dalam sehari, tetapi melalui waktu yang panjang. Waktu yang panjang tersebut menunjukkan apa yang dia pilih.
Tentu Tuhan tahu bahwa Yudas tidak jujur, masih suka mencuri. Mengapa Tuhan memberi peluang Yudas mencuri dengan menjadikan dia sebagai pemegang kas (bendahara)? Tentu Tuhan tidak bermaksud menjebak, apalagi menyesatkan. Kalau Tuhan Yesus menjadikan Yudas sebagai pemegang kas, karena Tuhan hendak memberi kesempatan Yudas untuk bisa menyembuhkan “penyakit” moralnya, yaitu ketidakjujuran. Tetapi Yudas memilih untuk tidak sembuh dan mati, daripada sembuh dan hidup. Dengan demikian, nasib atau keadaan Yudas ditentukan oleh Yudas sendiri. Bukan ditentukan oleh Tuhan seperti pandangan beberapa orang Kristen.
Dari kisah Yudas tersebut, ada teolog-teolog yang mencoba memformulasikan suatu premis bahwa Allah menentukan dan menetapkan orang untuk selamat, di lain pihak juga menentukan atau menetapkan orang untuk binasa. Dalam hal ini Yudas menjadi contohnya. Dalam bagian lain juga mengutip kisah dalam Keluaran mengenai Firaun dan menafsirkan bahwa Allah sengaja mengeraskan hati Firaun agar Allah bisa membebaskan bangsa Israel dari perbudakan bangsa Mesir. Padahal Tuhan mengeraskan hati Firaun sebab memang dia sudah berkeadaan jahat dan tidak bisa diperbaiki lagi. Memang pada dasarnya Firaun tidak akan membebaskan bangsa Israel dari Mesir.
https://overcast.fm/+IqOAiDxJY
TRUTH | Mei 2019 23. KESELAMATAN UNTUK SEMUA ORANG
Tuhan memilih Israel keluar dari Mesir untuk ditempatkan di Kanaan, tanah perjanjian. Tetapi, ternyata sebagian besar mereka mati di padang gurun (1Kor. 10:5-6,11-12). Kegagalan tersebut apakah disebabkan oleh pihak Tuhan - karena Tuhan tidak sanggup memindahkan bangsa itu ke Mesir - atau karena bangsa Israel sendiri yg keras kepala? Dalam Ibrani 3:7-9 dikemukakan bahwa bangsa Israel mengeraskan hati, tidak mau taat kepada Allah, walaupun selama 40 tahun mereka telah melihat perbuatan2 Tuhan. Dari tulisan ini nampak bahwa Tuhan sudah “berusaha” menunjukkan perbuatan besar-Nya agar mereka dengar2-an, tetapi ternyata mereka memutuskan tidak percaya. Jadi, kalau sebagian besar bangsa tersebut tidak diperkenankan masuk tanah Kanaan, sebab mereka tidak dengar2-an atau keras kepala serta tidak mau bertobat.
Seharusnya dg melihat perbuatan Tuhan yg besar, mereka bisa bertobat. Tetapi mereka keras kepala. Berkaitan dg hal ini, tidak ditemukan penjelasan bila Tuhan mengeraskan hati mereka supaya tidak selamat. Kecuali dikatakan bahwa ber-ulang2 kali Tuhan memberi kesempatan kepada mereka untuk bertobat tetapi mereka tidak bertobat, maka Tuhan mengeraskan hati mereka. Kasus ini sangat berbeda dg orang2 yg hatinya dikeraskan oleh Tuhan, terutama mereka, bangsa2 kafir atau orang2 yg tidak layak menerima anugerah karena kejahatan mereka (Yoh.11:20,30; Kel.4:21; 7:3; 9:12; 10:1,20,27; 11:10,14,17). Kalau dalam berbagai kesempatan Tuhan mengeraskan hati orang2 tertentu, hal ini hendaknya tidak menjadi ukuran umum, sebab Tuhan pasti memiliki alasan mengapa hati mereka harus dikeraskan.
Dalam suratnya Paulus mengatakan bahwa semua yg tertulis di Alkitab Perjanjian Lama menjadi contoh bagi kita. Menjadi contoh artinya bahwa kegagalan sebagian besar orang Israel sampai Kanaan merupakan peringatan bagi kita. Hal ini menunjukkan bahwa orang yg mengaku Kristen, bahkan merasa sebagai orang percaya, bisa mengalami hal yg sama. Dalam tulisannya ini Paulus hendak menganalogikan kegagalan sebagian bangsa Israel dg perjalanan hidup orang percaya. Perhatikan kalimat: “Semuanya ini telah terjadi sebagai contoh bagi kita untuk memperingatkan kita” (1Kor. 10:6). Ditegaskan kembali di ayat 11: “Semuanya ini telah menimpa mereka sebagai contoh dan dituliskan untuk menjadi peringatan bagi kita yang hidup pada waktu, di mana zaman akhir telah tiba.” Walaupun sebagian mereka adalah umat pilihan karena nenek moyang, tetapi karena mereka menolak Injil, maka mereka berstatus sebagai seteru (musuh) Allah. Bagaimana ini bisa terjadi? Ya, walaupun Allah memilih mereka sebagai umat pilihan anak keturunan Abraham, tetapi kalau mereka menolak Tuhan Yesus Kristus, maka mereka pun ditolak Allah. Di satu pihak Allah memilih, tetapi lain pihak mereka menolak untuk dipilih menjadi umat pilihan Perjanjian Baru, maka mereka binasa.
Fakta bahwa Tuhan mengerat orang2 pilihan-Nya, diteguhkan dalam Roma 11:17-24. Dalam tulisannya, Paulus menunjukkan bahwa kalau cabang asli - yaitu bangsa Israel bisa dipotong - demikian pula dg batang cangkokan, yaitu orang Kristen dari berbagai suku bangsa. Di ayat 22 tertulis: “Sebab itu perhatikanlah kemurahan Allah dan juga kekerasan-Nya, yaitu kekerasan atas orang-orang yang telah jatuh, tetapi atas kamu kemurahan-Nya, yaitu jika kamu tetap dalam kemurahan-Nya; jika tidak, kamu pun akan dipotong juga.” Dalam ayat ini Paulus bukan hanya menunjukkan kemurahan hati Allah, tetapi juga kekerasan-Nya. Ini berarti kita harus memperhatikan sifat Allah yg oleh karenanya terbangun sebuah tatanan. Dg mengenal Dia, maka kita dapat bersikap secara benar atau patut. Jadi, pengenalan akan Tuhan menentukan kualitas sikap kita terhadap Dia. Hal ini mengindikasikan bahwa keselamatan juga tergantung respon individu.
Dalam Matius 23:37 tertulis, “Yerusalem, Yerusalem, engkau yang membunuh nabi-nabi dan melempari dengan batu orang-orang yang diutus kepadamu! Berkali-kali Aku rindu mengumpulkan anak-anakmu, sama seperti induk ayam mengumpulkan anak-anaknya di bawah sayapnya, tetapi kamu tidak mau.” Dari pernyataan Tuhan Yesus ini jelas sekali bahwa Tuhan sudah berusaha untuk menyelamatkan bangsa itu tetapi mereka “tidak mau,” bukan karena Tuhan yg mengeraskan hati mereka atau membuat mereka tidak bisa menolak anugerah. Dalam hal ini, tidak mungkin Tuhan “bersandiwara,” sementara Ia menyelamatkan bangsa Israel tetapi diam2 di sisi lain Ia mengeraskan hati mereka agar tidak bisa menerima anugerah. Fakta yg tidak bisa dibantah adalah bangsa itu bisa menolak anugerah-Nya. Dalam hal ini tidak bermaksud melecehkan kemahakuasaan Allah atau kedaulatan-Nya. Dg hormat kita mengakui bahwa dalam kemahakuasaan-Nya, Ia berdaulat memberi manusia kehendak untuk menentukan keadaannya atau merespon tindakan Penciptanya.
https://overcast.fm/+IqODev8oY
Seharusnya dg melihat perbuatan Tuhan yg besar, mereka bisa bertobat. Tetapi mereka keras kepala. Berkaitan dg hal ini, tidak ditemukan penjelasan bila Tuhan mengeraskan hati mereka supaya tidak selamat. Kecuali dikatakan bahwa ber-ulang2 kali Tuhan memberi kesempatan kepada mereka untuk bertobat tetapi mereka tidak bertobat, maka Tuhan mengeraskan hati mereka. Kasus ini sangat berbeda dg orang2 yg hatinya dikeraskan oleh Tuhan, terutama mereka, bangsa2 kafir atau orang2 yg tidak layak menerima anugerah karena kejahatan mereka (Yoh.11:20,30; Kel.4:21; 7:3; 9:12; 10:1,20,27; 11:10,14,17). Kalau dalam berbagai kesempatan Tuhan mengeraskan hati orang2 tertentu, hal ini hendaknya tidak menjadi ukuran umum, sebab Tuhan pasti memiliki alasan mengapa hati mereka harus dikeraskan.
Dalam suratnya Paulus mengatakan bahwa semua yg tertulis di Alkitab Perjanjian Lama menjadi contoh bagi kita. Menjadi contoh artinya bahwa kegagalan sebagian besar orang Israel sampai Kanaan merupakan peringatan bagi kita. Hal ini menunjukkan bahwa orang yg mengaku Kristen, bahkan merasa sebagai orang percaya, bisa mengalami hal yg sama. Dalam tulisannya ini Paulus hendak menganalogikan kegagalan sebagian bangsa Israel dg perjalanan hidup orang percaya. Perhatikan kalimat: “Semuanya ini telah terjadi sebagai contoh bagi kita untuk memperingatkan kita” (1Kor. 10:6). Ditegaskan kembali di ayat 11: “Semuanya ini telah menimpa mereka sebagai contoh dan dituliskan untuk menjadi peringatan bagi kita yang hidup pada waktu, di mana zaman akhir telah tiba.” Walaupun sebagian mereka adalah umat pilihan karena nenek moyang, tetapi karena mereka menolak Injil, maka mereka berstatus sebagai seteru (musuh) Allah. Bagaimana ini bisa terjadi? Ya, walaupun Allah memilih mereka sebagai umat pilihan anak keturunan Abraham, tetapi kalau mereka menolak Tuhan Yesus Kristus, maka mereka pun ditolak Allah. Di satu pihak Allah memilih, tetapi lain pihak mereka menolak untuk dipilih menjadi umat pilihan Perjanjian Baru, maka mereka binasa.
Fakta bahwa Tuhan mengerat orang2 pilihan-Nya, diteguhkan dalam Roma 11:17-24. Dalam tulisannya, Paulus menunjukkan bahwa kalau cabang asli - yaitu bangsa Israel bisa dipotong - demikian pula dg batang cangkokan, yaitu orang Kristen dari berbagai suku bangsa. Di ayat 22 tertulis: “Sebab itu perhatikanlah kemurahan Allah dan juga kekerasan-Nya, yaitu kekerasan atas orang-orang yang telah jatuh, tetapi atas kamu kemurahan-Nya, yaitu jika kamu tetap dalam kemurahan-Nya; jika tidak, kamu pun akan dipotong juga.” Dalam ayat ini Paulus bukan hanya menunjukkan kemurahan hati Allah, tetapi juga kekerasan-Nya. Ini berarti kita harus memperhatikan sifat Allah yg oleh karenanya terbangun sebuah tatanan. Dg mengenal Dia, maka kita dapat bersikap secara benar atau patut. Jadi, pengenalan akan Tuhan menentukan kualitas sikap kita terhadap Dia. Hal ini mengindikasikan bahwa keselamatan juga tergantung respon individu.
Dalam Matius 23:37 tertulis, “Yerusalem, Yerusalem, engkau yang membunuh nabi-nabi dan melempari dengan batu orang-orang yang diutus kepadamu! Berkali-kali Aku rindu mengumpulkan anak-anakmu, sama seperti induk ayam mengumpulkan anak-anaknya di bawah sayapnya, tetapi kamu tidak mau.” Dari pernyataan Tuhan Yesus ini jelas sekali bahwa Tuhan sudah berusaha untuk menyelamatkan bangsa itu tetapi mereka “tidak mau,” bukan karena Tuhan yg mengeraskan hati mereka atau membuat mereka tidak bisa menolak anugerah. Dalam hal ini, tidak mungkin Tuhan “bersandiwara,” sementara Ia menyelamatkan bangsa Israel tetapi diam2 di sisi lain Ia mengeraskan hati mereka agar tidak bisa menerima anugerah. Fakta yg tidak bisa dibantah adalah bangsa itu bisa menolak anugerah-Nya. Dalam hal ini tidak bermaksud melecehkan kemahakuasaan Allah atau kedaulatan-Nya. Dg hormat kita mengakui bahwa dalam kemahakuasaan-Nya, Ia berdaulat memberi manusia kehendak untuk menentukan keadaannya atau merespon tindakan Penciptanya.
https://overcast.fm/+IqODev8oY
Truth Daily Enlightenment 22 Mei 2019 DITARIK OLEH ALLAH
Di dalam Yohanes 6:37,39 termuat kalimat “semua yang diberikan Bapa.” Kalimat ini mengesankan bahwa Bapa telah menentukan orang-orang yang pasti diselamatkan, dan yang pada akhirnya diserahkan kepada Tuhan Yesus. Kalimat ini harus dipahami secara mendalam dan tidak ceroboh. Kalimat “diberikan Bapa” harus dipahami bahwa Bapa memercayakan orang-orang tertentu kepada Putra-Nya untuk dipersiapkan menjadi penerus-Nya, yaitu murid-murid Tuhan Yesus. Itulah sebabnya dalam Doa Tuhan Yesus kepada Bapa di surga (Yoh. 17:12), Ia berkata: “Selama Aku bersama mereka, Aku memelihara mereka dalam nama-Mu, yaitu nama-Mu yang telah Engkau berikan kepada-Ku; Aku telah menjaga mereka dan tidak ada seorang pun dari mereka yang binasa selain dari pada dia yang telah ditentukan untuk binasa, supaya genaplah yang tertulis dalam Kitab Suci.” Tuhan Yesus harus memelihara orang-orang pilihan ini, selain yang telah ditentukan untuk binasa.
Kalimat “semua yang diberikan Bapa” ini sejajar dengan kalimat yang terdapat dalam ayat 44: “Tidak ada seorang pun yang dapat datang kepada-Ku, jikalau ia tidak ditarik oleh Bapa yang mengutus Aku…” Harus dipahami bahwa pernyataan ini sebagai jawaban atau respon ketika orang bersungut-sungut karena Tuhan Yesus menyatakan bahwa diri-Nya adalah roti yang turun dari surga. Mereka adalah orang-orang meragukan kemesiasan Tuhan Yesus, berhubung mereka mengenal asal usul Tuhan Yesus. Orang-orang ini tidak termasuk ke dalam kelompok orang-orang yang ditarik oleh Bapa. Namun demikian harus dipahami bahwa mereka yang ditarik Bapa bukan secara otomatis pasti masuk surga. “Ditarik oleh Bapa” berarti diberi kesempatan untuk ada di dekat Tuhan Yesus, tetapi apakah orang itu setia atau tidak, tergantung respon individu.
Ada kondisi tertentu yang memicu orang-orang Yahudi -khususnya tokoh-tokoh agama- sulit menerima Tuhan Yesus. Selain masyarakat Yahudi sangat monotheistis (percaya Allah itu esa), mereka juga tidak akan menerima kalau ada orang mengaku Anak Allah atau mengaku Mesias padahal jelas asal usul-Nya adalah anak tukang kayu dari Nazaret. Tetapi murid-murid Tuhan Yesus beserta serombongan besar orang-orang Yahudi lainnya -yang walaupun juga mengenal siapa Dia (anak tukang kayu)- tetap percaya kepada-Nya dan menerima-Nya sebagai yang berasal dari Allah. Kondisi tertentu diciptakan oleh Bapa untuk orang-orang tertentu supaya bisa ikut Yesus. Tetapi keberlangsungan orang yang ditarik oleh Bapa sampai kekekalan, tentu tergantung individu tersebut.
Kalau Alkitab menunjukkan bahwa Allah “menarik.” Kata “menarik” jangan dipahami secara dangkal atau kekanak-kanakan, seperti menarik jala atau menarik sesuatu. “Menarik” di sini bisa menunjuk pada suatu situasi dan kesempatan yang kondusif dengan segala sarananya yang diberikan Tuhan kepada seseorang atau suatu komunitas untuk dapat mendengar Injil atau mengenal dekat pribadi Tuhan Yesus. Kondusif di sini maksudnya adalah suasana yang mendukung tercapai tujuan, yaitu seseorang bisa mendengar Injil dan berpotensi untuk menerima Dia sebagai Mesias dengan baik. Tetapi apakah orang tersebut mengalami dan memiliki keselamatan tergantung respon masing-masing individu.
Sejajar dengan penjelasan di atas ini Tuhan Yesus mengatakan bahwa, “Tidak ada seorang pun dapat datang kepada-Nya, kalau Bapa tidak mengaruniakan kepadanya” (Yoh. 6:65). Kata mengaruniakan dalam teks aslinya adalah “didomi” yang artinya juga “diberikan.” Hal ini menunjukkan adanya orang-orang tertentu yang mendapat kesempatan khusus, yaitu suasana kondusif untuk mengenal dekat Tuhan Yesus. Ternyata memang hanya orang-orang tertentu yang mendapat kesempatan istimewa untuk menjadi orang-orang dekat Tuhan Yesus, seperti murid-murid-Nya. Mereka adalah orang-orang yang ditarik oleh Bapa. Itulah sebabnya sebelum memilih murid-murid-Nya, Tuhan Yesus berdoa semalam-malaman (Luk. 6:12). Tentu hal ini bukan sesuatu yang kebetulan. Hasil doa semalaman inilah, maka terpilihlah murid-murid. Inilah orang-orang yang berkategori “ditarik oleh Bapa.”
Fakta yang tidak dapat dibantah adalah hanya orang-orang tertentu yang mendapat karunia untuk memiliki kesempatan mengenal dekat pribadi Tuhan Yesus. Namun demikian bukan jaminan mereka yang mendapat kesempatan tersebut pasti selamat atau tidak bisa menolak anugerah. Firman Tuhan mengatakan banyak yang dipanggil, sedikit yang dipilih (Mat. 22:14). Nikodemus sendiri walau diberi kesempatan langsung bertemu dengan Tuhan, tetapi ternyata ia tidak menerima keselamatan yang Tuhan tawarkan. Akhirnya ia tidak menjadi orang percaya. Hal ini tentu tergantung respon Nikodemus sendiri. Dalam Matius 22:1-14 jelas ditunjukkan bahwa ada orang-orang yang dipanggil secara khusus, tetapi mereka dalam kebebasannya memilih menolak. Hal ini berarti bukan semuanya yang ditarik Bapa pasti “lulus.” Selain banyak murid-murid mengundurkan diri, terdapat juga salah satu murid yang mengkhianati-Nya. Mereka sama-sama menerima kesempatan yang baik, tetapi tidak semua memanfaatkan kesempatan tersebut. Suasana kondusif tersebut tidak dimanfaatkan dengan baik, sehingga mereka tetap menolak anugerah yang tersedia.
https://overcast.fm/+IqODBsLcM
Kalimat “semua yang diberikan Bapa” ini sejajar dengan kalimat yang terdapat dalam ayat 44: “Tidak ada seorang pun yang dapat datang kepada-Ku, jikalau ia tidak ditarik oleh Bapa yang mengutus Aku…” Harus dipahami bahwa pernyataan ini sebagai jawaban atau respon ketika orang bersungut-sungut karena Tuhan Yesus menyatakan bahwa diri-Nya adalah roti yang turun dari surga. Mereka adalah orang-orang meragukan kemesiasan Tuhan Yesus, berhubung mereka mengenal asal usul Tuhan Yesus. Orang-orang ini tidak termasuk ke dalam kelompok orang-orang yang ditarik oleh Bapa. Namun demikian harus dipahami bahwa mereka yang ditarik Bapa bukan secara otomatis pasti masuk surga. “Ditarik oleh Bapa” berarti diberi kesempatan untuk ada di dekat Tuhan Yesus, tetapi apakah orang itu setia atau tidak, tergantung respon individu.
Ada kondisi tertentu yang memicu orang-orang Yahudi -khususnya tokoh-tokoh agama- sulit menerima Tuhan Yesus. Selain masyarakat Yahudi sangat monotheistis (percaya Allah itu esa), mereka juga tidak akan menerima kalau ada orang mengaku Anak Allah atau mengaku Mesias padahal jelas asal usul-Nya adalah anak tukang kayu dari Nazaret. Tetapi murid-murid Tuhan Yesus beserta serombongan besar orang-orang Yahudi lainnya -yang walaupun juga mengenal siapa Dia (anak tukang kayu)- tetap percaya kepada-Nya dan menerima-Nya sebagai yang berasal dari Allah. Kondisi tertentu diciptakan oleh Bapa untuk orang-orang tertentu supaya bisa ikut Yesus. Tetapi keberlangsungan orang yang ditarik oleh Bapa sampai kekekalan, tentu tergantung individu tersebut.
Kalau Alkitab menunjukkan bahwa Allah “menarik.” Kata “menarik” jangan dipahami secara dangkal atau kekanak-kanakan, seperti menarik jala atau menarik sesuatu. “Menarik” di sini bisa menunjuk pada suatu situasi dan kesempatan yang kondusif dengan segala sarananya yang diberikan Tuhan kepada seseorang atau suatu komunitas untuk dapat mendengar Injil atau mengenal dekat pribadi Tuhan Yesus. Kondusif di sini maksudnya adalah suasana yang mendukung tercapai tujuan, yaitu seseorang bisa mendengar Injil dan berpotensi untuk menerima Dia sebagai Mesias dengan baik. Tetapi apakah orang tersebut mengalami dan memiliki keselamatan tergantung respon masing-masing individu.
Sejajar dengan penjelasan di atas ini Tuhan Yesus mengatakan bahwa, “Tidak ada seorang pun dapat datang kepada-Nya, kalau Bapa tidak mengaruniakan kepadanya” (Yoh. 6:65). Kata mengaruniakan dalam teks aslinya adalah “didomi” yang artinya juga “diberikan.” Hal ini menunjukkan adanya orang-orang tertentu yang mendapat kesempatan khusus, yaitu suasana kondusif untuk mengenal dekat Tuhan Yesus. Ternyata memang hanya orang-orang tertentu yang mendapat kesempatan istimewa untuk menjadi orang-orang dekat Tuhan Yesus, seperti murid-murid-Nya. Mereka adalah orang-orang yang ditarik oleh Bapa. Itulah sebabnya sebelum memilih murid-murid-Nya, Tuhan Yesus berdoa semalam-malaman (Luk. 6:12). Tentu hal ini bukan sesuatu yang kebetulan. Hasil doa semalaman inilah, maka terpilihlah murid-murid. Inilah orang-orang yang berkategori “ditarik oleh Bapa.”
Fakta yang tidak dapat dibantah adalah hanya orang-orang tertentu yang mendapat karunia untuk memiliki kesempatan mengenal dekat pribadi Tuhan Yesus. Namun demikian bukan jaminan mereka yang mendapat kesempatan tersebut pasti selamat atau tidak bisa menolak anugerah. Firman Tuhan mengatakan banyak yang dipanggil, sedikit yang dipilih (Mat. 22:14). Nikodemus sendiri walau diberi kesempatan langsung bertemu dengan Tuhan, tetapi ternyata ia tidak menerima keselamatan yang Tuhan tawarkan. Akhirnya ia tidak menjadi orang percaya. Hal ini tentu tergantung respon Nikodemus sendiri. Dalam Matius 22:1-14 jelas ditunjukkan bahwa ada orang-orang yang dipanggil secara khusus, tetapi mereka dalam kebebasannya memilih menolak. Hal ini berarti bukan semuanya yang ditarik Bapa pasti “lulus.” Selain banyak murid-murid mengundurkan diri, terdapat juga salah satu murid yang mengkhianati-Nya. Mereka sama-sama menerima kesempatan yang baik, tetapi tidak semua memanfaatkan kesempatan tersebut. Suasana kondusif tersebut tidak dimanfaatkan dengan baik, sehingga mereka tetap menolak anugerah yang tersedia.
https://overcast.fm/+IqODBsLcM
Truth Daily Enlightenment 21 Mei 2019 PENERIMAAN TUHAN
Untuk menemukan kebenaran mengenai pemilihan dan penentuan Tuhan atas keselamatan seseorang, kita perlu memeriksa beberapa ayat yang penting untuk ditelaah. Tidak dapat dibantah terdapat ayat-ayat yang mengesankan bahwa setiap orang yang dipanggil Tuhan pasti selamat atau tidak bisa menolak anugerah-Nya. Dalam Yohanes 6:37-39 Tuhan Yesus berkata: “Semua yang diberikan Bapa kepada-Ku akan datang kepada-Ku, dan barangsiapa datang kepada-Ku, ia tidak akan Kubuang. Sebab Aku telah turun dari surga bukan untuk melakukan kehendak-Ku, tetapi untuk melakukan kehendak Dia yang telah mengutus Aku. Dan Inilah kehendak Dia yang telah mengutus Aku, yaitu supaya dari semua yang telah diberikan-Nya kepada-Ku jangan ada yang hilang, tetapi supaya Kubangkitkan pada akhir zaman.” Dari ayat-ayat ini terdapat kalimat yang mengesankan bahwa setiap orang yang datang kepada Tuhan pasti selamat atau tidak bisa binasa lagi. Benarkah demikian? Mari kita periksa dengan teliti dan jujur satu per satu.
Pertama, kalimat “dan barangsiapa datang kepada-Ku, ia tidak akan Kubuang.” Kata “membuang” di sini dalam teks aslinya adalah ekballo (ἐκβάλλω) yang dapat diterjemahkan to eject (menyemburkan, mengusir); cast out (membuang). Dalam Alkitab terjemahan lama diterjemahkan, “sekali-kali tiada Aku akan menolak dia.” Teks ini berarti bahwa Tuhan tidak akan menolak orang yang datang kepada-Nya. Kalimat ini harus dipahami (jika dilihat dari subyek atau sudut Tuhan) bahwa Tuhan tidak akan membuang atau menolak orang yang datang kepada-Nya. Kalimat kedua adalah “supaya dari semua yang telah diberikan-Nya kepada-Ku jangan ada yang hilang.” Kata “hilang” dalam teks ini adalah apollumi (ἀπόλλυμι) yang artinya destroy (menghancurkan) atau lose (hilang). Kalimat ini juga harus dipahami (kalau dilihat dari subyek atau sudut Tuhan) bahwa Tuhan tidak akan membuat terhilang atau membinasakan orang yang datang kepada-Nya.
Jika dua kalimat di atas dilihat dari sudut manusia, maka kesan yang ditimbulkan bisa berbeda. Dari pihak Tuhan, pasti Tuhan tidak akan membuang, menolak, atau membinasakan orang yang datang kepada-Nya, tetapi kalau manusianya sendiri tidak mau datang atau tidak mau “tetap tinggal” di dalam Tuhan, maka Tuhan pun tidak bisa memaksa (Luk. 22:28; 2Yoh. 1:9). Dalam Lukas 22:8 Tuhan Yesus menunjukkan bahwa tidak semua orang setia sampai akhir. Kalimat “tetap tinggal” dalam teks aslinya adalah diameno, yang artinya to stay constantly (tetap tinggal terus menerus). Tuhan Yesus berkata: “Tetapi orang yang bertahan sampai pada kesudahannya akan selamat” (Mat. 24:13). Kata “bertahan” dalam teks aslinya hupomeinas yang artinya abide, endure (tetap menetap dan bertahan). Hal ini menunjukkan kesetiaan. Di kitab Wahyu berulang-ulang Firman Tuhan menganjurkan agar orang percaya setia sampai mati (Why. 2:10; 17:14).
Demikian pula dengan kisah bangsa Israel yang meminta raja (1Sam. 8-9). Sebenarnya Tuhan tidak menghendaki bangsa itu meminta raja, bahkan hal itu melukai hati Tuhan. Tetapi Tuhan tidak memaksakan kehendak-Nya. Tuhan meluluskan permintaan bangsa tersebut, tentu dengan risiko yang harus mereka tanggung. Tuhan tidak memaksa orang untuk tetap mengikut Dia. Dalam Yohanes 6:66 tercatat bahwa Tuhan membiarkan orang mengundurkan diri dan tidak lagi mengikut Dia. Dari uraian di atas bisa disimpulkan bahwa orang bisa tertolak bukan karena Tuhan yang menolak, tetapi manusianya yang menolak Tuhan. Seperti contoh yang lain, yaitu orang kaya yang dikisahkan dalam Matius 19, ia datang kepada Tuhan dan Tuhan memberi syarat untuk memiliki hidup yang berkualitas (hidup kekal). Ia berkeberatan menjual hartanya dan membagikannya kepada orang miskin (Mat. 19:16-26). Ia menolak tuntutan Tuhan. Ia pergi sebab hartanya banyak. Tuhan membiarkan dia pergi. Tuhan tidak memaksa orang mengikut Dia. Dalam Matius 23:37 Tuhan Yesus menyatakan bahwa Allah sudah berusaha untuk menyelamatkan bangsa itu tetapi mereka “tidak mau”. Bukan karena Tuhan yang mengeraskan hati, tetapi karena pada dasarnya mereka memang tidak mau.
Kalau orang tidak setia, tentu Tuhan tidak bisa menyelamatkannya. Dalam hal ini Tuhan tidak memaksa seseorang untuk setia. Memaksa seseorang untuk setia tidak menciptakan kesetiaan yang sejati. Memaksa bukanlah tindakan Tuhan atau bukan hakikat Tuhan (Mat. 11:28-29; Yoh. 1:12). Di dalam Matius 11:28-29, Tuhan Yesus mendeklarasikan diri sebagai Pribadi yang lemah lembut. Lemah lembut artinya pribadi yang tidak memaksakan kehendaknya kepada orang lain. Kalau Yohanes 6:37-39 hanya dilihat dari sudut pandang Tuhan saja, maka akan terjadi kesalahan dalam memahami kebenaran mengenai keselamatan. Dalam hal ini kita harus teliti memperhatikan setiap ayat dalam Alkitab. Sebagai perbandingannya, Yesus berkata bahwa hanya orang yang melakukan kehendak Bapa saja yang masuk ke dalam Kerajaan Surga. Bila hal ini ditinjau dari sudut pandang manusia, maka sudut pandang ini menunjukkan bahwa keselamatan dapat terjadi oleh korban Kristus dan orang dapat melakukan kehendak Bapa pun karena fasilitas keselamatan yang tersedia oleh korban Kristus, yaitu Roh Kudus, Injil, dan penggarapan Allah melalui segala kejadian hidup. Dalam hal ini sangat jelas bahwa Allah tidak memaksakan kehendak-Nya.
https://overcast.fm/+IqOB_x7FM
Pertama, kalimat “dan barangsiapa datang kepada-Ku, ia tidak akan Kubuang.” Kata “membuang” di sini dalam teks aslinya adalah ekballo (ἐκβάλλω) yang dapat diterjemahkan to eject (menyemburkan, mengusir); cast out (membuang). Dalam Alkitab terjemahan lama diterjemahkan, “sekali-kali tiada Aku akan menolak dia.” Teks ini berarti bahwa Tuhan tidak akan menolak orang yang datang kepada-Nya. Kalimat ini harus dipahami (jika dilihat dari subyek atau sudut Tuhan) bahwa Tuhan tidak akan membuang atau menolak orang yang datang kepada-Nya. Kalimat kedua adalah “supaya dari semua yang telah diberikan-Nya kepada-Ku jangan ada yang hilang.” Kata “hilang” dalam teks ini adalah apollumi (ἀπόλλυμι) yang artinya destroy (menghancurkan) atau lose (hilang). Kalimat ini juga harus dipahami (kalau dilihat dari subyek atau sudut Tuhan) bahwa Tuhan tidak akan membuat terhilang atau membinasakan orang yang datang kepada-Nya.
Jika dua kalimat di atas dilihat dari sudut manusia, maka kesan yang ditimbulkan bisa berbeda. Dari pihak Tuhan, pasti Tuhan tidak akan membuang, menolak, atau membinasakan orang yang datang kepada-Nya, tetapi kalau manusianya sendiri tidak mau datang atau tidak mau “tetap tinggal” di dalam Tuhan, maka Tuhan pun tidak bisa memaksa (Luk. 22:28; 2Yoh. 1:9). Dalam Lukas 22:8 Tuhan Yesus menunjukkan bahwa tidak semua orang setia sampai akhir. Kalimat “tetap tinggal” dalam teks aslinya adalah diameno, yang artinya to stay constantly (tetap tinggal terus menerus). Tuhan Yesus berkata: “Tetapi orang yang bertahan sampai pada kesudahannya akan selamat” (Mat. 24:13). Kata “bertahan” dalam teks aslinya hupomeinas yang artinya abide, endure (tetap menetap dan bertahan). Hal ini menunjukkan kesetiaan. Di kitab Wahyu berulang-ulang Firman Tuhan menganjurkan agar orang percaya setia sampai mati (Why. 2:10; 17:14).
Demikian pula dengan kisah bangsa Israel yang meminta raja (1Sam. 8-9). Sebenarnya Tuhan tidak menghendaki bangsa itu meminta raja, bahkan hal itu melukai hati Tuhan. Tetapi Tuhan tidak memaksakan kehendak-Nya. Tuhan meluluskan permintaan bangsa tersebut, tentu dengan risiko yang harus mereka tanggung. Tuhan tidak memaksa orang untuk tetap mengikut Dia. Dalam Yohanes 6:66 tercatat bahwa Tuhan membiarkan orang mengundurkan diri dan tidak lagi mengikut Dia. Dari uraian di atas bisa disimpulkan bahwa orang bisa tertolak bukan karena Tuhan yang menolak, tetapi manusianya yang menolak Tuhan. Seperti contoh yang lain, yaitu orang kaya yang dikisahkan dalam Matius 19, ia datang kepada Tuhan dan Tuhan memberi syarat untuk memiliki hidup yang berkualitas (hidup kekal). Ia berkeberatan menjual hartanya dan membagikannya kepada orang miskin (Mat. 19:16-26). Ia menolak tuntutan Tuhan. Ia pergi sebab hartanya banyak. Tuhan membiarkan dia pergi. Tuhan tidak memaksa orang mengikut Dia. Dalam Matius 23:37 Tuhan Yesus menyatakan bahwa Allah sudah berusaha untuk menyelamatkan bangsa itu tetapi mereka “tidak mau”. Bukan karena Tuhan yang mengeraskan hati, tetapi karena pada dasarnya mereka memang tidak mau.
Kalau orang tidak setia, tentu Tuhan tidak bisa menyelamatkannya. Dalam hal ini Tuhan tidak memaksa seseorang untuk setia. Memaksa seseorang untuk setia tidak menciptakan kesetiaan yang sejati. Memaksa bukanlah tindakan Tuhan atau bukan hakikat Tuhan (Mat. 11:28-29; Yoh. 1:12). Di dalam Matius 11:28-29, Tuhan Yesus mendeklarasikan diri sebagai Pribadi yang lemah lembut. Lemah lembut artinya pribadi yang tidak memaksakan kehendaknya kepada orang lain. Kalau Yohanes 6:37-39 hanya dilihat dari sudut pandang Tuhan saja, maka akan terjadi kesalahan dalam memahami kebenaran mengenai keselamatan. Dalam hal ini kita harus teliti memperhatikan setiap ayat dalam Alkitab. Sebagai perbandingannya, Yesus berkata bahwa hanya orang yang melakukan kehendak Bapa saja yang masuk ke dalam Kerajaan Surga. Bila hal ini ditinjau dari sudut pandang manusia, maka sudut pandang ini menunjukkan bahwa keselamatan dapat terjadi oleh korban Kristus dan orang dapat melakukan kehendak Bapa pun karena fasilitas keselamatan yang tersedia oleh korban Kristus, yaitu Roh Kudus, Injil, dan penggarapan Allah melalui segala kejadian hidup. Dalam hal ini sangat jelas bahwa Allah tidak memaksakan kehendak-Nya.
https://overcast.fm/+IqOB_x7FM
Truth Daily Enlightenment 20 Mei 2019 MELAKUKAN KEHENDAK BAPA
Dalam Matius 7:21-23 terdapat pernyataan dari Tuhan Yesus bahwa orang-orang yang tidak melakukan kehendak Bapa ditolak masuk Kerajaan Surga. Konteks ayat ini memang menunjuk kepada nabi-nabi palsu, yaitu orang-orang yang mengaku hamba Tuhan dan telah mengadakan banyak mukjizat, bernubuat, dan menyembuhkan orang sakit, tetapi tidak melakukan kehendak Bapa. Hal ini mengajarkan kepada semua orang percaya: Pertama, jabatan “hamba Tuhan” yang sudah aktif dalam kegiatan pelayanan tidak menjamin memiliki hidup berkenan kepada Tuhan. Kedua, apa pun dan siapa pun yang mengaku Yesus sebagai Tuhan harus melakukan kehendak Bapa. Walaupun seseorang mengaku bahwa Yesus adalah Tuhan, kalau tidak melakukan kehendak Bapa, tetap terbuang dari hadapan Tuhan. Dalam hal ini percaya berarti bertindak, sesuai dengan pengertian kata percaya (Yun. Pisteuo), menyerahkan diri kepada obyek yang dipercaya.
Untuk umat pilihan, standar melakukan kehendak Bapa adalah seperti yang Tuhan Yesus lakukan. Jadi bila kehidupan kita belum seperti Yesus atau belum seperti yang Bapa kehendaki, itu berarti belum sesuai dengan kehendak-Nya. Selama masih belum seperti Bapa, maka itu berarti masih “luncas atau meleset.” Dosa dunia telah ditanggulangi oleh Tuhan Yesus Kristus. Semua orang yang “menerima-Nya” dimerdekakan dari kutuk dosa. Kutuk dosa artinya kemerdekaan dari akibat dosa Adam. Tetapi keadaan orang percaya harus diubah untuk mencapai standar yang Allah (Theos) kehendaki, artinya selalu bertindak sesuai dengan pikiran dan perasaan Allah. Dengan demikian, bagi orang percaya hukumnya adalah pikiran dan perasaan Allah yang harus dituruti. Hal ini sangat sukar dijangkau. Dituntut perjuangan segenap hidup tanpa batas. Itulah sebabnya Tuhan Yesus menghendaki agar mereka yang mau menjadi murid-Nya harus meninggalkan segala sesuatu (Luk. 14:33).
Sejatinya manusia diciptakan hanya untuk “hidup bagi Allah”, artinya bahwa orang percaya harus hidup hanya bagi kesenangan dan kepuasan Bapa. Untuk umat pilihan di zaman anugerah, melakukan hukum tidak cukup untuk dapat menyenangkan dan memuaskan hati Bapa. Kehendak Bapa tidak cukup diwakili hukum, tetapi melakukan kebaikan menurut Bapa. Kalau kebaikan keberagamaan pada umumnya diukur dari tindakan melakukan hukum, tetapi di dalam Kekristenan kebaikannya harus berstandar Bapa sendiri atau kesucian Bapa. Untuk ini orang percaya harus mengalami pembaharuan pikiran dari hari ke hari dan terus menerus sehingga mengerti kehendak Allah (Rm. 12:2). Mengerti kehendak Bapa berarti memiliki kepekaan terhadap pikiran dan perasaan Tuhan. Itulah sebabnya Tuhan mengutus Roh Kudus kepada orang percaya.
Sebelum Tuhan Yesus datang ke dunia, manusia dilestarikan oleh hukum agar manusia tidak punah. Tanpa hukum, manusia menjadi binatang yang saling membunuh. Ada hukum saja manusia masih saling membunuh, apalagi kalau tidak ada hukum. Jadi, hukum ditaruh Tuhan di hati manusia pada umumnya supaya manusia masih bisa dipertahankan eksistensinya (Rm. 2:12-15). Jadi, hukum diberikan agar manusia melakukan tindakan yang beradab dan membimbing manusia untuk menjadi tertib. Aspek lain hukum diberikan adalah untuk membuka mata pengertian manusia dan membuktikan bahwa manusia tidak sanggup melakukan kehendak Allah dengan sempurna. Dengan demikian manusia disadarkan untuk merasa membutuhkan Juruselamat yang menyelamatkan dan menuntunnya, guna dikembalikan ke rancangan semula yang mampu melakukan kehendak Allah (Bapa) dengan sempurna.
Agama Kristen bukanlah agama hukum, artinya kebenaran hidup atau kesalehan bukan dibangun dari melakukan serentetan hukum-hukum, tetapi memahami kebenaran Tuhan dan memperagakan kebenaran tersebut dengan pengertian. Dengan memahami kebenaran yang Tuhan Yesus ajarkan, seorang Kristen dapat memiliki kelenturan untuk dapat mengenakan pribadi Kristus. Mengenakan pribadi Kristus sama dengan memperagakan seluruh pikiran dan perasaan-Nya. Isi dari kehidupan Yesus yang terpancar dari pribadi-Nya adalah melakukan kehendak Bapa dan menyelesaikan pekerjaan-Nya (Yoh. 4:34). Inilah goal dari pelayanan gereja yang tidak boleh ditukar atau dikurangi nilainya.
Jika goal di atas tidak tercapai, berarti tidak melakukan kehendak Bapa. Ini berarti sebuah kegagalan yang mengakibatkan seseorang tertolak untuk masuk Kerajaan Surga. Dalam hal ini tegas dan jelas sekali maksud pernyataan Tuhan Yesus dalam Matius 7:21 – “Bukan setiap orang yang berseru kepada-Ku: Tuhan, Tuhan! akan masuk ke dalam Kerajaan Surga, melainkan dia yang melakukan kehendak Bapa-Ku yang di surga.” Keselamatan adalah anugerah, tetapi bukan berarti anugerah tersebut secara otomatis dapat menyelamatkan seseorang atau membuat seseorang dapat dikembalikan ke rancangan Allah semula. Harus ada respon yang memadai, yaitu berjuang untuk dapat melakukan kehendak Bapa. Di dalam anugerah-Nya tersedia fasilitas untuk dapat melakukan kehendak Bapa.
https://overcast.fm/+IqOBcvcn0
Untuk umat pilihan, standar melakukan kehendak Bapa adalah seperti yang Tuhan Yesus lakukan. Jadi bila kehidupan kita belum seperti Yesus atau belum seperti yang Bapa kehendaki, itu berarti belum sesuai dengan kehendak-Nya. Selama masih belum seperti Bapa, maka itu berarti masih “luncas atau meleset.” Dosa dunia telah ditanggulangi oleh Tuhan Yesus Kristus. Semua orang yang “menerima-Nya” dimerdekakan dari kutuk dosa. Kutuk dosa artinya kemerdekaan dari akibat dosa Adam. Tetapi keadaan orang percaya harus diubah untuk mencapai standar yang Allah (Theos) kehendaki, artinya selalu bertindak sesuai dengan pikiran dan perasaan Allah. Dengan demikian, bagi orang percaya hukumnya adalah pikiran dan perasaan Allah yang harus dituruti. Hal ini sangat sukar dijangkau. Dituntut perjuangan segenap hidup tanpa batas. Itulah sebabnya Tuhan Yesus menghendaki agar mereka yang mau menjadi murid-Nya harus meninggalkan segala sesuatu (Luk. 14:33).
Sejatinya manusia diciptakan hanya untuk “hidup bagi Allah”, artinya bahwa orang percaya harus hidup hanya bagi kesenangan dan kepuasan Bapa. Untuk umat pilihan di zaman anugerah, melakukan hukum tidak cukup untuk dapat menyenangkan dan memuaskan hati Bapa. Kehendak Bapa tidak cukup diwakili hukum, tetapi melakukan kebaikan menurut Bapa. Kalau kebaikan keberagamaan pada umumnya diukur dari tindakan melakukan hukum, tetapi di dalam Kekristenan kebaikannya harus berstandar Bapa sendiri atau kesucian Bapa. Untuk ini orang percaya harus mengalami pembaharuan pikiran dari hari ke hari dan terus menerus sehingga mengerti kehendak Allah (Rm. 12:2). Mengerti kehendak Bapa berarti memiliki kepekaan terhadap pikiran dan perasaan Tuhan. Itulah sebabnya Tuhan mengutus Roh Kudus kepada orang percaya.
Sebelum Tuhan Yesus datang ke dunia, manusia dilestarikan oleh hukum agar manusia tidak punah. Tanpa hukum, manusia menjadi binatang yang saling membunuh. Ada hukum saja manusia masih saling membunuh, apalagi kalau tidak ada hukum. Jadi, hukum ditaruh Tuhan di hati manusia pada umumnya supaya manusia masih bisa dipertahankan eksistensinya (Rm. 2:12-15). Jadi, hukum diberikan agar manusia melakukan tindakan yang beradab dan membimbing manusia untuk menjadi tertib. Aspek lain hukum diberikan adalah untuk membuka mata pengertian manusia dan membuktikan bahwa manusia tidak sanggup melakukan kehendak Allah dengan sempurna. Dengan demikian manusia disadarkan untuk merasa membutuhkan Juruselamat yang menyelamatkan dan menuntunnya, guna dikembalikan ke rancangan semula yang mampu melakukan kehendak Allah (Bapa) dengan sempurna.
Agama Kristen bukanlah agama hukum, artinya kebenaran hidup atau kesalehan bukan dibangun dari melakukan serentetan hukum-hukum, tetapi memahami kebenaran Tuhan dan memperagakan kebenaran tersebut dengan pengertian. Dengan memahami kebenaran yang Tuhan Yesus ajarkan, seorang Kristen dapat memiliki kelenturan untuk dapat mengenakan pribadi Kristus. Mengenakan pribadi Kristus sama dengan memperagakan seluruh pikiran dan perasaan-Nya. Isi dari kehidupan Yesus yang terpancar dari pribadi-Nya adalah melakukan kehendak Bapa dan menyelesaikan pekerjaan-Nya (Yoh. 4:34). Inilah goal dari pelayanan gereja yang tidak boleh ditukar atau dikurangi nilainya.
Jika goal di atas tidak tercapai, berarti tidak melakukan kehendak Bapa. Ini berarti sebuah kegagalan yang mengakibatkan seseorang tertolak untuk masuk Kerajaan Surga. Dalam hal ini tegas dan jelas sekali maksud pernyataan Tuhan Yesus dalam Matius 7:21 – “Bukan setiap orang yang berseru kepada-Ku: Tuhan, Tuhan! akan masuk ke dalam Kerajaan Surga, melainkan dia yang melakukan kehendak Bapa-Ku yang di surga.” Keselamatan adalah anugerah, tetapi bukan berarti anugerah tersebut secara otomatis dapat menyelamatkan seseorang atau membuat seseorang dapat dikembalikan ke rancangan Allah semula. Harus ada respon yang memadai, yaitu berjuang untuk dapat melakukan kehendak Bapa. Di dalam anugerah-Nya tersedia fasilitas untuk dapat melakukan kehendak Bapa.
https://overcast.fm/+IqOBcvcn0
Minggu, 19 Mei 2019
Quote Mei #3
Today's Quote:
Tidak ada cara lain untuk membangun martabat sebagai anak-anak Allah kecuali hidup seperti hidup yang diperagakan oleh Tuhan Yesus.
Dr. Erastus Sabdono,
12 Mei 2019
Today's Quote:
Lebih dari kehadiran kita di gereja dan semua yang dapat kita berikan, Tuhan mau kita melakukan kehendak-Nya.
Dr. Erastus Sabdono,
13 Mei 2019
Today's Quote:
Orang yang berani miskin karena Tuhan, pasti tidak akan dibuat miskin dan dipermalukan.
Dr. Erastus Sabdono,
14 Mei 2019
oday's Quote:
Seseorang yang menghargai keselamatan pasti menghargai waktu.
Dr. Erastus Sabdono,
15 Mei 2019
Today's Quote:
Iman yang sejati adalah keyakinan bahwa semua yang Tuhan kehendaki untuk dilakukan dan dialami serta yang Tuhan kerjakan adalah yang terbaik.
Dr. Erastus Sabdono,
16 Mei 2019
Today's Quote:
Berhenti bertumbuh dalam ketaatan kepada Bapa di surga berarti berhenti beriman dengan benar.
Dr. Erastus Sabdono,
17 Mei 2019
Today's Quote:
Seseorang belum sembuh dari kemiskinan ketika ia masih mengisi kesempatan yang ada untuk menindas sesama, mencari harga diri serta iri melihat kesuksesan sesama.
Dr. Erastus Sabdono,
18 Mei 2019
Today's Quote:
Kesombongan membuat seseorang tidak mengusahakan keselamatan secara proporsional karena merasa sudah menjadi umat pilihan dan merasa yakin sudah selamat.
Dr. Erastus Sabdono,
19 Mei 2019
Tidak ada cara lain untuk membangun martabat sebagai anak-anak Allah kecuali hidup seperti hidup yang diperagakan oleh Tuhan Yesus.
Dr. Erastus Sabdono,
12 Mei 2019
Today's Quote:
Lebih dari kehadiran kita di gereja dan semua yang dapat kita berikan, Tuhan mau kita melakukan kehendak-Nya.
Dr. Erastus Sabdono,
13 Mei 2019
Today's Quote:
Orang yang berani miskin karena Tuhan, pasti tidak akan dibuat miskin dan dipermalukan.
Dr. Erastus Sabdono,
14 Mei 2019
oday's Quote:
Seseorang yang menghargai keselamatan pasti menghargai waktu.
Dr. Erastus Sabdono,
15 Mei 2019
Today's Quote:
Iman yang sejati adalah keyakinan bahwa semua yang Tuhan kehendaki untuk dilakukan dan dialami serta yang Tuhan kerjakan adalah yang terbaik.
Dr. Erastus Sabdono,
16 Mei 2019
Today's Quote:
Berhenti bertumbuh dalam ketaatan kepada Bapa di surga berarti berhenti beriman dengan benar.
Dr. Erastus Sabdono,
17 Mei 2019
Today's Quote:
Seseorang belum sembuh dari kemiskinan ketika ia masih mengisi kesempatan yang ada untuk menindas sesama, mencari harga diri serta iri melihat kesuksesan sesama.
Dr. Erastus Sabdono,
18 Mei 2019
Today's Quote:
Kesombongan membuat seseorang tidak mengusahakan keselamatan secara proporsional karena merasa sudah menjadi umat pilihan dan merasa yakin sudah selamat.
Dr. Erastus Sabdono,
19 Mei 2019
Truth Daily Enlightenment 19 Mei 2019 PENGERTIAN MENERIMA YESUS
Banyak orang Kristen merasa sudah menerima Yesus hanya karena telah memeluk agama Kristen. Mereka menyamakan pengertian menerima Yesus dengan memeluk agama Kristen. Sejatinya, pengertian menerima Yesus tidaklah hanya demikian. Pernyataan menerima Yesus dengan ucapan bibir belumlah berarti telah menerima dengan benar. Hal ini sama kasusnya dengan fenomena kalau seseorang dalam pemberkatan nikah telah menyatakan mengaku menerima pasangannya, ini bukan berarti mereka sudah benar-benar saling menerima sebagai pasangan suami istri. Dalam perjalanan hidup, melewati segala kejadian dan masalah, barulah dapat dibuktikan bahwa mereka benar-benar saling menerima. Demikian pula dengan hal menerima Yesus, tidak cukup dengan pengakuan bibir.
Pertama, menerima Yesus berarti mengakui bahwa Dia adalah Penguasa yang dipercayai Allah (Ho Theos) atau Bapa memiliki jagat raya ini untuk memerintah sebagai Tuhan. Dalam Yohanes 1:11-12 tertulis: “Ia datang kepada milik kepunyaan-Nya, tetapi orang-orang kepunyaan-Nya itu tidak menerima-Nya. Tetapi semua orang yang menerima-Nya diberi-Nya kuasa supaya menjadi anak-anak Allah, yaitu mereka yang percaya dalam nama-Nya.” Dalam ayat ini terdapat kalimat “menerima-Nya.” Apa yang dimaksud dengan “menerima-Nya?” Tentu saja menerima Dia sebagai “Sang Logos” atau Firman yang bersama-sama dengan Bapa menciptakan langit dan bumi. Bahwa segala sesuatu diadakan karena Dia, atau diperuntukkan bagi Anak Tunggal Bapa ini. Sehingga dikatakan bahwa Dia adalah Pemilik dari segala sesuatu di jagat raya ini. Menerima Dia berarti mengakui bahwa Dia adalah Tuan atau Tuhan dan Majikan yang harus ditaati, yang kepada-Nya segenap hidup dipersembahkan untuk melayani Dia.
Orang yang menerima Yesus berarti bersedia melakukan segala sesuatu yang dikehendaki oleh Dia, sebab Dia adalah Tuan atau Majikan Agung yang harus dipatuhi dalam segala hal. Kalau hanya menerima Dia sebagai Tuhan dengan mulut, tidak ada artinya. Bagi Yang Mahamulia, patut kepada-Nya kita mempersembahkan hidup kita tanpa batas, Yesus Tuhan kita. Sebab Dia juga telah menebus orang percaya. Seperti budak yang ditebus, berarti budak tersebut tidak berhak lagi atas dirinya sendiri. Dalam 1 Korintus 6:19-20 Firman Tuhan mengatakan bahwa orang yang ditebus tidak lagi memiliki dirinya sendiri, seperti seorang budak yang telah kehilangan haknya atau harus melepaskan semua haknya. Tuan yang menebus dirinyalah yang berhak sepenuhnya atas diri seseorang yang telah ditebus.
Sebagai orang yang ditebus, orang percaya harus dimiliki sepenuhnya oleh Tuhan Yesus. Implikasi dari pemilikan Tuhan Yesus, orang percaya yang telah ditebus harus memiliki pikiran dan perasaan Yesus dan berperilaku seperti Dia. Sehingga seseorang sampai pada pengakuan “hidupku bukan aku lagi tetapi Kristus yang hidup di dalam aku” (Gal. 2:19-20). Kristus di ayat ini maksudnya adalah spirit atau gairah dan moral atau karakter Yesus. Orang yang ditebus oleh Tuhan Yesus harus memperagakan hidup-Nya. Dengan demikian, orang percaya barulah dapat menjadi saksi Tuhan. Orang yang tidak memperagakan kehidupan Yesus tidak pernah menjadi saksi Tuhan. Orang-orang seperti ini sebenarnya belum menerima Yesus.
Kedua, menerima Yesus berarti mengenakan hidup yang pernah Dia jalani di dalam kehidupan kita hari ini. Yesus memberikan hidup-Nya bukan hanya berarti bahwa Ia telah mati di kayu salib. Pengorbanan-Nya adalah sebagai jalan keselamatan di mana dosa-dosa kita dipikul oleh Dia. Yesus memberikan hidup-Nya artinya juga bahwa Ia menghendaki agar orang percaya mengenakan hidup-Nya di dalam hidup masing-masing individu orang percaya. Dengan demikian orang yang menerima Yesus harus juga menerima karakter-Nya. Seseorang tidak dapat memiliki Yesus atau dimiliki oleh Yesus tanpa memiliki karakter-Nya. Tuhan Yesus tidak akan dimiliki dan memiliki orang yang tidak memiliki karakter-Nya. Dengan demikian, orang yang mengaku telah menerima Yesus dan memiliki Dia dalam hidupnya dapat ditunjukkan dengan perilakunya yang semakin seperti Yesus. Perilaku seperti Yesus dapat dilihat atau dibuktikan dengan perilakunya yang tidak menyakiti sesama.
Pada dasarnya keselamatan adalah proses dimana seseorang dikembalikan ke rancangan Allah semula. Gambar rancangan Allah semula adalah Yesus. Dia adalah model atau prototype dari manusia yang dikehendaki oleh Allah. Orang yang menerima Yesus harus berjuang untuk memiliki kehidupan yang serupa dengan Dia (Rm. 8:28-29). Kalau ada orang Kristen yang berpikir bahwa menjadi orang Kristen berarti sudah menerima Yesus, maka ia akan terperangkap dalam kebodohan sehingga tidak memiliki perjuangan yang proporsional untuk menjadi serupa dengan Yesus. Menjadi serupa dengan Yesus sama artinya menjadi sempurna seperti Bapa di surga (Mat. 5:48). Dalam hal ini dituntut dan dibutuhkan perjuangan yang sangat berat, sebab menjadi baik saja sulit apalagi menjadi sempurna. Hal ini jelas menunjukkan dan membuktikan bahwa anugerah keselamatan harus direspon dengan benar, bukan penetapan secara sepihak dari Allah.
https://overcast.fm/+IqOB4wplU
Pertama, menerima Yesus berarti mengakui bahwa Dia adalah Penguasa yang dipercayai Allah (Ho Theos) atau Bapa memiliki jagat raya ini untuk memerintah sebagai Tuhan. Dalam Yohanes 1:11-12 tertulis: “Ia datang kepada milik kepunyaan-Nya, tetapi orang-orang kepunyaan-Nya itu tidak menerima-Nya. Tetapi semua orang yang menerima-Nya diberi-Nya kuasa supaya menjadi anak-anak Allah, yaitu mereka yang percaya dalam nama-Nya.” Dalam ayat ini terdapat kalimat “menerima-Nya.” Apa yang dimaksud dengan “menerima-Nya?” Tentu saja menerima Dia sebagai “Sang Logos” atau Firman yang bersama-sama dengan Bapa menciptakan langit dan bumi. Bahwa segala sesuatu diadakan karena Dia, atau diperuntukkan bagi Anak Tunggal Bapa ini. Sehingga dikatakan bahwa Dia adalah Pemilik dari segala sesuatu di jagat raya ini. Menerima Dia berarti mengakui bahwa Dia adalah Tuan atau Tuhan dan Majikan yang harus ditaati, yang kepada-Nya segenap hidup dipersembahkan untuk melayani Dia.
Orang yang menerima Yesus berarti bersedia melakukan segala sesuatu yang dikehendaki oleh Dia, sebab Dia adalah Tuan atau Majikan Agung yang harus dipatuhi dalam segala hal. Kalau hanya menerima Dia sebagai Tuhan dengan mulut, tidak ada artinya. Bagi Yang Mahamulia, patut kepada-Nya kita mempersembahkan hidup kita tanpa batas, Yesus Tuhan kita. Sebab Dia juga telah menebus orang percaya. Seperti budak yang ditebus, berarti budak tersebut tidak berhak lagi atas dirinya sendiri. Dalam 1 Korintus 6:19-20 Firman Tuhan mengatakan bahwa orang yang ditebus tidak lagi memiliki dirinya sendiri, seperti seorang budak yang telah kehilangan haknya atau harus melepaskan semua haknya. Tuan yang menebus dirinyalah yang berhak sepenuhnya atas diri seseorang yang telah ditebus.
Sebagai orang yang ditebus, orang percaya harus dimiliki sepenuhnya oleh Tuhan Yesus. Implikasi dari pemilikan Tuhan Yesus, orang percaya yang telah ditebus harus memiliki pikiran dan perasaan Yesus dan berperilaku seperti Dia. Sehingga seseorang sampai pada pengakuan “hidupku bukan aku lagi tetapi Kristus yang hidup di dalam aku” (Gal. 2:19-20). Kristus di ayat ini maksudnya adalah spirit atau gairah dan moral atau karakter Yesus. Orang yang ditebus oleh Tuhan Yesus harus memperagakan hidup-Nya. Dengan demikian, orang percaya barulah dapat menjadi saksi Tuhan. Orang yang tidak memperagakan kehidupan Yesus tidak pernah menjadi saksi Tuhan. Orang-orang seperti ini sebenarnya belum menerima Yesus.
Kedua, menerima Yesus berarti mengenakan hidup yang pernah Dia jalani di dalam kehidupan kita hari ini. Yesus memberikan hidup-Nya bukan hanya berarti bahwa Ia telah mati di kayu salib. Pengorbanan-Nya adalah sebagai jalan keselamatan di mana dosa-dosa kita dipikul oleh Dia. Yesus memberikan hidup-Nya artinya juga bahwa Ia menghendaki agar orang percaya mengenakan hidup-Nya di dalam hidup masing-masing individu orang percaya. Dengan demikian orang yang menerima Yesus harus juga menerima karakter-Nya. Seseorang tidak dapat memiliki Yesus atau dimiliki oleh Yesus tanpa memiliki karakter-Nya. Tuhan Yesus tidak akan dimiliki dan memiliki orang yang tidak memiliki karakter-Nya. Dengan demikian, orang yang mengaku telah menerima Yesus dan memiliki Dia dalam hidupnya dapat ditunjukkan dengan perilakunya yang semakin seperti Yesus. Perilaku seperti Yesus dapat dilihat atau dibuktikan dengan perilakunya yang tidak menyakiti sesama.
Pada dasarnya keselamatan adalah proses dimana seseorang dikembalikan ke rancangan Allah semula. Gambar rancangan Allah semula adalah Yesus. Dia adalah model atau prototype dari manusia yang dikehendaki oleh Allah. Orang yang menerima Yesus harus berjuang untuk memiliki kehidupan yang serupa dengan Dia (Rm. 8:28-29). Kalau ada orang Kristen yang berpikir bahwa menjadi orang Kristen berarti sudah menerima Yesus, maka ia akan terperangkap dalam kebodohan sehingga tidak memiliki perjuangan yang proporsional untuk menjadi serupa dengan Yesus. Menjadi serupa dengan Yesus sama artinya menjadi sempurna seperti Bapa di surga (Mat. 5:48). Dalam hal ini dituntut dan dibutuhkan perjuangan yang sangat berat, sebab menjadi baik saja sulit apalagi menjadi sempurna. Hal ini jelas menunjukkan dan membuktikan bahwa anugerah keselamatan harus direspon dengan benar, bukan penetapan secara sepihak dari Allah.
https://overcast.fm/+IqOB4wplU
Truth Daily Enlightenment 18 Mei 2019 MENOLAK ALLAH
Allah menghendaki setiap orang percaya hidup kudus yang berstandar kekudusan-Nya. Kesucian adalah hal mutlak yang harus dimiliki dan dijalani orang percaya. Karena hal ini adalah hal yang sangat mutlak, maka Tuhan pasti bersikap sangat adil. Keadilan Tuhan menuntut masing-masing individu untuk bertanggung jawab. Seberapa tinggi kualitas kesucian hidup seseorang tergantung dari masing-masing individu merespon anugerah yang Allah sediakan kepada mereka sesuai dengan takaran atau bagiannya. Sesuai takaran atau bagiannya artinya masing-masing orang memiliki bagian yang khusus; tentu satu dengan yang lain berbeda. Dalam hal ini berlaku Firman bahwa “yang diberi banyak dituntut banyak, tetapi yang diberi sedikit dituntut sedikit pula” (Luk. 12:48).
Tuhan memberi karunia atau anugerah keselamatan kepada semua umat pilihan. Di dalamnya terdapat fasilitas untuk bertumbuh dalam iman dan meraih kesucian sesuai dengan kesucian Allah. Fasilitas itu adalah penebusan, Roh Kudus yang menuntun orang percaya kepada segala kebenaran (Yoh. 16:13), Injil yang adalah kekuatan Allah (Rm. 1:16-17), dan penggarapan Allah melalui segala peristiwa hidup (Rm. 8:28-29). Seberapa seseorang mau bertumbuh dan mencapai kesucian tergantung masing-masing individu, bukan tergantung Tuhan. Ketekunan masing-masinglah yang berperan. Tuhan tidak membuat seseorang bisa bertekun dan yang lain tidak dibuat untuk bisa bertekun. Ketekunan masing-masing orang tidak tergantung Tuhan, tetapi tergantung individu menggerakkan dirinya sendiri. Allah tidak memaksanya. Memaksa bukanlah hakikat Allah. Dari hal ini kita memperoleh fakta ada orang Kristen yang bersedia bertobat dan menerima Yesus Kristus dengan benar dan banyak pula yang menolak-Nya. Dari hal ini jelas bahwa hidup adalah perjuangan (Luk. 13:23-24). Untuk ini orang percaya harus memasuki proses pengudusan.
Ada dua jenis atau dua aspek pengudusan, yaitu aktif dan pasif. Hal ini sama dengan fakta adanya pengudusan oleh darah Tuhan Yesus (pengudusan pasif) di satu pihak, dan pihak yang lain dikuduskan oleh Firman, Roh Kudus, dan pengharapan. Pengudusan oleh darah Tuhan Yesus adalah pengudusan untuk mengubah status, dari manusia yang tidak diperdamaikan dengan Allah menjadi manusia yang diperdamaikan dengan Allah. Hal ini hanya bisa dilakukan oleh Tuhan Yesus (Kis. 4:12). Dikuduskan dengan darah Tuhan Yesus tidak melibatkan peran manusia sama sekali. Manusia hanya menerima anugerah tersebut dengan percaya dalam nalar. Pengudusan oleh darah Tuhan Yesus ini tidak otomatis menghilangkan kodrat dosa (Ing. Sinful nature) atau watak dosa dalam kehidupan manusia. Kodrat dosa dapat dihilangkan melalui proses pendewasaan oleh Firman dan pembentukan Allah.
Pengudusan aktif artinya respon manusia terhadap anugerah keselamatan dalam Tuhan Yesus Kristus untuk melepaskan karakter dosa dalam dirinya, sehingga atau agar tidak berbuat dosa lagi. Dengan demikian bukan hanya dosa atau kesalahan masa lalu yang dianggap telah beres atau dibereskan, tetapi kemungkinan untuk berbuat salah lagi juga dihilangkan. Orang yang menerima pengampunan dari Tuhan adalah orang-orang yang memiliki tanggung jawab untuk mengubah hidupnya. Inilah yang disebut sebagai anugerah yang bertanggung jawab. Orang yang menerima pengampunan Tuhan harus memberi diri diperbaiki oleh Tuhan. Perbaikan di sini adalah perbaikan dari gambar Allah yang rusak untuk dikembalikan pada rancangan semula-Nya. Proses menguduskan diri ini membuat seseorang menjadi kudus, artinya menjadi semakin seperti Yesus.
Jadi pengudusan oleh darah Yesus tidak berhenti sampai hanya status orang percaya berubah, sebab pengudusan harus berlanjut pada proses di mana orang percaya yang dikuduskan haruslah benar-benar menjadi kudus. Dalam 1 Tesalonika 4:7 Firman Tuhan berkata: “Allah memanggil kita bukan untuk melakukan apa yang cemar, melainkan apa yang kudus.” Sejajar dengan 1 Tesalonika 4:7, dalam 1 Petrus 1:16 Firman Tuhan tegas berkata: “Kuduslah kamu, sebab Aku kudus.” Dan banyak lagi teks Alkitab yang berupa perintah untuk menjadi kudus. Dalam hal ini orang percaya dipanggil untuk hidup dalam kekudusan. Selanjutnya dalam 1 Tesalonika 3:8 tegas Firman Tuhan mengatakan: “Karena itu siapa yang menolak ini bukanlah menolak manusia, melainkan menolak Allah yang telah memberikan juga Roh-Nya yang kudus kepada kamu.” Dalam 2 Korintus 6:17-18 tertulis, Sebab itu: “Keluarlah kamu dari antara mereka, dan pisahkanlah dirimu dari mereka, firman Tuhan, dan janganlah menjamah apa yang najis, maka Aku akan menerima kamu. Dan Aku akan menjadi Bapamu, dan kamu akan menjadi anak-anak-Ku laki-laki dan anak-anak-Ku perempuan demikianlah firman Tuhan, Yang Mahakuasa.” Dalam teks ini orang percaya dipanggil untuk keluar dari kehidupan yang tidak sesuai kehendak Allah sejak di dunia ini dalam pergaulan di bumi. Dari hal ini sangat jelas orang percaya harus berjuang untuk mencapai kesucian. Hal ini menjadi dasar bahwa keselamatan bukan tindakan Allah sepihak.
https://overcast.fm/+IqOCo0Rro
Tuhan memberi karunia atau anugerah keselamatan kepada semua umat pilihan. Di dalamnya terdapat fasilitas untuk bertumbuh dalam iman dan meraih kesucian sesuai dengan kesucian Allah. Fasilitas itu adalah penebusan, Roh Kudus yang menuntun orang percaya kepada segala kebenaran (Yoh. 16:13), Injil yang adalah kekuatan Allah (Rm. 1:16-17), dan penggarapan Allah melalui segala peristiwa hidup (Rm. 8:28-29). Seberapa seseorang mau bertumbuh dan mencapai kesucian tergantung masing-masing individu, bukan tergantung Tuhan. Ketekunan masing-masinglah yang berperan. Tuhan tidak membuat seseorang bisa bertekun dan yang lain tidak dibuat untuk bisa bertekun. Ketekunan masing-masing orang tidak tergantung Tuhan, tetapi tergantung individu menggerakkan dirinya sendiri. Allah tidak memaksanya. Memaksa bukanlah hakikat Allah. Dari hal ini kita memperoleh fakta ada orang Kristen yang bersedia bertobat dan menerima Yesus Kristus dengan benar dan banyak pula yang menolak-Nya. Dari hal ini jelas bahwa hidup adalah perjuangan (Luk. 13:23-24). Untuk ini orang percaya harus memasuki proses pengudusan.
Ada dua jenis atau dua aspek pengudusan, yaitu aktif dan pasif. Hal ini sama dengan fakta adanya pengudusan oleh darah Tuhan Yesus (pengudusan pasif) di satu pihak, dan pihak yang lain dikuduskan oleh Firman, Roh Kudus, dan pengharapan. Pengudusan oleh darah Tuhan Yesus adalah pengudusan untuk mengubah status, dari manusia yang tidak diperdamaikan dengan Allah menjadi manusia yang diperdamaikan dengan Allah. Hal ini hanya bisa dilakukan oleh Tuhan Yesus (Kis. 4:12). Dikuduskan dengan darah Tuhan Yesus tidak melibatkan peran manusia sama sekali. Manusia hanya menerima anugerah tersebut dengan percaya dalam nalar. Pengudusan oleh darah Tuhan Yesus ini tidak otomatis menghilangkan kodrat dosa (Ing. Sinful nature) atau watak dosa dalam kehidupan manusia. Kodrat dosa dapat dihilangkan melalui proses pendewasaan oleh Firman dan pembentukan Allah.
Pengudusan aktif artinya respon manusia terhadap anugerah keselamatan dalam Tuhan Yesus Kristus untuk melepaskan karakter dosa dalam dirinya, sehingga atau agar tidak berbuat dosa lagi. Dengan demikian bukan hanya dosa atau kesalahan masa lalu yang dianggap telah beres atau dibereskan, tetapi kemungkinan untuk berbuat salah lagi juga dihilangkan. Orang yang menerima pengampunan dari Tuhan adalah orang-orang yang memiliki tanggung jawab untuk mengubah hidupnya. Inilah yang disebut sebagai anugerah yang bertanggung jawab. Orang yang menerima pengampunan Tuhan harus memberi diri diperbaiki oleh Tuhan. Perbaikan di sini adalah perbaikan dari gambar Allah yang rusak untuk dikembalikan pada rancangan semula-Nya. Proses menguduskan diri ini membuat seseorang menjadi kudus, artinya menjadi semakin seperti Yesus.
Jadi pengudusan oleh darah Yesus tidak berhenti sampai hanya status orang percaya berubah, sebab pengudusan harus berlanjut pada proses di mana orang percaya yang dikuduskan haruslah benar-benar menjadi kudus. Dalam 1 Tesalonika 4:7 Firman Tuhan berkata: “Allah memanggil kita bukan untuk melakukan apa yang cemar, melainkan apa yang kudus.” Sejajar dengan 1 Tesalonika 4:7, dalam 1 Petrus 1:16 Firman Tuhan tegas berkata: “Kuduslah kamu, sebab Aku kudus.” Dan banyak lagi teks Alkitab yang berupa perintah untuk menjadi kudus. Dalam hal ini orang percaya dipanggil untuk hidup dalam kekudusan. Selanjutnya dalam 1 Tesalonika 3:8 tegas Firman Tuhan mengatakan: “Karena itu siapa yang menolak ini bukanlah menolak manusia, melainkan menolak Allah yang telah memberikan juga Roh-Nya yang kudus kepada kamu.” Dalam 2 Korintus 6:17-18 tertulis, Sebab itu: “Keluarlah kamu dari antara mereka, dan pisahkanlah dirimu dari mereka, firman Tuhan, dan janganlah menjamah apa yang najis, maka Aku akan menerima kamu. Dan Aku akan menjadi Bapamu, dan kamu akan menjadi anak-anak-Ku laki-laki dan anak-anak-Ku perempuan demikianlah firman Tuhan, Yang Mahakuasa.” Dalam teks ini orang percaya dipanggil untuk keluar dari kehidupan yang tidak sesuai kehendak Allah sejak di dunia ini dalam pergaulan di bumi. Dari hal ini sangat jelas orang percaya harus berjuang untuk mencapai kesucian. Hal ini menjadi dasar bahwa keselamatan bukan tindakan Allah sepihak.
https://overcast.fm/+IqOCo0Rro
Jumat, 17 Mei 2019
Truth Daily Enlightenment 17 Mei 2019 PERJUANGAN UNTUK MENGALAMI KELAHIRAN BARU
Salah satu yang merusak kehidupan Kekristenan yang sejati adalah ajaran yang mengatakan bahwa Kelahiran Baru dapat terjadi secara spektakuler, mistis, sekejap atau instant dan ajaib di luar kesadaran seseorang. Dalam hal tersebut seakan-akan secara sepihak tanpa respon individu, kelahiran baru bisa terjadi atau berlangsung. Pandangan yang keliru ini biasanya lahir dari teolog-teolog yang memiliki premis bahwa Allah memilih dan menentukan keselamatan orang-orang tertentu. Dengan premis ini maka tidak bisa tidak terbangun pemikiran bahwa kelahiran baru juga terjadi oleh tindakan Tuhan secara sepihak, tanpa melibatkan respon manusia secara individu.
Banyak orang merasa sudah mengalami kelahiran baru, karena merasa sudah menerima Tuhan Yesus sebagai Tuhan dan Juruselamat. Ketika mengaku Yesus adalah Tuhan dan Juruselamat serta mengaku berdosa, kemudian memohon pengampunan, maka secara spektakuler terjadi kelahiran baru dalam hidupnya. Apalagi kalau mereka merasa sudah bermoral menjadi lebih baik dibandingkan dengan sebelumnya -dari tidak ke gereja kemudian rajin datang ke gereja, dari jahat menjadi baik- maka mereka semakin yakin sudah mengalami kelahiran baru. Sebenarnya kelahiran baru yang mereka yakini telah mereka alami hanyalah sebuah fantasi dalam pikiran. Orang-orang seperti ini tidak lagi berjuang untuk mengalami kelahiran baru yang sesungguhnya. Kalau Alkitab menyebut fenomena perubahan hidup dengan kelahiran baru, maka pastilah fenomena ini paralel dengan proses kelahiran secara umum. Kelahiran secara umum membutuhkan waktu dalam proses yang harus berlangsung.
Sejatinya, kelahiran baru bukanlah proses mendadak atau terjadi dalam sekejap. Kelahiran baru tidak mungkin terjadi dalam sekejap secara ajaib atau mukjizat, tetapi melalui proses yang bertahap dengan ketat dan secara natural. Secara natural artinya bisa dipahami secara logis, yaitu perubahan cara berpikir yang berkesinambungan sampai mengubah seluruh gaya hidup seseorang. Orang tidak bisa berstatus sebagai seorang yang lahir baru secara mistis. Sangatlah keliru, kalau seseorang berpandangan bahwa seseorang bisa mengalami kelahiran baru secara ajaib. Pengertian salah ini membuat orang Kristen tidak bertanggung jawab untuk merespon anugerah keselamatan dengan benar, sehingga mereka tidak mengalami kelahiran baru. Kelahiran baru adalah keadaan baru dari sebuah proses perubahan secara bertahap dari kodrat dosa ke kodrat Ilahi yang ditandai semakin seperti Kristus.
Kelahiran baru pada dasarnya adalah kesadaran baru dimana seseorang mengalami perubahan dalam cara pandang terhadap hidup ini. Hidup seseorang yang benar-benar mengalami kelahiran baru semakin tidak bercacat dan tidak bercela. Standar kesuciannya adalah kesucian Tuhan. Orang seperti ini bukan hanya tidak berbuat dosa, tetapi tidak dapat berbuat dosa lagi. Hatinya tidak tertarik terhadap keindahan dunia sama sekali dengan segala hiburannya. Jiwanya tidak lagi dapat dibahagiakan oleh dunia ini. Orang yang mengalami kelahiran baru, hari demi hari semakin dapat menghayati bahwa dunia ini bukan rumahnya. Kerinduannya adalah langit baru dan bumi yang baru. Seluruh kegiatan hidupnya hanya diarahkan bagi pekerjaan Tuhan. Sehingga dalam hidup ini, tidak ada kepentingan apa pun kecuali melakukan kehendak Bapa dan menyelesaikan pekerjaan-Nya. Inilah ciri-ciri dari seseorang yang benar-benar telah mengalami kelahiran baru.
Proses kelahiran baru tidak mungkin dapat dipisahkan dari hidup dalam pimpinan Roh Kudus dan hidup menurut roh. Proses “kelahiran” dapat terjadi, ketika seseorang mendengar Firman Tuhan melalui pemberitaan firman (Logos), kemudian melalui pengalaman konkret ia mendengar suara Roh Kudus atau firman dalam arti rhema (Rm. 10:17). Injil adalah kuasa Allah yang menyelamatkan (Rm. 1:16). Melalui segala kejadian Allah bekerja demi merubah kehidupan orang-orang yang mengasihi Dia (Rm. 8:28-29). Dalam hal ini kelahiran baru hanya terjadi atas orang yang mengasihi Dia. Di sini nampak respon setiap individu sangat menentukan apakah seseorang bisa mengalami kelahiran baru atau tidak. Itulah sebabnya Yesus berkata kepada Nikodemus: “Kamu harus dilahirkan kembali” (Yoh. 3:7).
Kelahiran baru dikerjakan oleh Roh Kudus atas orang yang memberi diri dipimpin oleh Roh Kudus. Hasil dari proses tersebut seseorang memperoleh roh yang memiliki spirit, gairah, dan hasrat yang sama dengan Roh Kudus, yang sama pula dengan roh Kristus. Kalau seseorang hidup menurut roh tersebut, ia mengalami pembaharuan roh. Pembaharuan roh sama dengan cara berpikir yang diubah total sehingga memiliki spirit baru. Orang yang mengalami kelahiran baru sudah benar-benar berhenti dari hidup menurut keinginan daging. Keinginan daging artinya kodrat manusia (human nature). Orang yang sudah lahir baru berarti orang yang sudah tidak mengenakan kodrat manusia, tetapi mengenakan kodrat Ilahi. Ini adalah perubahan secara permanen.
https://overcast.fm/+IqOAWKXrI
Banyak orang merasa sudah mengalami kelahiran baru, karena merasa sudah menerima Tuhan Yesus sebagai Tuhan dan Juruselamat. Ketika mengaku Yesus adalah Tuhan dan Juruselamat serta mengaku berdosa, kemudian memohon pengampunan, maka secara spektakuler terjadi kelahiran baru dalam hidupnya. Apalagi kalau mereka merasa sudah bermoral menjadi lebih baik dibandingkan dengan sebelumnya -dari tidak ke gereja kemudian rajin datang ke gereja, dari jahat menjadi baik- maka mereka semakin yakin sudah mengalami kelahiran baru. Sebenarnya kelahiran baru yang mereka yakini telah mereka alami hanyalah sebuah fantasi dalam pikiran. Orang-orang seperti ini tidak lagi berjuang untuk mengalami kelahiran baru yang sesungguhnya. Kalau Alkitab menyebut fenomena perubahan hidup dengan kelahiran baru, maka pastilah fenomena ini paralel dengan proses kelahiran secara umum. Kelahiran secara umum membutuhkan waktu dalam proses yang harus berlangsung.
Sejatinya, kelahiran baru bukanlah proses mendadak atau terjadi dalam sekejap. Kelahiran baru tidak mungkin terjadi dalam sekejap secara ajaib atau mukjizat, tetapi melalui proses yang bertahap dengan ketat dan secara natural. Secara natural artinya bisa dipahami secara logis, yaitu perubahan cara berpikir yang berkesinambungan sampai mengubah seluruh gaya hidup seseorang. Orang tidak bisa berstatus sebagai seorang yang lahir baru secara mistis. Sangatlah keliru, kalau seseorang berpandangan bahwa seseorang bisa mengalami kelahiran baru secara ajaib. Pengertian salah ini membuat orang Kristen tidak bertanggung jawab untuk merespon anugerah keselamatan dengan benar, sehingga mereka tidak mengalami kelahiran baru. Kelahiran baru adalah keadaan baru dari sebuah proses perubahan secara bertahap dari kodrat dosa ke kodrat Ilahi yang ditandai semakin seperti Kristus.
Kelahiran baru pada dasarnya adalah kesadaran baru dimana seseorang mengalami perubahan dalam cara pandang terhadap hidup ini. Hidup seseorang yang benar-benar mengalami kelahiran baru semakin tidak bercacat dan tidak bercela. Standar kesuciannya adalah kesucian Tuhan. Orang seperti ini bukan hanya tidak berbuat dosa, tetapi tidak dapat berbuat dosa lagi. Hatinya tidak tertarik terhadap keindahan dunia sama sekali dengan segala hiburannya. Jiwanya tidak lagi dapat dibahagiakan oleh dunia ini. Orang yang mengalami kelahiran baru, hari demi hari semakin dapat menghayati bahwa dunia ini bukan rumahnya. Kerinduannya adalah langit baru dan bumi yang baru. Seluruh kegiatan hidupnya hanya diarahkan bagi pekerjaan Tuhan. Sehingga dalam hidup ini, tidak ada kepentingan apa pun kecuali melakukan kehendak Bapa dan menyelesaikan pekerjaan-Nya. Inilah ciri-ciri dari seseorang yang benar-benar telah mengalami kelahiran baru.
Proses kelahiran baru tidak mungkin dapat dipisahkan dari hidup dalam pimpinan Roh Kudus dan hidup menurut roh. Proses “kelahiran” dapat terjadi, ketika seseorang mendengar Firman Tuhan melalui pemberitaan firman (Logos), kemudian melalui pengalaman konkret ia mendengar suara Roh Kudus atau firman dalam arti rhema (Rm. 10:17). Injil adalah kuasa Allah yang menyelamatkan (Rm. 1:16). Melalui segala kejadian Allah bekerja demi merubah kehidupan orang-orang yang mengasihi Dia (Rm. 8:28-29). Dalam hal ini kelahiran baru hanya terjadi atas orang yang mengasihi Dia. Di sini nampak respon setiap individu sangat menentukan apakah seseorang bisa mengalami kelahiran baru atau tidak. Itulah sebabnya Yesus berkata kepada Nikodemus: “Kamu harus dilahirkan kembali” (Yoh. 3:7).
Kelahiran baru dikerjakan oleh Roh Kudus atas orang yang memberi diri dipimpin oleh Roh Kudus. Hasil dari proses tersebut seseorang memperoleh roh yang memiliki spirit, gairah, dan hasrat yang sama dengan Roh Kudus, yang sama pula dengan roh Kristus. Kalau seseorang hidup menurut roh tersebut, ia mengalami pembaharuan roh. Pembaharuan roh sama dengan cara berpikir yang diubah total sehingga memiliki spirit baru. Orang yang mengalami kelahiran baru sudah benar-benar berhenti dari hidup menurut keinginan daging. Keinginan daging artinya kodrat manusia (human nature). Orang yang sudah lahir baru berarti orang yang sudah tidak mengenakan kodrat manusia, tetapi mengenakan kodrat Ilahi. Ini adalah perubahan secara permanen.
https://overcast.fm/+IqOAWKXrI
Kamis, 16 Mei 2019
Truth Daily Enlightenment 16 Mei 2019 MEMILIH HIDUP DALAM PIMPINAN ROH KUDUS
Banyak orang Kristen merasa bahwa dirinya pasti memiliki Roh Allah atau Roh Kudus. Hal ini didasarkan pada ayat Alkitab bahwa orang percaya menerima materai Roh Kudus (Ef. 1:13). Dengan keyakinan ini mereka merasa bahwa dirinya tidak mungkin ditolak oleh Allah, artinya pasti masuk surga. Materai Roh Kudus dipahami oleh mereka sebagai “stempel permanen” yang menempatkan mereka sebagai orang yang dipilih dan ditentukan pasti selamat masuk surga. Kita harus memahami bahwa masalahnya bukan hanya yakin bahwa dirinya memiliki materai Roh Kudus, tetapi apakah ia hidup dalam pimpinan Roh Kudus. Orang yang tidak hidup dalam pimpinan Roh Kudus bukanlah anak Allah (Rm. 8:14). Orang yang menolak pimpinan Roh Kudus pasti hidup menurut daging.
Kalau orang hidup menurut daging berarti Roh Allah tidak diam di dalam dirinya. Hal ini terjadi karena seseorang menolak kehadiran Roh Kudus secara tetap di dalam dirinya atau tidak memberi diri dipimpin oleh Roh Kudus. Jika seseorang menolak pimpinan Roh Kudus terus menerus, maka ia mendukakan Roh Kudus. Jika hal ini berlarut-larut, maka bisa memadamkan Roh Kudus, artinya ia tidak mampu mendengar suara Roh Kudus atau tidak menangkap sama sekali peringatan-Nya. Dalam hal ini Roh Kudus disia-siakan, sehingga tidak berfungsi sama sekali. Akhirnya orang seperti ini akan menghujat Roh Kudus. Bukan tidak mungkin seorang Kristen yang masih beragama Kristen, pergi ke gereja, tetapi sebenarnya sudah tidak mampu mendengar suara Roh Kudus atau tidak mampu lagi menerima peringatan Tuhan melalui Roh Kudus.
Dengan hidup menurut roh maka seseorang mampu hidup seperti hidup yang telah dijalani oleh Yesus. Dengan demikian Roh Kudus diam dalam kehidupan orang tersebut. Jika hal ini terjadi, maka orang tersebut memiliki Roh Kristus; artinya memiliki ketaatan seperti yang dimiliki oleh Yesus. Orang yang memiliki Roh Kristus adalah milik Kristus. Sebaliknya, seorang yang tidak hidup menurut roh pasti tidak hidup dalam penurutan terhadap kehendak Allah. Mereka juga pasti tidak memiliki hasrat atau gairah Kristus. Orang-orang seperti itu tidak dapat menjadi milik Kristus, sebab mereka memiliki dirinya sendiri. Mereka pasti binasa walau dengan mulut mengaku percaya kepada Yesus. Harus diingat bahwa percaya adalah tindakan, bukan sekadar aktivitas pikiran.
Keselamatan adalah gratis, artinya penebusan berikut kuasa (exousia) atau sarana untuk dapat dikembalikan ke rancangan Allah semula diberikan cuma-cuma. Kita memperolehnya tanpa terlebih dahulu berbuat baik atau melakukan jasa apa pun. Tetapi dalam menjalani atau mengerjakan keselamatan tersebut, kita harus berjuang (Flp. 2:12-13). Bukan sesuatu yang gratis, artinya tidak dapat terjadi atau berlangsung dengan sendirinya. Dengan demikian orang yang mengaku Yesus sebagai Juruselamat akan mengalami penebusan dan menerima kuasa atau sarana keselamatan. Oleh sebab itu orang percaya harus mengerjakan proses dikembalikannya ke rancangan semula atau mengerjakan keselamatannya. Orang percaya ini harus meninggalkan hidup menurut daging kemudian hidup menurut roh. Untuk dapat memiliki kehidupan menurut roh, seseorang harus masuk proses hidup dalam pimpinan Roh Kudus sehingga menemukan gairah yang sesuai dengan gairah Yesus, sehingga dapat melakukan kehendak Bapa.
Orang yang hidup menurut daging adalah orang-orang yang memikirkan hal-hal yang dari daging; keinginan daging adalah maut, perseteruan terhadap Allah, karena ia tidak takluk kepada hukum Allah atau tidak sesuai dengan pikiran dan perasaan Allah; hal ini memang tidak mungkin baginya. Dalam hal ini Paulus hendak mengemukakan perbedaan yang mencolok antara anak-anak Allah dan anak dunia. Sebaik apa pun mereka -yang tidak hidup menurut roh- tidak mungkin mencapai kesucian berstandar Allah.
Dari hal tersebut sangat jelas, bahwa orang dipercaya memiliki kehendak bebas untuk menentukan keadaan atau nasib kekalnya. Dengan demikian sangatlah keliru kalau keselamatan individu sudah ditentukan oleh Tuhan secara sepihak. Ajaran yang salah ini tidak membangun kehidupan Kristen yang normal. Kesediaan dengan tekun dipimpin Roh Kudus, melahirkan atau ditemukannya cara berpikir yang baru, sebab Roh Kudus menuntun orang percaya kepada seluruh kebenaran Allah. Cara berpikir yang baru ini melahirkan hasrat atau gairah baru yang sesuai dengan pikiran dan perasaan Allah, itulah kehendak roh. Bila seseorang menuruti hasrat atau gairah baru tersebut atau hidup menurut roh, maka dengan sendirinya hasrat-hasrat dan segala gairah lama di dalam dagingnya dimatikan. Jika terang datang, maka kegelapan akan menyingkir atau hilang dengan sendirinya.
https://overcast.fm/+IqOBWeupc
Kalau orang hidup menurut daging berarti Roh Allah tidak diam di dalam dirinya. Hal ini terjadi karena seseorang menolak kehadiran Roh Kudus secara tetap di dalam dirinya atau tidak memberi diri dipimpin oleh Roh Kudus. Jika seseorang menolak pimpinan Roh Kudus terus menerus, maka ia mendukakan Roh Kudus. Jika hal ini berlarut-larut, maka bisa memadamkan Roh Kudus, artinya ia tidak mampu mendengar suara Roh Kudus atau tidak menangkap sama sekali peringatan-Nya. Dalam hal ini Roh Kudus disia-siakan, sehingga tidak berfungsi sama sekali. Akhirnya orang seperti ini akan menghujat Roh Kudus. Bukan tidak mungkin seorang Kristen yang masih beragama Kristen, pergi ke gereja, tetapi sebenarnya sudah tidak mampu mendengar suara Roh Kudus atau tidak mampu lagi menerima peringatan Tuhan melalui Roh Kudus.
Dengan hidup menurut roh maka seseorang mampu hidup seperti hidup yang telah dijalani oleh Yesus. Dengan demikian Roh Kudus diam dalam kehidupan orang tersebut. Jika hal ini terjadi, maka orang tersebut memiliki Roh Kristus; artinya memiliki ketaatan seperti yang dimiliki oleh Yesus. Orang yang memiliki Roh Kristus adalah milik Kristus. Sebaliknya, seorang yang tidak hidup menurut roh pasti tidak hidup dalam penurutan terhadap kehendak Allah. Mereka juga pasti tidak memiliki hasrat atau gairah Kristus. Orang-orang seperti itu tidak dapat menjadi milik Kristus, sebab mereka memiliki dirinya sendiri. Mereka pasti binasa walau dengan mulut mengaku percaya kepada Yesus. Harus diingat bahwa percaya adalah tindakan, bukan sekadar aktivitas pikiran.
Keselamatan adalah gratis, artinya penebusan berikut kuasa (exousia) atau sarana untuk dapat dikembalikan ke rancangan Allah semula diberikan cuma-cuma. Kita memperolehnya tanpa terlebih dahulu berbuat baik atau melakukan jasa apa pun. Tetapi dalam menjalani atau mengerjakan keselamatan tersebut, kita harus berjuang (Flp. 2:12-13). Bukan sesuatu yang gratis, artinya tidak dapat terjadi atau berlangsung dengan sendirinya. Dengan demikian orang yang mengaku Yesus sebagai Juruselamat akan mengalami penebusan dan menerima kuasa atau sarana keselamatan. Oleh sebab itu orang percaya harus mengerjakan proses dikembalikannya ke rancangan semula atau mengerjakan keselamatannya. Orang percaya ini harus meninggalkan hidup menurut daging kemudian hidup menurut roh. Untuk dapat memiliki kehidupan menurut roh, seseorang harus masuk proses hidup dalam pimpinan Roh Kudus sehingga menemukan gairah yang sesuai dengan gairah Yesus, sehingga dapat melakukan kehendak Bapa.
Orang yang hidup menurut daging adalah orang-orang yang memikirkan hal-hal yang dari daging; keinginan daging adalah maut, perseteruan terhadap Allah, karena ia tidak takluk kepada hukum Allah atau tidak sesuai dengan pikiran dan perasaan Allah; hal ini memang tidak mungkin baginya. Dalam hal ini Paulus hendak mengemukakan perbedaan yang mencolok antara anak-anak Allah dan anak dunia. Sebaik apa pun mereka -yang tidak hidup menurut roh- tidak mungkin mencapai kesucian berstandar Allah.
Dari hal tersebut sangat jelas, bahwa orang dipercaya memiliki kehendak bebas untuk menentukan keadaan atau nasib kekalnya. Dengan demikian sangatlah keliru kalau keselamatan individu sudah ditentukan oleh Tuhan secara sepihak. Ajaran yang salah ini tidak membangun kehidupan Kristen yang normal. Kesediaan dengan tekun dipimpin Roh Kudus, melahirkan atau ditemukannya cara berpikir yang baru, sebab Roh Kudus menuntun orang percaya kepada seluruh kebenaran Allah. Cara berpikir yang baru ini melahirkan hasrat atau gairah baru yang sesuai dengan pikiran dan perasaan Allah, itulah kehendak roh. Bila seseorang menuruti hasrat atau gairah baru tersebut atau hidup menurut roh, maka dengan sendirinya hasrat-hasrat dan segala gairah lama di dalam dagingnya dimatikan. Jika terang datang, maka kegelapan akan menyingkir atau hilang dengan sendirinya.
https://overcast.fm/+IqOBWeupc
Truth Daily Enlightenment 15 Mei 2019 ROH KUDUS TIDAK MEMAKSA
Ada sekelompok orang Kristen yang memercayai bahwa Roh Kudus bekerja hanya dalam diri orang-orang tertentu yang sudah dipilih dan ditentukan untuk pasti selamat masuk surga. Orang yang digarap Roh Kudus tersebut tidak akan bisa menolak anugerah keselamatan. Mereka memahami Roh Kudus sebagai Pribadi yang tanpa bisa dicegah akan menuntun seseorang untuk bertobat, berbalik dan bertumbuh dewasa menjadi manusia yang berkenan kepada Allah. Biasanya mereka yang berkeyakinan seperti ini adalah orang-orang Kristen yang sudah memiliki premis bahwa Allah memilih atau menentukan orang-orang tertentu pasti selamat masuk surga. Mereka menyerahkan diri kepada suatu keyakinan bahwa bagaimanapun pada akhirnya oleh pimpinan Roh Kudus, mereka selamat masuk surga. Ironinya mereka belum tentu menyerahkan diri pada pimpinan Roh Kudus. Menyerahkan diri kepada suatu keyakinan, kepada fakta adanya pimpinan Roh Kudus dengan menyerahkan diri kepada pimpinan Roh Kudus, adalah sesuatu yang jauh berbeda.
Roh Kudus memang satu-satunya representasi Bapa dan Tuhan Yesus yang menggarap setiap individu. Tetapi sejatinya Roh Kudus adalah Pribadi yang lemah lembut. Roh Kudus adalah Pribadi yang tidak memaksakan kehendak-Nya kepada seseorang. Itulah sebabnya Roh Kudus dapat didukakan (Yes. 63:10 – “Tetapi mereka memberontak dan mendukakan Roh Kudus-Nya; maka Ia berubah menjadi musuh mereka, dan Ia sendiri berperang melawan mereka.” Ef. 4:30 – “Dan janganlah kamu mendukakan Roh Kudus Allah, yang telah memeteraikan kamu menjelang hari penyelamatan.” Alkitab juga menunjukkan bahwa Roh Kudus juga bisa dipadamkan, artinya Roh Kudus tidak lagi mau bersuara menuntun orang yang menolak tuntunan-Nya (1Tes. 5:19 – Janganlah padamkan Roh). Lebih tegas lagi Firman Tuhan menyatakan kenyataan adanya orang-orang yang menghujat Roh Kudus.
Menghujat Roh Kudus artinya dengan sengaja dan secara terus menerus tidak menerima penggarapan Roh Kudus, sehingga hatinya menjadi keras sampai tidak dapat lagi menyambut penggarapan Roh Kudus. Dengan demikian menghujat Roh Kudus tidak hanya menunjuk kepada suatu perbuatan salah atau dosa yang dilakukan seseorang, tetapi lebih menunjuk kepada suatu stadium atau tingkatan atau level, di mana oleh karena selalu menolak karya Roh Kudus -yaitu tidak mendengar teguran dan peringatan-Nya- maka seseorang tidak lagi dapat menerima penggarapan Roh Kudus. Roh Kudus adalah wakil Bapa dan Tuhan Yesus yang bekerja dalam diri seseorang, jadi kalau seseorang sudah menolak penggarapan-Nya, maka tidak ada lagi wakil Bapa dan Tuhan Yesus yang menuntun orang tersebut. Dalam Lukas 12:10 Tuhan Yesus berkata: “Setiap orang yang mengatakan sesuatu melawan Anak Manusia, ia akan diampuni; tetapi barangsiapa menghujat Roh Kudus, ia tidak akan diampuni.” Seseorang bisa berkeadaan melawan Yesus, tetapi selama Allah masih memberi kesempatan untuk bertobat di mana Roh Kudus masih bisa menuntun, ia belum menghujat Roh Kudus. Masih ada kesempatan untuk menerima pengampunan. Dalam kesabaran-Nya Allah melalui Roh Kudus selalu menuntun seseorang.
Proses seseorang sampai menghujat Roh Kudus, pertama sebelum menghujat Roh Kudus ia mendukakan Roh Kudus (Ef. 4:30). Kalau orang percaya hidup dalam dosa dan tidak mau mendengar suara teguran Tuhan. Dosa yang dilakukan anak manusia akan pasti mendukakan hati Allah (Kej. 6:6; Yes. 63:10). Tahap kedua yaitu memadamkan Roh Kudus (1Tes. 5:19). Dalam tingkatan ini Roh Kudus tidak lagi berbicara kepada seseorang, karena orang itu tidak lagi mau mendengar suara-Nya. Mereka menganggap remeh Roh Kudus dan karya-Nya. Mereka yang disebut telah memadamkan Roh Kudus adalah mereka yang telah menutup hati nuraninya untuk mendengar suara Roh Kudus. Akhirnya yang mereka dengar adalah suara diri mereka sendiri. Tahap terakhir, bila sudah terus menerus menolak penggarapan Roh Kudus maka tidak ada kesempatan lagi digarap oleh Roh Kudus maka ia tidak akan dapat lagi bertobat. Di sini seseorang sampai level menghujat Roh Kudus.
Dari penjelasan di atas ini jelas sekali bahwa Roh Kudus tidak memaksa seseorang untuk bertobat dan mengikuti pimpinan-Nya. Setiap orang diberi kebebasan apakah hidup dalam pimpinan Roh Kudus atau menolaknya. Kalau seseorang menolak pimpinan Roh Kudus, maka seseorang membiarkan orang itu memilih jalan sendiri dan bisa binasa. Hal ini membuktikan bahwa Tuhan tidak akan berintevensi dalam kehidupan manusia sampai seseorang kehilangan kehendak bebasnya. Bagaimanapun setiap orang menentukan keadaannya sendiri. Dengan demikian apakah seseorang menjadi umat pilihan yang terpilih atau tidak, bukan karena ditentukan oleh Tuhan tetapi tergantung pilihan dan keputusan masing-masing individu. Itulah sebabnya Firman Tuhan mengatakan: Sebab itu, seperti yang dikatakan Roh Kudus: “Pada hari ini, jika kamu mendengar suara-Nya, janganlah keraskan hatimu seperti dalam kegeraman pada waktu pencobaan di padang gurun” (Ibr. 3:7-8).
https://overcast.fm/+IqODHvzZI
Roh Kudus memang satu-satunya representasi Bapa dan Tuhan Yesus yang menggarap setiap individu. Tetapi sejatinya Roh Kudus adalah Pribadi yang lemah lembut. Roh Kudus adalah Pribadi yang tidak memaksakan kehendak-Nya kepada seseorang. Itulah sebabnya Roh Kudus dapat didukakan (Yes. 63:10 – “Tetapi mereka memberontak dan mendukakan Roh Kudus-Nya; maka Ia berubah menjadi musuh mereka, dan Ia sendiri berperang melawan mereka.” Ef. 4:30 – “Dan janganlah kamu mendukakan Roh Kudus Allah, yang telah memeteraikan kamu menjelang hari penyelamatan.” Alkitab juga menunjukkan bahwa Roh Kudus juga bisa dipadamkan, artinya Roh Kudus tidak lagi mau bersuara menuntun orang yang menolak tuntunan-Nya (1Tes. 5:19 – Janganlah padamkan Roh). Lebih tegas lagi Firman Tuhan menyatakan kenyataan adanya orang-orang yang menghujat Roh Kudus.
Menghujat Roh Kudus artinya dengan sengaja dan secara terus menerus tidak menerima penggarapan Roh Kudus, sehingga hatinya menjadi keras sampai tidak dapat lagi menyambut penggarapan Roh Kudus. Dengan demikian menghujat Roh Kudus tidak hanya menunjuk kepada suatu perbuatan salah atau dosa yang dilakukan seseorang, tetapi lebih menunjuk kepada suatu stadium atau tingkatan atau level, di mana oleh karena selalu menolak karya Roh Kudus -yaitu tidak mendengar teguran dan peringatan-Nya- maka seseorang tidak lagi dapat menerima penggarapan Roh Kudus. Roh Kudus adalah wakil Bapa dan Tuhan Yesus yang bekerja dalam diri seseorang, jadi kalau seseorang sudah menolak penggarapan-Nya, maka tidak ada lagi wakil Bapa dan Tuhan Yesus yang menuntun orang tersebut. Dalam Lukas 12:10 Tuhan Yesus berkata: “Setiap orang yang mengatakan sesuatu melawan Anak Manusia, ia akan diampuni; tetapi barangsiapa menghujat Roh Kudus, ia tidak akan diampuni.” Seseorang bisa berkeadaan melawan Yesus, tetapi selama Allah masih memberi kesempatan untuk bertobat di mana Roh Kudus masih bisa menuntun, ia belum menghujat Roh Kudus. Masih ada kesempatan untuk menerima pengampunan. Dalam kesabaran-Nya Allah melalui Roh Kudus selalu menuntun seseorang.
Proses seseorang sampai menghujat Roh Kudus, pertama sebelum menghujat Roh Kudus ia mendukakan Roh Kudus (Ef. 4:30). Kalau orang percaya hidup dalam dosa dan tidak mau mendengar suara teguran Tuhan. Dosa yang dilakukan anak manusia akan pasti mendukakan hati Allah (Kej. 6:6; Yes. 63:10). Tahap kedua yaitu memadamkan Roh Kudus (1Tes. 5:19). Dalam tingkatan ini Roh Kudus tidak lagi berbicara kepada seseorang, karena orang itu tidak lagi mau mendengar suara-Nya. Mereka menganggap remeh Roh Kudus dan karya-Nya. Mereka yang disebut telah memadamkan Roh Kudus adalah mereka yang telah menutup hati nuraninya untuk mendengar suara Roh Kudus. Akhirnya yang mereka dengar adalah suara diri mereka sendiri. Tahap terakhir, bila sudah terus menerus menolak penggarapan Roh Kudus maka tidak ada kesempatan lagi digarap oleh Roh Kudus maka ia tidak akan dapat lagi bertobat. Di sini seseorang sampai level menghujat Roh Kudus.
Dari penjelasan di atas ini jelas sekali bahwa Roh Kudus tidak memaksa seseorang untuk bertobat dan mengikuti pimpinan-Nya. Setiap orang diberi kebebasan apakah hidup dalam pimpinan Roh Kudus atau menolaknya. Kalau seseorang menolak pimpinan Roh Kudus, maka seseorang membiarkan orang itu memilih jalan sendiri dan bisa binasa. Hal ini membuktikan bahwa Tuhan tidak akan berintevensi dalam kehidupan manusia sampai seseorang kehilangan kehendak bebasnya. Bagaimanapun setiap orang menentukan keadaannya sendiri. Dengan demikian apakah seseorang menjadi umat pilihan yang terpilih atau tidak, bukan karena ditentukan oleh Tuhan tetapi tergantung pilihan dan keputusan masing-masing individu. Itulah sebabnya Firman Tuhan mengatakan: Sebab itu, seperti yang dikatakan Roh Kudus: “Pada hari ini, jika kamu mendengar suara-Nya, janganlah keraskan hatimu seperti dalam kegeraman pada waktu pencobaan di padang gurun” (Ibr. 3:7-8).
https://overcast.fm/+IqODHvzZI
Selasa, 14 Mei 2019
Truth Daily Enlightenment 14 Mei 2019 PERJUANGAN HIDUP MENURUT ROH
Inti baptisan Roh Kudus adalah kehidupan orang percaya yang diubahkan terus menerus oleh pekerjaan Roh Kudus guna memenuhi rencana Allah Bapa. Rencana Allah Bapa adalah membinasakan pekerjaan Iblis dengan mengubah manusia menjadi sempurna seperti diri Allah Bapa, yang mana telah diperagakan oleh Tuhan Yesus. Ini visi utama Roh Kudus yang diutus oleh Bapa dan Anak, yaitu agar membawa orang percaya kepada segala kebenaran (Yoh. 16:13). Roh Kudus akan membuka pikiran orang percaya untuk mengenal kebenaran. Kebenaran inilah yang memperbaharui seseorang sehingga tidak serupa dengan dunia (Rm. 12:2). Kebenaran itu juga yang memerdekakan. Roh Kudus menolong orang percaya untuk memiliki kehidupan yang sempurna, seperti tuntutan bagi anak-anak Allah yang harus seperti Bapa (Mat. 5:48).
Dipimpin Roh Kudus adalah tindakan Allah mengajarkan kebenaran-kebenaran kepada orang percaya, baik di dalam batinnya melalui pengajaran Firman (Logos), maupun rhema melalui pengalaman hidup. Dari hal ini nyata fungsi Roh Kudus, yaitu menuntun orang percaya kepada seluruh kebenaran. Kebenaran itu yang memperbaharui pikiran. Pikiran yang dibaharui membangun mindset atau cara berpikir yang baru pula. Kalau cara berpikir diubah, maka seseorang akan dapat menangkap roh yang baru, yang sesuai pikiran dan perasaan Allah. Dengan penjelasan lain: Hasil dari dipimpin oleh Roh Kudus membuat seseorang dapat menemukan roh (hasrat atau gairah), yang jika hidup menurut roh itu seseorang mengalami perubahan yang sangat radikal, yaitu mengenakan kodrat Ilahi; sebuah cara hidup yang baru sama sekali. Perubahan ini merupakan perubahan permanen, bukan perubahan sementara atau perubahan semu.
Kalau ditinjau dari teks aslinya “dipimpin,” menggunakan kata ago (ἄγω). Kata ago memiliki pengertian to lead, take with one, to guide (memimpin, membawa seseorang, menuntun). Sedangkan “menurut roh,” kata menurut adalah kata (κατὰ). Kata kata (κατὰ) sebenarnya adalah sebuah preposisi, tetapi memiliki pengertian “mengikuti, menuruti, sesuai dengan atau melalui.” Memimpin artinya mengarahkan, dalam hal ini Roh Kudus mengarahkan orang percaya. Sedangkan terkait dengan hidup menurut roh, kata “menurut” artinya menyesuaikan. Dalam hal ini orang percaya harus menyesuaikan diri dengan kehendak roh. Roh di sini bukan Roh Kudus, tetapi hasrat atau gairah yang dihasilkan setelah mengalami proses dipimpin Roh Kudus.
Jadi kalau dikatakan hidup menurut roh, maksudnya bukan hidup menurut Roh Kudus, tetapi hidup menurut hasrat atau gairah yang telah terbangun dari hasil perjuangan hidup dalam pimpinan Roh Kudus. Hasrat atau gairah tersebut menjadi milik atau bagian yang tidak pernah lepas dalam kehidupan seseorang. Dalam hal ini jelas sekali bahwa Allah hendak mengubah orang percaya secara permanen melalui pimpinan Roh-Nya, sehingga orang percaya memiliki roh Kristus, artinya kualitas karakter seperti Yesus. Sampai pada level ini seseorang secara otomatis selalu bertindak sesuai dengan pikiran dan perasaan Bapa dan Tuhan Yesus.
Orang percaya yang benar pasti mengalami proses ini. Bagi mereka yang menerima pimpinan Roh Kudus akan memperoleh roh yang seirama dengan roh itu, tetapi mereka yang tidak merespon penggarapan Tuhan melalui pimpinan Roh-Nya, tidak akan mengenal keselamatan yang membawa mereka kepada rancangan Allah semula. Mereka tidak akan pernah mengenal hidup menurut Roh. Tidak pernah mengenal mengenakan kodrat Ilahi. Dan tidak pernah mampu memenuhi apa yang menjadi prinsip hidup pengikut Tuhan Yesus: “Makananku melakukan kehendak Bapa dan menyeleseaikan pekerjaan-Nya.”
Allah yang berdaulat menghendaki agar orang percaya hidup menurut roh. Hal ini mutlak harus dipatuhi. Kemutlakan ini dapat dilihat dalam Roma 8:7-8, “Sebab keinginan daging adalah perseteruan terhadap Allah, karena ia tidak takluk kepada hukum Allah; hal ini memang tidak mungkin baginya. Mereka yang hidup dalam daging, tidak mungkin berkenan kepada Allah.” Dari penjelasan ini nampak betapa beratnya menjadi pengikut Yesus atau menjadi orang percaya. Dengan demikian keselamatan sesungguhnya bukan sesuatu yang mudah, bukan murahan. Tetapi perjuangan yang menyita seluruh hidup, agar seseorang mengalami perubahan dari hidup menurut daging menjadi seseorang yang hidup menurut roh. Tentu saja, untuk mengalami perubahan ini respon seseorang sangat menentukan. Jadi, sangatlah keliru kalau kepastian keselamatan ditentukan secara sepihak oleh Allah berdasarkan pilihan-Nya. Sejatinya, Allah memilih dan manusia yang dipilih harus berjuang untuk menjadi orang yang benar-benar terpilih, artinya berjuang untuk mencapai maksud keselamatan diberikan; yaitu hidup menurut roh bukan menurut daging agar menjadi serupa dengan Yesus.
Dipimpin Roh Kudus adalah tindakan Allah mengajarkan kebenaran-kebenaran kepada orang percaya, baik di dalam batinnya melalui pengajaran Firman (Logos), maupun rhema melalui pengalaman hidup. Dari hal ini nyata fungsi Roh Kudus, yaitu menuntun orang percaya kepada seluruh kebenaran. Kebenaran itu yang memperbaharui pikiran. Pikiran yang dibaharui membangun mindset atau cara berpikir yang baru pula. Kalau cara berpikir diubah, maka seseorang akan dapat menangkap roh yang baru, yang sesuai pikiran dan perasaan Allah. Dengan penjelasan lain: Hasil dari dipimpin oleh Roh Kudus membuat seseorang dapat menemukan roh (hasrat atau gairah), yang jika hidup menurut roh itu seseorang mengalami perubahan yang sangat radikal, yaitu mengenakan kodrat Ilahi; sebuah cara hidup yang baru sama sekali. Perubahan ini merupakan perubahan permanen, bukan perubahan sementara atau perubahan semu.
Kalau ditinjau dari teks aslinya “dipimpin,” menggunakan kata ago (ἄγω). Kata ago memiliki pengertian to lead, take with one, to guide (memimpin, membawa seseorang, menuntun). Sedangkan “menurut roh,” kata menurut adalah kata (κατὰ). Kata kata (κατὰ) sebenarnya adalah sebuah preposisi, tetapi memiliki pengertian “mengikuti, menuruti, sesuai dengan atau melalui.” Memimpin artinya mengarahkan, dalam hal ini Roh Kudus mengarahkan orang percaya. Sedangkan terkait dengan hidup menurut roh, kata “menurut” artinya menyesuaikan. Dalam hal ini orang percaya harus menyesuaikan diri dengan kehendak roh. Roh di sini bukan Roh Kudus, tetapi hasrat atau gairah yang dihasilkan setelah mengalami proses dipimpin Roh Kudus.
Jadi kalau dikatakan hidup menurut roh, maksudnya bukan hidup menurut Roh Kudus, tetapi hidup menurut hasrat atau gairah yang telah terbangun dari hasil perjuangan hidup dalam pimpinan Roh Kudus. Hasrat atau gairah tersebut menjadi milik atau bagian yang tidak pernah lepas dalam kehidupan seseorang. Dalam hal ini jelas sekali bahwa Allah hendak mengubah orang percaya secara permanen melalui pimpinan Roh-Nya, sehingga orang percaya memiliki roh Kristus, artinya kualitas karakter seperti Yesus. Sampai pada level ini seseorang secara otomatis selalu bertindak sesuai dengan pikiran dan perasaan Bapa dan Tuhan Yesus.
Orang percaya yang benar pasti mengalami proses ini. Bagi mereka yang menerima pimpinan Roh Kudus akan memperoleh roh yang seirama dengan roh itu, tetapi mereka yang tidak merespon penggarapan Tuhan melalui pimpinan Roh-Nya, tidak akan mengenal keselamatan yang membawa mereka kepada rancangan Allah semula. Mereka tidak akan pernah mengenal hidup menurut Roh. Tidak pernah mengenal mengenakan kodrat Ilahi. Dan tidak pernah mampu memenuhi apa yang menjadi prinsip hidup pengikut Tuhan Yesus: “Makananku melakukan kehendak Bapa dan menyeleseaikan pekerjaan-Nya.”
Allah yang berdaulat menghendaki agar orang percaya hidup menurut roh. Hal ini mutlak harus dipatuhi. Kemutlakan ini dapat dilihat dalam Roma 8:7-8, “Sebab keinginan daging adalah perseteruan terhadap Allah, karena ia tidak takluk kepada hukum Allah; hal ini memang tidak mungkin baginya. Mereka yang hidup dalam daging, tidak mungkin berkenan kepada Allah.” Dari penjelasan ini nampak betapa beratnya menjadi pengikut Yesus atau menjadi orang percaya. Dengan demikian keselamatan sesungguhnya bukan sesuatu yang mudah, bukan murahan. Tetapi perjuangan yang menyita seluruh hidup, agar seseorang mengalami perubahan dari hidup menurut daging menjadi seseorang yang hidup menurut roh. Tentu saja, untuk mengalami perubahan ini respon seseorang sangat menentukan. Jadi, sangatlah keliru kalau kepastian keselamatan ditentukan secara sepihak oleh Allah berdasarkan pilihan-Nya. Sejatinya, Allah memilih dan manusia yang dipilih harus berjuang untuk menjadi orang yang benar-benar terpilih, artinya berjuang untuk mencapai maksud keselamatan diberikan; yaitu hidup menurut roh bukan menurut daging agar menjadi serupa dengan Yesus.
Langganan:
Postingan (Atom)