Senin, 27 November 2017

Renungan Harian Truth Daily Enlightenment "NIHILISME"   28 November 2017


Tidak dapat disangkal bahwa dunia 🌍 kita sekarang ini memasuki semangat filosofi nihilisme yang sangat kuat. Nihilisme merupakan filsafat hidup yang bertumpu pada keyakinan bahwa dewa-dewa tidak ada, tidak ada Allah, atau tidak perlu ada.

Kalau Tuhan πŸ’— dianggap tidak ada (nihil), maka besar kecenderungan manusia hidup dalam dosa.
Akhirnya hati nurani menjadi gelap dan tidak akan dapat memahami kebenaran Allah.

Orang yang tidak percaya adanya Tuhan πŸ’— mengundang Iblis mendominasi seluruh kehidupannya. Dewasa ini di tengah kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, gerakan modernisasi dalam berbagai bidang kehidupan, menjadikan manusia tidak memerlukan Tuhan lagi, karenanya mereka menentang adanya Allah.

Sehingga dalam segala kegiatan, mereka tidak memerlukan Tuhan dan norma-Nya.
Walaupun mereka nampak sebagai orang-orang yang beradab, moralis, dan edukatif, tetapi mereka tidak memiliki norma Allah. Sebenarnya mereka πŸ‘₯ berkeadaan sebagai pemberontak di hadapan Allah.

Di dunia Barat keyakinan adanya Allah dengan segala eksistensi-Nya ditolak oleh banyak orang. Filosofi nihilisme tersebut semakin meluas di seluruh dunia 🌍
 Memang inilah kenyataan hidup dunia modern, betapa sukarnya memercayai bahwa Allah itu ada dan hidup.

Hal ini disebabkan oleh karena manusia πŸ‘₯ telah hanyut dengan filosofi nihilisme ini.
 Menurut manusia modern pada umumnya bahwa manusia dapat hidup tanpa Tuhan.
Di banyak negara di Timur, walaupun keyakinan terhadap Tuhan Yang Maha Esa masih kuat, mereka juga menolak paham ateisme yang dianggap sebagai paham orang-orang kafir tak bermoral.

Namun kenyataannya, perbuatan mereka menunjukkan mereka tidak percaya adanya Tuhan πŸ’— Mereka adalah kelompok yang secara teoritis bertuhan, teis teoritis, tetapi sebenarnya mereka adalah ateis secara praktis (ateis praktis).

Keyakinan akan Allah tidak cukup hanya sebuah pengakuan di lidah bibir saja, kemudian juga memeluk suatu agama. Pengakuan ini haruslah merupakan bentuk konkret dalam kehidupan atau diterjemahkan dalam perilaku secara konkret. Seseorang yang percaya akan adanya Tuhan πŸ’— adalah seorang yang tentu menunjukkan keyakinannya itu dalam perbuatan.

Dalam hal ini kita mengerti mengapa Yakobus berkata bahwa iman tanpa perbuatan pada hakikatnya adalah mati (Yak. 2:14-26). Selanjutnya orang yang percaya kepada Tuhan πŸ’— akan merealisasikan kepercayaannya menjadi semakin jelas.
Ia memperlakukan Allah sebagai Pribadi yang hidup dan nyata.

Orang Kristen yang mau hidup di hadapan Tuhan harus memercayai Allah πŸ’— secara benar.
Untuk itu ia harus memahami dan menerima sepenuhnya bahwa Allah pantas atau layak dipercayai.
Allah pantas atau layak dipercayai walau Ia tidak menunjukkan bukti-bukti keberadaan dan kehadiran-Nya secara fisik atau lahiriah.

Dalam kenyataan hidup ini, banyak hal yang tidak kelihatan, tetapi merupakan fenomena riil, seperti arus listrik, angin, dan lain sebagainya. Manusia dapat meyakini keberadaan mereka karena dapat membuktikan keberadaan mereka, tetapi Allah hendaknya tidak diperlakukan sama seperti mereka.

Allah harus dipercayai walau Dia seakan-akan tidak ada.
 Kita πŸ‘₯ harus memercayai Allah walau tidak ada bukti lahiriah, sebab dasarnya adalah iman, yaitu apa yang dikatakan Alkitab mengenai Dia benar adanya.

Dalam memercayai Allah, harus tidak bersyarat. Bukan aku πŸ‘€ percaya karena aku melihat, tetapi aku percaya walau aku tidak melihat.
Bukan aku percaya karena mengerti, tetapi aku percaya walau aku belum mengerti.

 Sesuai Firman Tuhan, kalau kita tekun memercayai Dia, maka kita akan mengalami Tuhan dan memiliki kesaksian bahwa Dia hidup dan nyata.
Tuhan πŸ’— pasti memenuhi janji-Nya bahwa Dia berkenan ditemui oleh mereka yang mencari Tuhan. Ketika mengalami keadaan sulit dan Tuhan seakan-akan tidak peduli, kita harus tetap memercayai keberadaan dan kehadiran-Nya.

 Kalau menyaksikan pengalaman orang percaya di abad mula-mula, kita memperoleh pelajaran yang berharga soal keyakinan atau percaya kepada Pribadi Tuhan. Walaupun mereka teraniaya hebat dan Tuhan seakan-akan tidak peduli, tetapi mereka tetap percaya kepada Tuhan πŸ’— dan setia kepada-Nya.

Pada waktu itu mereka teraniaya oleh kekuatan Roma, seakan-akan YesusπŸ’— kalah oleh Zeus atau Hermes, dewa-dewa sesembahan orang Roma. Namun demikian, mereka tetap setia dan percaya kepada Tuhan Yesus.

Percaya kepada Allah harus dengan keyakinan tanpa menuntut bukti-bukti atau tanda-tanda lahiriah kehadiran-Nya.
Hal ini menjadi prinsip penting. Sebab hal tersebut akan membuat kita tetap menghormati Dia, walau bagaimanapun keadaan kita πŸ‘₯
Selain itu juga dapat membuat kita setia dan tekun duduk diam di kaki Tuhan dalam penghayatan tehadap kehadiran-Nya.

Untuk ini kita harus belajar percaya bukan dengan perasaan, tetapi dengan iman. Keyakinan terhadap keberadaan Allah dengan benar pasti memancar dalam setiap perilaku kita, hal ini menjadi gugatan terhadap orang-orang yang teis teoritis dan kepada mereka yang ateis praktis. Memang kita akan dianggap konyol, tetapi percaya Tuhan πŸ’— seperti yang dilakukan Abraham adalah pola dan inspirasi kehidupan iman kita.
Pada akhirnya kita akan membuktikan bahwa yang kita percayai benar.

JBU

Tidak ada komentar:

Posting Komentar