Roma 4:10 “Berbahagialah orang yang diampuni pelanggaran-pelanggarannya, dan yang ditutupi dosa-dosanya; berbahagialah manusia yang kesalahannya tidak diperhitungkan Tuhan kepadanya.”
Adakah ucapan bahagia ini hanya berlaku bagi orang bersunat saja atau juga bagi orang tak bersunat? Sebab telah kami π₯katakan, bahwa kepada Abraham iman diperhitungkan sebagai kebenaran. Dalam keadaan manakah hal itu diperhitungkan? Sebelum atau sesudah ia disunat? Bukan sesudah disunat, tetapi sebelumnya.
Paulus menjelaskan bahwa Abraham dibenarkan pada waktu ia belum disunat.
Hal ini menunjukkan bahwa sesungguhnya sunat tidak memiliki peran sama sekali dalam proses pembenaran dari Allah atas diri Abraham.
Tetapi yang menjadi persoalan adalah mengapa sunat diberikan bahkan diharuskan kepada bangsa Israel keturunan Abraham pada tahun 1440 sebelum Masehi atau sekitar 1500 tahun sebelum ada agama Kristen atau 2100 tahun sebelum ada agama Islam? Apa fungsi dan peran sunat tersebut sebenarnya?
Sunat diberikan sebagai tanda bahwa bangsa Israel atau orang Yahudi adalah keturunan Abraham dari Ishak dan Yakub (nenek moyang Israel) merupakan umat pilihan.
Mereka adalah umat pilihan yang dikhususkan bagi Allah (Yahweh).
Hal ini dimaksudkan agar mereka selalu menyadari dan menghayati bahwa mereka π₯ adalah umat pilihan yang tidak sama dengan bangsa lain.
Umat pilihan di sini adalah umat yang harus memikul tanggung jawab, yaitu:
Untuk menyimpan warisan pengenalan akan Allah; siapa dan bagaimana Allah π yang benar itu.
Sekaligus hal itu untuk membuktikan bahwa di dunia ini, Allah yang benar adalah Allah Israel.
Maksud yang lain yang sangat penting juga adalah agar bangsa Israel menjaga eksistensi mereka sebagai umat pilihan, sebab dari bangsa Israel akan dilahirkan Mesias; Juruselamat dunia.
Hal tersebut menggenapi janji Allah π kepada Abraham, bahwa dari keturunannya semua bangsa di dunia akan diberkati (Kej. 12:1-3).
Bangsa Israel membutuhkan tanda secara fisik sebagai pengesahan bahwa mereka berbeda dengan bangsa-bangsa lain.
Tanda fisik sebagai pengesahan tersebut adalah sunat.
Bangsa Israel sangat bangga dengan tanda sunat yang mereka miliki, tanda yang tidak dimiliki oleh bangsa lain pada waktu itu. Kalimat “pada waktu itu” menunjukkan bahwa sekarang tidak lagi menjadi tanda yang eksklusif pada bangsa Israel, sebab orang-orang Islam juga melakukan sunat ini.
Sejatinya, sebelum ada agama Kristen dan agama Islam, tanda sunat sudah dilakukan oleh orang-orang Israel.
Dalam keangkuhan bangsa Israel, mereka menganggap bahwa bangsa yang tidak bersunat adalah bangsa yang tidak berharga, seperti mereka yang berharga di hadapan Allah π (Elohim Yahweh).
Mereka merasa lebih diperlakukan istimewa oleh Allah.
Menurut pemahaman orang-orang Israel, bangsa yang tidak disunat pantas disebut sebagai kafir. Itulah sebabnya mereka menganggap bahwa hanya mereka sebagai umat pilihan Allah (Elohim Yahweh) yang berhak memiliki tanda sunat.
Dalam tulisan Paulus tersebut (Rm. 4:10), Paulus menunjukkan bahwa tanda sunat tidak memiliki nilai keselamatan dalam kehidupan manusia π₯
Sunat hanya menandai bahwa mereka adalah keturunan Abraham yang sah sebagai umat pilihan untuk mewarisi segala berkat jasmani yang Allah janjikan, di antaranya adalah tanah Kanaan yang berlimpah susu dan madu.
Bisa dimengerti kalau bangsa Israel atau orang Yahudi merasa berhak atas wilayah tanah Kanaan dari Libanon, sebagian Yordan sampai sebagian wilayah Mesir.
Jika tanda sunat diberikan setelah pembenaran atas Abraham, maka berarti bukan karena sunat itu Abraham dibenarkan, tetapi karena tindakan Abraham dalam menuruti kehendak Allah π yang merupakan ekspresi imannya.
Dengan demikian sangat jelas bahwa karena tindakan Abraham menuruti kehendak Allah π maka ia dibenarkan. Hal ini sesuai dengan yang dikemukakan oleh Yakobus (Yak. 2:21-24 Bukankah Abraham, bapa kita, dibenarkan karena perbuatan-perbuatannya, ketika ia mempersembahkan Ishak, anaknya, di atas mezbah? Kamu lihat, bahwa iman bekerjasama dengan perbuatan-perbuatan dan oleh perbuatan-perbuatan itu iman menjadi sempurna.
Dengan jalan demikian genaplah nas yang mengatakan: “Lalu percayalah Abraham kepada Allah, maka Allah π memperhitungkan hal itu kepadanya sebagai kebenaran.” Karena itu Abraham disebut: “Sahabat Allah.”
Jadi kamu lihat, bahwa manusia π₯ dibenarkan karena perbuatan-perbuatannya dan bukan hanya karena iman).
Dalam tulisan Paulus, sunat tidak menandai dan menunjukkan hidup keberimanan orang Kristen.
Dengan demikian sunat tidak memiliki nilai keselamatan atau nilai kerohanian sama sekali. Sunat hanya tanda bagi keturunan Abraham dari Ishak dan Yakub.
Pada waktu keselamatan melalui korban Kristus πbelum dinyatakan, hal ini tidak dipahami oleh bangsa Israel.
Ketika Kekristenan dihadirkan, maka tanda sunat sudah tidak diperlukan sama sekali, sebab sunat yang dikehendaki oleh Allah π adalah sunat hati. Kekristenan mengajarkan kebenaran yang bersifat batiniah.
Tanda-tanda lahiriah sudah harus ditinggalkan, bahkan zaman keberagamaan sudah harus diakhiri, sebab kebenaran hanya melalui dan di dalam Yesus Kristus π
Kebenaran melalui dan di dalam Yesus Kristus artinya bahwa manusia bisa dibenarkan di hadapan Allah hanya oleh karena korban Yesus di kayu salib, dan selanjutnya orang percaya harus memiliki kebenaran hidup atau moral yang tidak lagi didasarkan pada hukum, tetapi pada Pribadi Yesus Kristus atau serupa dengan Yesus.
JBU
Kumpulan dari Khotbah, Seminar dan hal lain yang berhubungan dengan Gereja Rehobot Ministry
Rabu, 28 Februari 2018
Selasa, 27 Februari 2018
RH Truth Daily Enlightenment “TIDAK SAMA DENGAN DUNIA” 28 Februari 2018
Orang-orang beragama seperti agama Yahudi (agama samawi), berkeyakinan dan menjalankan hidup keberagamaan dengan sistem, yaitu mereka harus melakukan hukum yang mereka yakini dari Allah. Dengan melakukan hukum itu maka mereka π₯mendapat pahala atau upah.
Jika tidak melakukan hukum, maka mereka akan dihukum.
Ini adalah sistem keberagamaan yang ada pada agama-agama Samawi, seperti agama Yahudi.
Itulah sebabnya mereka berusaha untuk hidup tidak bercacat dengan menuruti Taurat.
Paulus pun sebelum mengenal Tuhan Yesus π memiliki pola hidup keberagamaan seperti itu. Dalam kesaksiannya Paulus mengatakan: …disunat pada hari kedelapan, dari bangsa Israel, dari suku Benyamin, orang Ibrani asli, tentang pendirian terhadap hukum Taurat aku orang Farisi, tentang kegiatan aku penganiaya jemaat, tentang kebenaran dalam mentaati hukum Taurat aku tidak bercacat.
Injil memperkenalkan “jalan” yang berbeda dengan apa yang dipahami agama-agama samawi seperti agama Yahudi.
Injil menunjukkan bahwa semua manusia telah berdosa dan kehilangan kemuliaan Allah π
Hal ini menunjukkan bahwa sebenarnya yang dikehendaki oleh Allah atas manusia bukan hanya menjadi baik sesuai dengan hukum.
Tetapi harus seperti rancangan semula.
Bahwa tidak ada jalan untuk menghindarkan manusia dari akibat kesalahannya selain dengan darah Yesus π
Ini berarti darah domba tidak berarti sama sekali.
Pembenaran tidak dapat dilakukan dengan darah domba dan perbuatan baik.
Oleh karenanya Paulus mengatakan bahwa tidak ada orang yang dapat dibenarkan dengan melakukan hukum Taurat. Darah domba hanya tindakan profetik dari darah yang dikehendaki oleh Allah π
Dengan demkian jalan (sistem) agama harus ditinggalkan.
Diteguhkan lagi dengan pernyataan Tuhan Yesus : Tetapi saatnya akan datang dan sudah tiba sekarang, bahwa penyembah-penyembah benar akan menyembah Bapa π dalam roh dan kebenaran; sebab Bapa menghendaki penyembah-penyembah demikian.
Allah itu Roh dan barangsiapa menyembah Dia, harus menyembah-Nya dalam roh dan kebenaran.”
Dalam tulisannya Paulus mematahkan pola pikir sistem keagamaan yang dimiliki bangsa Yahudi: Sebab jikalau Abraham dibenarkan karena perbuatannya, maka ia beroleh dasar untuk bermegah, tetapi tidak di hadapan Allah.
Sebab apakah dikatakan nas Kitab Suci? “Lalu percayalah Abraham kepada Tuhan π, dan Tuhan memperhitungkan hal itu kepadanya sebagai kebenaran.
Paulus menyatakan bahwa Abraham tidak memiliki sistem keberagamaan yang diagungkan oleh agama samawi seperti agama Yahudi ini, tetapi Abraham dapat dibenarkan bukan oleh karena perbuatan.
Kata perbuatan yang dimaksud adalah perbuatan yang sesuai dengan hukum dalam sistem keberagamaan. Penting untuk menandaskan bahwa kata “perbuatan” (Yun. Ergon; αΌΟΞ³ΞΏΞ½) dalam Roma 4:2 tidaklah sama dengan tindakan yang menghasilkan atau mengekspresikan iman.
Karena pengertian “perbuatan” disamakan dengan tindakan, maka banyak orang Kristen π₯ merasa dan memahami iman adalah aktivitas pikiran, sekadar sebuah persetujuan pikiran atau pengaminan akali. Mereka merasa sudah percaya Tuhan Yesus sebagai Juruselamat dan merasa berhak untuk dibenarkan, sehingga diselamatkan.
Abraham tidak melakukan “perbuatan” sesuai dengan aturan hukum, tetapi Abraham memiliki tindakan yang menunjukkan imannya. Itulah sebabnya Yakobus dalam tulisannya mengatakan : Jika iman itu tidak disertai perbuatan, maka iman itu pada hakekatnya adalah mati… Abraham, bapa kita, dibenarkan karena perbuatan-perbuatannya, ketika ia mempersembahkan Ishak, anaknya, di atas mezbah?
Dengan jalan demikian genaplah nas yang mengatakan : “Lalu percayalah Abraham kepada Allah π, maka Allah memperhitungkan hal itu kepadanya sebagai kebenaran.” Karena itu Abraham disebut: “Sahabat Allah.” Jadi kamu lihat, bahwa manusia dibenarkan karena perbuatan-perbuatannya dan bukan hanya karena iman… demikian jugalah iman tanpa perbuatan-perbuatan adalah mati. Iman yang dimaksud Yakobus adalah persetujuan pikiran.
Hal itu tidak cukup harus disertai dengan perbuatan. Dalam hal ini pengertian kata iman dalam Yakobus 2:17-26 ini tidak sama dengan pengertian kata iman dalam Roma 4:1-4.
Dengan penjelasan di atas, kita bisa memahami dengan benar maksud Firman Tuhan π yang mengatakan bahwa manusia dapat dibenarkan oleh iman.
Dibenarkan artinya dianggap dan diakui benar, semua dosa diampuni dan manusia diterima kembali oleh Allah.
Tetapi iman yang membuat manusia π₯ dibenarkan adalah melakukan kehendak Allah. Seperti Abraham rela melakukan apa pun yang Allah kehendaki, juga seperti Tuhan Yesus yang taat sampai mati bahkan mati di kayu salib, demikianlah seharusnya kehidupan iman orang percaya.
Oleh sebab itu hendaknya orang percaya π₯ tidak merasa sudah memiliki iman sebelum meneladani kehidupan Abraham dengan mengenakan kehidupan Tuhan Yesus. Inilah yang membuat warna hidup seseorang yang beriman dengan benar berbeda dengan mereka yang tidak beriman kepada Tuhan Yesus.
Dengan demikian kesimpulan tegas yang harus ditarik adalah: kalau kehidupan orang Kristen sama dengan dunia ini, berarti ia belum atau tidak beriman.
Ia belum memiliki iman.
Berarti pula ia belum dibenarkan secara benar.
JBU
Jika tidak melakukan hukum, maka mereka akan dihukum.
Ini adalah sistem keberagamaan yang ada pada agama-agama Samawi, seperti agama Yahudi.
Itulah sebabnya mereka berusaha untuk hidup tidak bercacat dengan menuruti Taurat.
Paulus pun sebelum mengenal Tuhan Yesus π memiliki pola hidup keberagamaan seperti itu. Dalam kesaksiannya Paulus mengatakan: …disunat pada hari kedelapan, dari bangsa Israel, dari suku Benyamin, orang Ibrani asli, tentang pendirian terhadap hukum Taurat aku orang Farisi, tentang kegiatan aku penganiaya jemaat, tentang kebenaran dalam mentaati hukum Taurat aku tidak bercacat.
Injil memperkenalkan “jalan” yang berbeda dengan apa yang dipahami agama-agama samawi seperti agama Yahudi.
Injil menunjukkan bahwa semua manusia telah berdosa dan kehilangan kemuliaan Allah π
Hal ini menunjukkan bahwa sebenarnya yang dikehendaki oleh Allah atas manusia bukan hanya menjadi baik sesuai dengan hukum.
Tetapi harus seperti rancangan semula.
Bahwa tidak ada jalan untuk menghindarkan manusia dari akibat kesalahannya selain dengan darah Yesus π
Ini berarti darah domba tidak berarti sama sekali.
Pembenaran tidak dapat dilakukan dengan darah domba dan perbuatan baik.
Oleh karenanya Paulus mengatakan bahwa tidak ada orang yang dapat dibenarkan dengan melakukan hukum Taurat. Darah domba hanya tindakan profetik dari darah yang dikehendaki oleh Allah π
Dengan demkian jalan (sistem) agama harus ditinggalkan.
Diteguhkan lagi dengan pernyataan Tuhan Yesus : Tetapi saatnya akan datang dan sudah tiba sekarang, bahwa penyembah-penyembah benar akan menyembah Bapa π dalam roh dan kebenaran; sebab Bapa menghendaki penyembah-penyembah demikian.
Allah itu Roh dan barangsiapa menyembah Dia, harus menyembah-Nya dalam roh dan kebenaran.”
Dalam tulisannya Paulus mematahkan pola pikir sistem keagamaan yang dimiliki bangsa Yahudi: Sebab jikalau Abraham dibenarkan karena perbuatannya, maka ia beroleh dasar untuk bermegah, tetapi tidak di hadapan Allah.
Sebab apakah dikatakan nas Kitab Suci? “Lalu percayalah Abraham kepada Tuhan π, dan Tuhan memperhitungkan hal itu kepadanya sebagai kebenaran.
Paulus menyatakan bahwa Abraham tidak memiliki sistem keberagamaan yang diagungkan oleh agama samawi seperti agama Yahudi ini, tetapi Abraham dapat dibenarkan bukan oleh karena perbuatan.
Kata perbuatan yang dimaksud adalah perbuatan yang sesuai dengan hukum dalam sistem keberagamaan. Penting untuk menandaskan bahwa kata “perbuatan” (Yun. Ergon; αΌΟΞ³ΞΏΞ½) dalam Roma 4:2 tidaklah sama dengan tindakan yang menghasilkan atau mengekspresikan iman.
Karena pengertian “perbuatan” disamakan dengan tindakan, maka banyak orang Kristen π₯ merasa dan memahami iman adalah aktivitas pikiran, sekadar sebuah persetujuan pikiran atau pengaminan akali. Mereka merasa sudah percaya Tuhan Yesus sebagai Juruselamat dan merasa berhak untuk dibenarkan, sehingga diselamatkan.
Abraham tidak melakukan “perbuatan” sesuai dengan aturan hukum, tetapi Abraham memiliki tindakan yang menunjukkan imannya. Itulah sebabnya Yakobus dalam tulisannya mengatakan : Jika iman itu tidak disertai perbuatan, maka iman itu pada hakekatnya adalah mati… Abraham, bapa kita, dibenarkan karena perbuatan-perbuatannya, ketika ia mempersembahkan Ishak, anaknya, di atas mezbah?
Dengan jalan demikian genaplah nas yang mengatakan : “Lalu percayalah Abraham kepada Allah π, maka Allah memperhitungkan hal itu kepadanya sebagai kebenaran.” Karena itu Abraham disebut: “Sahabat Allah.” Jadi kamu lihat, bahwa manusia dibenarkan karena perbuatan-perbuatannya dan bukan hanya karena iman… demikian jugalah iman tanpa perbuatan-perbuatan adalah mati. Iman yang dimaksud Yakobus adalah persetujuan pikiran.
Hal itu tidak cukup harus disertai dengan perbuatan. Dalam hal ini pengertian kata iman dalam Yakobus 2:17-26 ini tidak sama dengan pengertian kata iman dalam Roma 4:1-4.
Dengan penjelasan di atas, kita bisa memahami dengan benar maksud Firman Tuhan π yang mengatakan bahwa manusia dapat dibenarkan oleh iman.
Dibenarkan artinya dianggap dan diakui benar, semua dosa diampuni dan manusia diterima kembali oleh Allah.
Tetapi iman yang membuat manusia π₯ dibenarkan adalah melakukan kehendak Allah. Seperti Abraham rela melakukan apa pun yang Allah kehendaki, juga seperti Tuhan Yesus yang taat sampai mati bahkan mati di kayu salib, demikianlah seharusnya kehidupan iman orang percaya.
Oleh sebab itu hendaknya orang percaya π₯ tidak merasa sudah memiliki iman sebelum meneladani kehidupan Abraham dengan mengenakan kehidupan Tuhan Yesus. Inilah yang membuat warna hidup seseorang yang beriman dengan benar berbeda dengan mereka yang tidak beriman kepada Tuhan Yesus.
Dengan demikian kesimpulan tegas yang harus ditarik adalah: kalau kehidupan orang Kristen sama dengan dunia ini, berarti ia belum atau tidak beriman.
Ia belum memiliki iman.
Berarti pula ia belum dibenarkan secara benar.
JBU
Senin, 26 Februari 2018
RH Truth Daily Enlightenment “UPAH ATAS IMAN” 27 Februari 2018
Dalam Roma 4:1 terdapat kalimat: Jadi apakah akan kita katakan tentang Abraham, bapa leluhur jasmani kita? Mengindikasikan seakan-akan Paulus mengatakan: Apakah kita bisa atau mau menyalahkan tindakan Abraham? Sebaliknya, apakah kita mau mencontoh atau meneladani tindakan Abraham? Abraham dibenarkan oleh Allah bukan karena sistem keagamaan bangsa Yahudi.
Abraham hanya memercayai apa yang dikatakan Tuhan π
Tentu saja percayanya Abraham bukan hanya dalam pikiran dan di mulutnya.
Percaya Abraham adalah percaya dalam tindakan. Abraham tidak memiliki agama, liturgi dan hukum atau syariat, tetapi hidupnya dalam penurutan total terhadap kehendak Allah.
Ia tidak beragama, tetapi ber-Tuhan.
Berbeda dengan orang-orang hari ini yang beragama tetapi tidak ber-Tuhan.
Pada waktu Abraham dibenarkan oleh Allah, ia ada dalam situasi yang sangat sulit.
Abraham sudah meninggalkan Urkasdim, bertahun-tahun menanti kelahiran anak tetapi tidak kunjung datang, sampai ia putus asa dan hendak mewariskan kekayaan kepada hambanya.
Ketika Allah menyuruh Abraham memandang langit dan menghitung bintang, Allah mengatakan bahwa keturunannya akan sebanyak bintang di langit, mestinya Abraham makin tidak menaruh percaya kepada Yahweh, tetapi Abraham percaya. Memang percaya ada dalam batin dan pikiran, tetapi harus dipahami bahwa Abraham sudah bertindak menuruti Allah, lagi pula Allah π tahu seberapa percayanya Abraham kepada Diri-Nya.
Itulah yang diperhitungkan oleh Allah sebagai kebenaran.
Hal ini tidak bisa disamakan dengan orang Kristen yang hanya dalam pikiran merasa setuju bahwa Yesus π adalah Juruselamat dan mengaku dengan mulutnya, lalu merasa bahwa dirinya sudah bisa dibenarkan.
Di dalam pikiran banyak orang Kristen π₯ bahwa syarat pembenaran adalah menyetujui bahwa Yesus adalah Juruselamat (secara status) dan mengakuinya di mulut. Mereka sudah merasa telah memiliki kesejajaran dengan tindakan Abraham.
Padahal kualitas hidup Abraham dari tindakannya yang memenuhi syarat untuk bisa memperoleh pembenaran dari Allah πsangat jauh berbeda dengan kualitas hidup banyak orang Kristen hari ini.
Harus diingat bahwa percaya itu bukan hanya aktivitas nalar tanpa pertaruhan.
Abraham percaya kepada Allah dengan mempertaruhkan segenap hidupnya.
Sejak ia menuruti perintah Allah π, Abraham kehilangan seluruh hidupnya. Keadaannya adalah keadaan yang sulit dan ia dibawa Tuhan kepada kemustahilan.
Tuhan sengaja tidak memberi dia anak, sampai usianya menjelang 100 tahun.
Dari hal ini diuji apakah Abraham “berani” melakukan tindakan yang menunjukkan percayanya. Hal ini sangat berbeda dengan sebagian orang Kristen hari ini yang hanya dalam pikiran setuju bahwa Yesus adalah Juruselamat tanpa berusaha mengikuti jejak hidup Tuhan Yesus.
Sementara mulutnya mengaku Yesus adalah Tuhan π dan Juruselamat, mereka masih mengikuti jalan dunia.
Mereka tidak meninggalkan keduniawian, tidak seperti Abraham meninggalkan Urkasdim.
Banyak orang Kristen yang imannya atau percayanya palsu.
Mereka adalah orang-orang π₯ yang belum dibenarkan.
Selanjutnya, dalam Roma 4:4-5 tertulis: Kalau ada orang yang bekerja, upahnya tidak diperhitungkan sebagai hadiah, tetapi sebagai haknya.
Tetapi kalau ada orang yang tidak bekerja, namun percaya kepada Dia yang membenarkan orang durhaka, imannya diperhitungkan menjadi kebenaran.
Hendaknya kalimat-kalimat dalam ayat ini tidak dipahami dengan premis yang sudah salah.
Betapa banyak teolog dan orang Kristen yang tidak memahami dengan benar ayat ini, sehingga mereka mengartikan dangkal, miskin, dan murahan terhadap pengertian iman dalam ayat ini.
Kesimpulan salah yang menyesatkan dalam pikiran mereka adalah bahwa dengan persetujuan pikiran, tanpa tindakan, orang Kristen π₯ bisa dibenarkan.
Dalam Roma 4:4-5 Paulus tidak bermaksud mengatakan bahwa iman boleh dimiliki tanpa tindakan sama sekali, sehingga hanya dalam pikiran dan pengakuan mulut saja.
Dan hal itu sudah cukup membuat seseorang mendapat pembenaran. Ini adalah iman palsu, iman yang tidak menyelamatkan dan tidak mendatangkan pembenaran.
Harus diperhatikan dengan teliti, dalam pernyataan Paulus tersebut, ia berbicara mengenai “orang bekerja”.
Orang yang bekerja patut mendapat gaji atau upah. Upah itu haknya. Ini adalah sistem kerja yang sudah ada sejak dulu.
Kalau seseorang bekerja tidak mendapat upah, berarti melawan sistem. Sebaliknya, kalau seseorang tidak bekerja tetapi mendapat upah, itu juga berarti melawan sistem atau bertentangan dengan sistem.
Abraham “tidak bekerja seperti orang Yahudi” yang berusaha melakukan hukum supaya mendapat pembenaran.
Abraham tidak memiliki hukum dan tidak berusaha melakukan hukum seperti orang-orang Yahudi.
Tetapi Abraham memiliki iman, artinya percaya segala sesuatu yang dikatakan oleh Elohim Yahweh dan ia berusaha melakukannya.
Bahkan untuk perintah yang paling berat dan tidak bisa ia mengerti seperti menjadikan Ishak sebagai korban bakaran.
Ketaatan atau penurutan terhadap kehendak Allah π itulah yang disebut iman.
Dan Abraham mendapat upahnya, walau ia tidak bekerja artinya tidak menuruti hukum-hukum seperti orang beragama pada umumnya.
JBU
Abraham hanya memercayai apa yang dikatakan Tuhan π
Tentu saja percayanya Abraham bukan hanya dalam pikiran dan di mulutnya.
Percaya Abraham adalah percaya dalam tindakan. Abraham tidak memiliki agama, liturgi dan hukum atau syariat, tetapi hidupnya dalam penurutan total terhadap kehendak Allah.
Ia tidak beragama, tetapi ber-Tuhan.
Berbeda dengan orang-orang hari ini yang beragama tetapi tidak ber-Tuhan.
Pada waktu Abraham dibenarkan oleh Allah, ia ada dalam situasi yang sangat sulit.
Abraham sudah meninggalkan Urkasdim, bertahun-tahun menanti kelahiran anak tetapi tidak kunjung datang, sampai ia putus asa dan hendak mewariskan kekayaan kepada hambanya.
Ketika Allah menyuruh Abraham memandang langit dan menghitung bintang, Allah mengatakan bahwa keturunannya akan sebanyak bintang di langit, mestinya Abraham makin tidak menaruh percaya kepada Yahweh, tetapi Abraham percaya. Memang percaya ada dalam batin dan pikiran, tetapi harus dipahami bahwa Abraham sudah bertindak menuruti Allah, lagi pula Allah π tahu seberapa percayanya Abraham kepada Diri-Nya.
Itulah yang diperhitungkan oleh Allah sebagai kebenaran.
Hal ini tidak bisa disamakan dengan orang Kristen yang hanya dalam pikiran merasa setuju bahwa Yesus π adalah Juruselamat dan mengaku dengan mulutnya, lalu merasa bahwa dirinya sudah bisa dibenarkan.
Di dalam pikiran banyak orang Kristen π₯ bahwa syarat pembenaran adalah menyetujui bahwa Yesus adalah Juruselamat (secara status) dan mengakuinya di mulut. Mereka sudah merasa telah memiliki kesejajaran dengan tindakan Abraham.
Padahal kualitas hidup Abraham dari tindakannya yang memenuhi syarat untuk bisa memperoleh pembenaran dari Allah πsangat jauh berbeda dengan kualitas hidup banyak orang Kristen hari ini.
Harus diingat bahwa percaya itu bukan hanya aktivitas nalar tanpa pertaruhan.
Abraham percaya kepada Allah dengan mempertaruhkan segenap hidupnya.
Sejak ia menuruti perintah Allah π, Abraham kehilangan seluruh hidupnya. Keadaannya adalah keadaan yang sulit dan ia dibawa Tuhan kepada kemustahilan.
Tuhan sengaja tidak memberi dia anak, sampai usianya menjelang 100 tahun.
Dari hal ini diuji apakah Abraham “berani” melakukan tindakan yang menunjukkan percayanya. Hal ini sangat berbeda dengan sebagian orang Kristen hari ini yang hanya dalam pikiran setuju bahwa Yesus adalah Juruselamat tanpa berusaha mengikuti jejak hidup Tuhan Yesus.
Sementara mulutnya mengaku Yesus adalah Tuhan π dan Juruselamat, mereka masih mengikuti jalan dunia.
Mereka tidak meninggalkan keduniawian, tidak seperti Abraham meninggalkan Urkasdim.
Banyak orang Kristen yang imannya atau percayanya palsu.
Mereka adalah orang-orang π₯ yang belum dibenarkan.
Selanjutnya, dalam Roma 4:4-5 tertulis: Kalau ada orang yang bekerja, upahnya tidak diperhitungkan sebagai hadiah, tetapi sebagai haknya.
Tetapi kalau ada orang yang tidak bekerja, namun percaya kepada Dia yang membenarkan orang durhaka, imannya diperhitungkan menjadi kebenaran.
Hendaknya kalimat-kalimat dalam ayat ini tidak dipahami dengan premis yang sudah salah.
Betapa banyak teolog dan orang Kristen yang tidak memahami dengan benar ayat ini, sehingga mereka mengartikan dangkal, miskin, dan murahan terhadap pengertian iman dalam ayat ini.
Kesimpulan salah yang menyesatkan dalam pikiran mereka adalah bahwa dengan persetujuan pikiran, tanpa tindakan, orang Kristen π₯ bisa dibenarkan.
Dalam Roma 4:4-5 Paulus tidak bermaksud mengatakan bahwa iman boleh dimiliki tanpa tindakan sama sekali, sehingga hanya dalam pikiran dan pengakuan mulut saja.
Dan hal itu sudah cukup membuat seseorang mendapat pembenaran. Ini adalah iman palsu, iman yang tidak menyelamatkan dan tidak mendatangkan pembenaran.
Harus diperhatikan dengan teliti, dalam pernyataan Paulus tersebut, ia berbicara mengenai “orang bekerja”.
Orang yang bekerja patut mendapat gaji atau upah. Upah itu haknya. Ini adalah sistem kerja yang sudah ada sejak dulu.
Kalau seseorang bekerja tidak mendapat upah, berarti melawan sistem. Sebaliknya, kalau seseorang tidak bekerja tetapi mendapat upah, itu juga berarti melawan sistem atau bertentangan dengan sistem.
Abraham “tidak bekerja seperti orang Yahudi” yang berusaha melakukan hukum supaya mendapat pembenaran.
Abraham tidak memiliki hukum dan tidak berusaha melakukan hukum seperti orang-orang Yahudi.
Tetapi Abraham memiliki iman, artinya percaya segala sesuatu yang dikatakan oleh Elohim Yahweh dan ia berusaha melakukannya.
Bahkan untuk perintah yang paling berat dan tidak bisa ia mengerti seperti menjadikan Ishak sebagai korban bakaran.
Ketaatan atau penurutan terhadap kehendak Allah π itulah yang disebut iman.
Dan Abraham mendapat upahnya, walau ia tidak bekerja artinya tidak menuruti hukum-hukum seperti orang beragama pada umumnya.
JBU
Minggu, 25 Februari 2018
RH Truth Daily Enlightenment “KETEKUNAN MEMBERITAKAN KEBENARAN” 26 Februari 2018
Roma 4:1-5 tertulis: Jadi apakah akan kita katakan tentang Abraham, bapa leluhur jasmani kita? Sebab jikalau Abraham dibenarkan karena perbuatannya, maka ia beroleh dasar untuk bermegah, tetapi tidak di hadapan Allah π
Sebab apakah dikatakan nas Kitab Suci? “Lalu percayalah Abraham kepada Tuhan, dan Tuhan memperhitungkan hal itu kepadanya sebagai kebenaran.”
Kalau ada orang yang bekerja, upahnya tidak diperhitungkan sebagai hadiah, tetapi sebagai haknya.
Tetapi kalau ada orang yang tidak bekerja, namun percaya kepada Dia yang membenarkan orang durhaka, imannya diperhitungkan menjadi kebenaran.
Sangat penting untuk memahami tulisan Paulus dalam pasal ini, sebab kesalahan memahami pernyataan Paulus di pasal ini mengakibatkan bangunan Injil yang dibangun oleh Tuhan Yesus π bisa rusak di pikiran orang Kristen.
Hal ini bisa membuat orang Kristen π₯ yang memiliki pemahaman yang salah tersebut tidak mengalami keselamatan yang sejati atau yang benar.
Hal utama yang harus dibedah adalah pengertian “dibenarkan”. Kata ini dalam bahasa Yunani adalah dikaio (δικαιόΟ). Kita harus memahami secara lengkap pengertian kata ini.
Secara sempit kata dibenarkan berarti dianggap dan diakui tidak bersalah lagi.
Tetapi secara luas kata dibenarkan memiliki dua aspek. Aspek pertama, dibenarkan berarti keadaan di mana seseorang diakui atau disetujui sebagai “dianggap benar” dan memperkenan hati Allah (jika kata “dibenarkan” direlasikan dengan Allah). Aspek kedua, dibenarkan berarti pembebasan seseorang dari tuduhan dan pengakuan sebagai orang yang bersalah atau berdosa, sehingga yang tadinya sepantasnya dihukum atau dikucilkan, sekarang dibebaskan dari tuduhan dan pengakuan sebagai orang bersalah tersebut serta diterima kembali dalam suatu komunitas.
Ketika Paulus menggunakan kata ini, kita harus memahami pemikiran Paulus mengenai pembenaran. Paulus sebagai teolog Yahudi tentu saja menggunakan kata tersebut dalam bingkai Yudaisme.
Itulah sebabnya Paulus mengutip ayat Perjanjian Lama ketika berbicara mengenai pembenaran ini.
Paulus mengutip Mazmur: Seperti juga Daud menyebut berbahagia orang yang dibenarkan Allah π bukan berdasarkan perbuatannya: “Berbahagialah orang yang diampuni pelanggaran-pelanggarannya, dan yang ditutupi dosa-dosanya; berbahagialah manusia yang kesalahannya tidak diperhitungkan Tuhan kepadanya.” (Rm. 4:6-8).
Orang-orang Yahudi memiliki sarana untuk menyelesaikan masalah dosa atau pelanggaran mereka π₯ dengan darah binatang (domba).
Kalau bangsa Israel berbuat salah yang sepantasnya dimurkai, dihukum, dan dikucilkan dari Allah, tetapi oleh darah binatang mereka menerima pengampunan, dihindarkan dari murka dan hukuman, serta diterima kembali oleh Allah.
Oleh sebab itu bangsa Israel diajar untuk tidak melakukan pelanggaran terhadap hukum Taurat. Tetapi kalau ada pelanggaran, maka ada darah domba sebagai solusinya.
Sepanjang mereka melakukan hukum Taurat, maka mereka memandang diri mereka sebagai orang benar.
Dengan demikian betapa sentral korban darah binatang dan hukum Taurat dalam kehidupan mereka.
Itulah sistem keagamaan yang mutlak harus mereka miliki.
Di luar sistem tersebut berarti kafir atau sesat.
Sistem keagamaan seperti ini pada umumnya juga dimiliki oleh agama-agama samawi lainnya, yaitu agama yang memercayai bahwa agama mereka adalah wahyu dari Allah, Allah adalah Esa (satu) dan memiliki hukum-hukum untuk ditaati sebagai sarana pembenaran.
Tentu saja agama-agama samawi seperti ini tidak membutuhkan darah Yesus π
Mereka tidak bisa menerima Injil yang juga mengajarkan bahwa Allah itu jamak; Allah memiliki Anak Tunggal.
Jalan keselamatan dan pembenaran oleh iman yang ditawarkan Injil, di mata bangsa Yahudi, adalah di luar dan menentang sistem keberagamaan mereka. Kekristenan dipandang sebagai bidat atau ajaran sesat.
Belum lagi keyakinan bahwa Yesus π adalah Anak Allah, maka tentu saja Injil ditolak mentah-mentah oleh mereka. Mereka tidak mengenal Allah memiliki Anak, mereka sangat monotheistis.
Pengakuan Yesus sebagai Anak Tunggal Bapa, dipandang sebagai hujatan bagi Elohim Yahweh.
Itulah sebabnya mereka berupaya untuk memusnahkan ajaran tersebut.
Bisa dimengerti kalau kebencian bangsa Yahudi dan agama samawi lainnya terhadap Kekristenan begitu kuat (tentu tidak semua orang π₯ penganut agama samawi bersikap demikian terhadap Kekristenan).
Mereka memandang bahwa usaha memusnahkan Kekristenan adalah berbuat bakti kepada Allah.
Dalam hal tersebut, kita kagum terhadap perjuangan Paulus yang tetap berusaha memperkenalkan Injil kepada orang-orang Yahudi yang sangat anti terhadap Kekristenan.
Perjalanan hidupnya seperti melawan arus deras, tetapi ia tetap maju menerjang arus tersebut. Perjuangan Paulus ini dapat menginspirasi kita untuk juga teguh dan tekun memberitakan kebenaran, walau untuk itu kita π₯ harus mengalami berbagai penderitaan.
Paulus meneladani Gurunya yang dikatakan dalam kitab Ibrani 12:3, Ingatlah selalu akan Dia, yang tekun menanggung bantahan yang sehebat itu terhadap diri-Nya dari pihak orang-orang berdosa, supaya jangan kamu menjadi lemah dan putus asa.
JBU
Sebab apakah dikatakan nas Kitab Suci? “Lalu percayalah Abraham kepada Tuhan, dan Tuhan memperhitungkan hal itu kepadanya sebagai kebenaran.”
Kalau ada orang yang bekerja, upahnya tidak diperhitungkan sebagai hadiah, tetapi sebagai haknya.
Tetapi kalau ada orang yang tidak bekerja, namun percaya kepada Dia yang membenarkan orang durhaka, imannya diperhitungkan menjadi kebenaran.
Sangat penting untuk memahami tulisan Paulus dalam pasal ini, sebab kesalahan memahami pernyataan Paulus di pasal ini mengakibatkan bangunan Injil yang dibangun oleh Tuhan Yesus π bisa rusak di pikiran orang Kristen.
Hal ini bisa membuat orang Kristen π₯ yang memiliki pemahaman yang salah tersebut tidak mengalami keselamatan yang sejati atau yang benar.
Hal utama yang harus dibedah adalah pengertian “dibenarkan”. Kata ini dalam bahasa Yunani adalah dikaio (δικαιόΟ). Kita harus memahami secara lengkap pengertian kata ini.
Secara sempit kata dibenarkan berarti dianggap dan diakui tidak bersalah lagi.
Tetapi secara luas kata dibenarkan memiliki dua aspek. Aspek pertama, dibenarkan berarti keadaan di mana seseorang diakui atau disetujui sebagai “dianggap benar” dan memperkenan hati Allah (jika kata “dibenarkan” direlasikan dengan Allah). Aspek kedua, dibenarkan berarti pembebasan seseorang dari tuduhan dan pengakuan sebagai orang yang bersalah atau berdosa, sehingga yang tadinya sepantasnya dihukum atau dikucilkan, sekarang dibebaskan dari tuduhan dan pengakuan sebagai orang bersalah tersebut serta diterima kembali dalam suatu komunitas.
Ketika Paulus menggunakan kata ini, kita harus memahami pemikiran Paulus mengenai pembenaran. Paulus sebagai teolog Yahudi tentu saja menggunakan kata tersebut dalam bingkai Yudaisme.
Itulah sebabnya Paulus mengutip ayat Perjanjian Lama ketika berbicara mengenai pembenaran ini.
Paulus mengutip Mazmur: Seperti juga Daud menyebut berbahagia orang yang dibenarkan Allah π bukan berdasarkan perbuatannya: “Berbahagialah orang yang diampuni pelanggaran-pelanggarannya, dan yang ditutupi dosa-dosanya; berbahagialah manusia yang kesalahannya tidak diperhitungkan Tuhan kepadanya.” (Rm. 4:6-8).
Orang-orang Yahudi memiliki sarana untuk menyelesaikan masalah dosa atau pelanggaran mereka π₯ dengan darah binatang (domba).
Kalau bangsa Israel berbuat salah yang sepantasnya dimurkai, dihukum, dan dikucilkan dari Allah, tetapi oleh darah binatang mereka menerima pengampunan, dihindarkan dari murka dan hukuman, serta diterima kembali oleh Allah.
Oleh sebab itu bangsa Israel diajar untuk tidak melakukan pelanggaran terhadap hukum Taurat. Tetapi kalau ada pelanggaran, maka ada darah domba sebagai solusinya.
Sepanjang mereka melakukan hukum Taurat, maka mereka memandang diri mereka sebagai orang benar.
Dengan demikian betapa sentral korban darah binatang dan hukum Taurat dalam kehidupan mereka.
Itulah sistem keagamaan yang mutlak harus mereka miliki.
Di luar sistem tersebut berarti kafir atau sesat.
Sistem keagamaan seperti ini pada umumnya juga dimiliki oleh agama-agama samawi lainnya, yaitu agama yang memercayai bahwa agama mereka adalah wahyu dari Allah, Allah adalah Esa (satu) dan memiliki hukum-hukum untuk ditaati sebagai sarana pembenaran.
Tentu saja agama-agama samawi seperti ini tidak membutuhkan darah Yesus π
Mereka tidak bisa menerima Injil yang juga mengajarkan bahwa Allah itu jamak; Allah memiliki Anak Tunggal.
Jalan keselamatan dan pembenaran oleh iman yang ditawarkan Injil, di mata bangsa Yahudi, adalah di luar dan menentang sistem keberagamaan mereka. Kekristenan dipandang sebagai bidat atau ajaran sesat.
Belum lagi keyakinan bahwa Yesus π adalah Anak Allah, maka tentu saja Injil ditolak mentah-mentah oleh mereka. Mereka tidak mengenal Allah memiliki Anak, mereka sangat monotheistis.
Pengakuan Yesus sebagai Anak Tunggal Bapa, dipandang sebagai hujatan bagi Elohim Yahweh.
Itulah sebabnya mereka berupaya untuk memusnahkan ajaran tersebut.
Bisa dimengerti kalau kebencian bangsa Yahudi dan agama samawi lainnya terhadap Kekristenan begitu kuat (tentu tidak semua orang π₯ penganut agama samawi bersikap demikian terhadap Kekristenan).
Mereka memandang bahwa usaha memusnahkan Kekristenan adalah berbuat bakti kepada Allah.
Dalam hal tersebut, kita kagum terhadap perjuangan Paulus yang tetap berusaha memperkenalkan Injil kepada orang-orang Yahudi yang sangat anti terhadap Kekristenan.
Perjalanan hidupnya seperti melawan arus deras, tetapi ia tetap maju menerjang arus tersebut. Perjuangan Paulus ini dapat menginspirasi kita untuk juga teguh dan tekun memberitakan kebenaran, walau untuk itu kita π₯ harus mengalami berbagai penderitaan.
Paulus meneladani Gurunya yang dikatakan dalam kitab Ibrani 12:3, Ingatlah selalu akan Dia, yang tekun menanggung bantahan yang sehebat itu terhadap diri-Nya dari pihak orang-orang berdosa, supaya jangan kamu menjadi lemah dan putus asa.
JBU
Sabtu, 24 Februari 2018
RH Truth Daily Enlightenment “MENEGUHKAN HUKUM” 25 Februari 2018
Dalam Roma 3:28 ditegaskan kembali oleh Paulus: Karena kami yakin, bahwa manusia π₯dibenarkan karena iman, dan bukan karena ia melakukan hukum Taurat. Dari tulisan ini Paulus mengingatkan bahwa hukum Taurat tidak membuat orang dibenarkan, selain tidak ada yang bisa melakukan hukum Taurat dengan sempurna, hukum Taurat yang dikenal oleh bangsa Israel belumlah berstandar kesucian Allah.
Belum berstandar kesucian Allah artinya : belum membawa manusia kepada keadaan memiliki kemuliaan Allah.
Hal ini artinya belum sempurna seperti Bapa π atau serupa dengan Yesus; belum segambar dan serupa dengan Allah.
Bagi umat Perjanjian Baru, standar kesucian Allah inilah yang mutlak harus dialami dan dimiliki.
Dengan dibenarkan oleh iman, maka orang percaya π₯ diarahkan untuk memiliki standar kesucian seperti Allah sendiri. Itulah sebabnya iman yang dimaksud adalah iman yang mengacu atau berpola pada iman Abraham (Rm. 4:1-3; 9-23).
Iman Abraham bukanlah sekadar pengaminan akali atau persetujuan pikiran. Iman bukan hanya aktivitas pikiran, tetapi penurutan terhadap kehendak Allah. Apa pun yang dikehendaki oleh Allah π untuk dilakukan, dilakukan Abraham dengan segenap hati.
Hidup Abraham disita sepenuhnya oleh kehidupan hanya untuk menuruti kehendak Allah. Dalam kehidupan umat Perjanjian Baru, kita dimungkinkan untuk memiliki penurutan terhadap kehendak Allah π secara sempurna seperti yang dilakukan oleh Tuhan Yesus.
Dengan pembenaran oleh iman, maka tidak ada eksklusivitas umat pilihan. Bangsa Israel tidak lagi boleh merasa eksklusif. Karena pembenaran bukan didasarkan pada melakukan hukum Taurat, tetapi oleh iman.
Paulus menegaskan ini dengan tulisannya : Atau adakah Allah hanya Allah orang Yahudi saja?
Bukankah Ia juga adalah Allah bangsa-bangsa lain? Ya, benar.
Ia juga adalah Allah bangsa-bangsa lain! Artinya, kalau ada satu Allah π, yang akan membenarkan baik orang-orang bersunat karena iman, maupun orang-orang tak bersunat juga karena iman (Rm. 3:29-30).
Memasuki zaman Perjanjian Baru, umat pilihan adalah semua orang yang percaya kepada Tuhan Yesus π
Umat pilihan tidak lagi didasarkan pada darah daging keturunan Abraham secara jasmani, tetapi berdasarkan iman kepada Tuhan Yesus Kristus.
Kemudian Paulus mengakhiri Roma 3 dengan kalimat: Jika demikian, adakah kami membatalkan hukum Taurat karena iman? Sama sekali tidak! Sebaliknya, kami meneguhkannya (Rm. 3:31). Kata “meneguhkan” dalam teks aslinya adalah histemi (αΌ΅ΟΟΞ·ΞΌΞΉ), yang artinya membuat kokoh atau menempatkan dan membuat permanen tetap.
Dari pernyataan Paulus tersebut, secara tidak langsung Paulus hendak mengemukakan bahwa kalau seseorang sudah dibenarkan oleh korban Kristus bukan berarti boleh hidup tanpa hukum (hukum Taurat); sesukanya sendiri. Orang percaya lepas dari hukum Taurat, masuk kepada hukum yang disempurnakan yaitu kehendak Allah π sendiri yang sempurna, yaitu pikiran dan perasaan-Nya.
Justru setelah seseorang menerima penebusan oleh darah Yesus, maka harus memperhatikan hukum yang pernah Allah πberikan kepada umat pilihan secara jasmani yaitu bangsa Israel.
Hukum yang diberikan kepada bangsa Israel merupakan cermin dari kekudusan Allah.
Tuhan Yesus berkata bahwa sesungguhnya selama belum lenyap langit dan bumi ini, satu iota atau satu titik pun tidak akan ditiadakan dari hukum Taurat, sebelum semuanya terjadi. Kedatangan Tuhan Yesus π sendiri terkait dengan Taurat adalah untuk menyempurnakannya (Rm. 3:17).
Tuhan Yesus π datang ke dunia bukan untuk meniadakan, tetapi menggenapi Taurat. Kata meniadakan dalam teks aslinya kataluo (ΞΊΞ±ΟΞ±Ξ»α½»Ο) yang artinya juga menghancurkan atau memusnahkan.
Sedangkan kata menggenapi dari bahasa Yunani pleroo (ΟληΟα½ΉΟ), artinya memenuhi.
Orang percaya dari suku bangsa manapun setelah menerima penebusan oleh darah Yesus π harus mengenakan hukum Taurat yang disempurnakan.
Hukum Taurat yang disempurnakan adalah cerminan kekudusan Allah yang sempurna.
Jadi, orang Yahudi yang percaya Yesus beralih dari hukum Taurat yang belum disempurnakan beralih kepada hukum Taurat yang disempurnakan, yaitu Tuhan sendiri π
Dari Taurat adalah hukumku, berubah menjadi Tuhan adalah hukumku. Inilah yang dimaksud dengan melakukan kehendak Bapa.
Kenyataan yang dapat dilihat hari ini, seringkali justru pihak gereja yang menyesatkan jemaat, yaitu ketika jemaat dinyatakan sudah berkenan di hadapan Tuhan π dinyatakan sudah menjadi anak Allah yang sah bahkan diyakinkan bahwa mereka sudah menjadi umat pemenang yang boleh memastikan diri masuk surga.
Padahal, keberadaan mereka belum seperti yang dikehendaki dan direncanakan oleh Allah. Harus diingat bahwa tidak semua orang yang berseru kepada Tuhan Yesus π sebagai Tuhan akan masuk surga, tetapi yang melakukan kehendak Bapa.
Jadi masalahnya adalah: sudahkah kita melakukan kehendak Bapa?
JBU
Belum berstandar kesucian Allah artinya : belum membawa manusia kepada keadaan memiliki kemuliaan Allah.
Hal ini artinya belum sempurna seperti Bapa π atau serupa dengan Yesus; belum segambar dan serupa dengan Allah.
Bagi umat Perjanjian Baru, standar kesucian Allah inilah yang mutlak harus dialami dan dimiliki.
Dengan dibenarkan oleh iman, maka orang percaya π₯ diarahkan untuk memiliki standar kesucian seperti Allah sendiri. Itulah sebabnya iman yang dimaksud adalah iman yang mengacu atau berpola pada iman Abraham (Rm. 4:1-3; 9-23).
Iman Abraham bukanlah sekadar pengaminan akali atau persetujuan pikiran. Iman bukan hanya aktivitas pikiran, tetapi penurutan terhadap kehendak Allah. Apa pun yang dikehendaki oleh Allah π untuk dilakukan, dilakukan Abraham dengan segenap hati.
Hidup Abraham disita sepenuhnya oleh kehidupan hanya untuk menuruti kehendak Allah. Dalam kehidupan umat Perjanjian Baru, kita dimungkinkan untuk memiliki penurutan terhadap kehendak Allah π secara sempurna seperti yang dilakukan oleh Tuhan Yesus.
Dengan pembenaran oleh iman, maka tidak ada eksklusivitas umat pilihan. Bangsa Israel tidak lagi boleh merasa eksklusif. Karena pembenaran bukan didasarkan pada melakukan hukum Taurat, tetapi oleh iman.
Paulus menegaskan ini dengan tulisannya : Atau adakah Allah hanya Allah orang Yahudi saja?
Bukankah Ia juga adalah Allah bangsa-bangsa lain? Ya, benar.
Ia juga adalah Allah bangsa-bangsa lain! Artinya, kalau ada satu Allah π, yang akan membenarkan baik orang-orang bersunat karena iman, maupun orang-orang tak bersunat juga karena iman (Rm. 3:29-30).
Memasuki zaman Perjanjian Baru, umat pilihan adalah semua orang yang percaya kepada Tuhan Yesus π
Umat pilihan tidak lagi didasarkan pada darah daging keturunan Abraham secara jasmani, tetapi berdasarkan iman kepada Tuhan Yesus Kristus.
Kemudian Paulus mengakhiri Roma 3 dengan kalimat: Jika demikian, adakah kami membatalkan hukum Taurat karena iman? Sama sekali tidak! Sebaliknya, kami meneguhkannya (Rm. 3:31). Kata “meneguhkan” dalam teks aslinya adalah histemi (αΌ΅ΟΟΞ·ΞΌΞΉ), yang artinya membuat kokoh atau menempatkan dan membuat permanen tetap.
Dari pernyataan Paulus tersebut, secara tidak langsung Paulus hendak mengemukakan bahwa kalau seseorang sudah dibenarkan oleh korban Kristus bukan berarti boleh hidup tanpa hukum (hukum Taurat); sesukanya sendiri. Orang percaya lepas dari hukum Taurat, masuk kepada hukum yang disempurnakan yaitu kehendak Allah π sendiri yang sempurna, yaitu pikiran dan perasaan-Nya.
Justru setelah seseorang menerima penebusan oleh darah Yesus, maka harus memperhatikan hukum yang pernah Allah πberikan kepada umat pilihan secara jasmani yaitu bangsa Israel.
Hukum yang diberikan kepada bangsa Israel merupakan cermin dari kekudusan Allah.
Tuhan Yesus berkata bahwa sesungguhnya selama belum lenyap langit dan bumi ini, satu iota atau satu titik pun tidak akan ditiadakan dari hukum Taurat, sebelum semuanya terjadi. Kedatangan Tuhan Yesus π sendiri terkait dengan Taurat adalah untuk menyempurnakannya (Rm. 3:17).
Tuhan Yesus π datang ke dunia bukan untuk meniadakan, tetapi menggenapi Taurat. Kata meniadakan dalam teks aslinya kataluo (ΞΊΞ±ΟΞ±Ξ»α½»Ο) yang artinya juga menghancurkan atau memusnahkan.
Sedangkan kata menggenapi dari bahasa Yunani pleroo (ΟληΟα½ΉΟ), artinya memenuhi.
Orang percaya dari suku bangsa manapun setelah menerima penebusan oleh darah Yesus π harus mengenakan hukum Taurat yang disempurnakan.
Hukum Taurat yang disempurnakan adalah cerminan kekudusan Allah yang sempurna.
Jadi, orang Yahudi yang percaya Yesus beralih dari hukum Taurat yang belum disempurnakan beralih kepada hukum Taurat yang disempurnakan, yaitu Tuhan sendiri π
Dari Taurat adalah hukumku, berubah menjadi Tuhan adalah hukumku. Inilah yang dimaksud dengan melakukan kehendak Bapa.
Kenyataan yang dapat dilihat hari ini, seringkali justru pihak gereja yang menyesatkan jemaat, yaitu ketika jemaat dinyatakan sudah berkenan di hadapan Tuhan π dinyatakan sudah menjadi anak Allah yang sah bahkan diyakinkan bahwa mereka sudah menjadi umat pemenang yang boleh memastikan diri masuk surga.
Padahal, keberadaan mereka belum seperti yang dikehendaki dan direncanakan oleh Allah. Harus diingat bahwa tidak semua orang yang berseru kepada Tuhan Yesus π sebagai Tuhan akan masuk surga, tetapi yang melakukan kehendak Bapa.
Jadi masalahnya adalah: sudahkah kita melakukan kehendak Bapa?
JBU
RH Truth Daily Enlightenment “PROSES PENDEWASAAN SEPANJANG WAKTU” 24 Februari 2018
Kesalahan banyak orang Kristen π₯ adalah memandang jalan pendamaian sebagai jalan final bahwa Allah sudah berkenan kepada manusia yang mengaku percaya kepada Yesus tanpa mempersoalkan keadaan batiniah orang tersebut. Banyak orang Kristen sudah merasa puas dengan keadaannya sebagai orang “yang sudah dibenarkan”, sehingga tidak merasa perlu berjuang untuk mencapai keserupaan dengan Yesus.
Gereja pun π mengesankan bahwa semua jemaat sudah selamat, sudah memiliki pembenaran dari Allah dan menjadi anggota tubuh Kristus.
Dengan demikian semua jemaat boleh meyakini, bahwa kalau mati pasti masuk surga.
Biasanya orang-orang Kristen sejak kecil di gereja-gereja π tertentu memiliki pemahaman seperti ini.
Bisa dilihat kualitas hidup Kekristenan mereka begitu rendah, sehingga dari antara mereka begitu mudah meninggalkan agama Kristen berpindah kepada keyakinan atau agama lain.
Penebusan dari Tuhan Yesus dalam hidup orang percaya menempatkan orang percaya π₯ sebagai murid Tuhan Yesus, yang harus bersedia diubah melalui proses pendewasaan setiap saat di sepanjang waktu hidup ini.
Perubahan yang dikehendaki adalah perubahan sampai pada berkeadaan seperti rancangan Allah semula; sempurna seperti Bapa atau serupa dengan Yesus.
Kepada orang yang mengaku percaya berlaku Firman: Kuduslah kamu sebab Aku kudus (1Ptr. 1:16). Justru mereka yang menerima penebusan harus memiliki kekudusan seperti Bapa π
Itulah tujuan penebusan oleh darah Yesus (1Ptr. 1:18-19).
Dalam Roma 3:25 tertulis pula kalimat… Hal ini dibuat-Nya untuk menunjukkan keadilan-Nya, karena Ia telah membiarkan dosa-dosa yang telah terjadi dahulu pada masa kesabaran-Nya.
Kalimat ini sangat jelas menunjukkan bahwa sudah saatnya Allah tidak lagi membiarkan dosa-dosa seperti yang pernah dilakukan manusia sebelum zaman anugerah. Dalam kesabaran-Nya Allah “membiarkan” dosa-dosa telah terjadi. Allah tidak bisa berbuat apa-apa, sebab belum ada penyelesaian terhadap keadaan manusia yang telah kehilangan kemuliaan Allah, sampai kedatangan Tuhan Yesus yang mengangkut dosa dunia π dan memberi jalan pembenaran atas orang percaya.
Dengan demikian, pembenaran tersebut tidak bermaksud agar orang percaya boleh tetap hidup dalam dosa, tetapi orang percaya harus berusaha menyelesaikannya secara tuntas untuk membuang atau mengganti kodrat dosanya menjadi kodrat Ilahi.
Dalam hal ini Allah π memberi kuasa supaya orang percaya dapat menunaikannya.
Melalui penebusan yang membenarkan, dimaksudkan agar dapat mengembalikan manusia kepada rancangan semula melalui proses pemuridan (Mat. 28:18-20). Itulah sebabnya tidak ada orang Kristen yang boleh tidak dimuridkan atau diproses bertumbuh dalam kesempurnaan seperti Bapa.
Roma 3:26 tertulis: Maksud-Nya ialah untuk menunjukkan keadilan-Nya pada masa ini, supaya nyata, bahwa Ia benar dan juga membenarkan orang yang percaya kepada Yesus π
Allah menunjukkan keadilan-Nya dengan dua hal, yaitu:
- Pertama bahwa Dia benar, artinya bahwa Allah tidak menghukum manusia yang berkeadaan kehilangan kemuliaan Allah yang disebabkan oleh Adam.
Semua manusia π₯ telah kehilangan kemuliaan Allah, bukan karena keinginannya sendiri. Semua manusia dilahirkan telah berkeadaan tidak seperti yang dikehendaki dan direncanakan Allah. Manusia dilahirkan dalam keadaan mewarisi dosa Adam.
Penebusan oleh Yesus, menempatkan manusia kembali sebagai makhluk yang dapat berhubungan kembali dengan Allah.
Kepada mereka yang percaya, Allah berkenan memateraikannya dengan Roh Kudus. Dalam hal ini kita yang hidup di zaman Perjanjian Baru adalah orang-orang yang terpilih untuk bisa berhubungan dengan Allah π dan mengalami keselamatan; artinya dikembalikan ke rancangan semula. Untuk ini harus ada perjuangan dimuridkan oleh Tuhan Yesus secara langsung.
- Kedua, membenarkan orang yang percaya kepada Yesus. Membenarkan di sini artinya manusia yang berkeadaan tidak sesuai dengan kehendak dan rencana Allah π, yang mestinya ditolak, dianggap “seakan-akan sudah dilayakkan”, tentu belum benar-benar berkenan di hadapan Allah.
Dari pembenaran ini, maka manusia yang percaya akan mengalami perubahan untuk dikembalikan ke rancangan semula. Sangatlah bodoh, kalau orang Kristen π₯ berpikir setelah mengaku Yesus sebagai Tuhan dan Juruselamat, dan merasa sudah percaya bahwa dirinya sudah dibenarkan, maka secara otomatis bisa masuk surga.
Dengan berpikir demikian mereka tidak lagi mengalami proses perjuangan “masuk jalan sempit” (Luk. 13:23-24). Hal ini yang membunuh iman Kristen yang murni. Orang-orang seperti masih terpenjara dalam ikatan dosa dalam dirinya secara permanen.
Mereka π₯ tidak pernah dimerdekakan.
Dalam Roma 3:27 tertulis: Jika demikian, apakah dasarnya untuk bermegah? Tidak ada! Berdasarkan apa? Berdasarkan perbuatan? Tidak, melainkan berdasarkan iman! Dalam ayat ini Paulus menyatakan bahwa keberadaan orang percaya yang boleh memiliki relasi dengan Allah π tidak boleh bermegah.
Kata bermegah dalam teks aslinya adalah kaukhesis (ΞΊΞ±α½»ΟΞ·ΟΞΉΟ). Kata ini berarti act of glorying (sikap atau tindakan membanggakan atau memuliakan).
Dalam hal ini banyak orang Kristen π₯ sudah merasa menjadi “istimewa”.
Sikap ini membutakan pengertian mereka, mereka tidak menyadari bahwa sebenarnya mereka belum benar-benar berkeadaan benar.
Kemegahan semacam ini membuat banyak orang Kristen berhenti bertumbuh, sehingga proses keselamatan tidak berlangsung dalam hidupnya. Diri mereka baru dibenarkan secara pasif, tetapi belum mengalami proses pembenaran secara aktif.
Pembenaran secara aktif adalah usaha orang percaya π₯ untuk berjuang menjadi serupa dengan Yesus.
JBU
Gereja pun π mengesankan bahwa semua jemaat sudah selamat, sudah memiliki pembenaran dari Allah dan menjadi anggota tubuh Kristus.
Dengan demikian semua jemaat boleh meyakini, bahwa kalau mati pasti masuk surga.
Biasanya orang-orang Kristen sejak kecil di gereja-gereja π tertentu memiliki pemahaman seperti ini.
Bisa dilihat kualitas hidup Kekristenan mereka begitu rendah, sehingga dari antara mereka begitu mudah meninggalkan agama Kristen berpindah kepada keyakinan atau agama lain.
Penebusan dari Tuhan Yesus dalam hidup orang percaya menempatkan orang percaya π₯ sebagai murid Tuhan Yesus, yang harus bersedia diubah melalui proses pendewasaan setiap saat di sepanjang waktu hidup ini.
Perubahan yang dikehendaki adalah perubahan sampai pada berkeadaan seperti rancangan Allah semula; sempurna seperti Bapa atau serupa dengan Yesus.
Kepada orang yang mengaku percaya berlaku Firman: Kuduslah kamu sebab Aku kudus (1Ptr. 1:16). Justru mereka yang menerima penebusan harus memiliki kekudusan seperti Bapa π
Itulah tujuan penebusan oleh darah Yesus (1Ptr. 1:18-19).
Dalam Roma 3:25 tertulis pula kalimat… Hal ini dibuat-Nya untuk menunjukkan keadilan-Nya, karena Ia telah membiarkan dosa-dosa yang telah terjadi dahulu pada masa kesabaran-Nya.
Kalimat ini sangat jelas menunjukkan bahwa sudah saatnya Allah tidak lagi membiarkan dosa-dosa seperti yang pernah dilakukan manusia sebelum zaman anugerah. Dalam kesabaran-Nya Allah “membiarkan” dosa-dosa telah terjadi. Allah tidak bisa berbuat apa-apa, sebab belum ada penyelesaian terhadap keadaan manusia yang telah kehilangan kemuliaan Allah, sampai kedatangan Tuhan Yesus yang mengangkut dosa dunia π dan memberi jalan pembenaran atas orang percaya.
Dengan demikian, pembenaran tersebut tidak bermaksud agar orang percaya boleh tetap hidup dalam dosa, tetapi orang percaya harus berusaha menyelesaikannya secara tuntas untuk membuang atau mengganti kodrat dosanya menjadi kodrat Ilahi.
Dalam hal ini Allah π memberi kuasa supaya orang percaya dapat menunaikannya.
Melalui penebusan yang membenarkan, dimaksudkan agar dapat mengembalikan manusia kepada rancangan semula melalui proses pemuridan (Mat. 28:18-20). Itulah sebabnya tidak ada orang Kristen yang boleh tidak dimuridkan atau diproses bertumbuh dalam kesempurnaan seperti Bapa.
Roma 3:26 tertulis: Maksud-Nya ialah untuk menunjukkan keadilan-Nya pada masa ini, supaya nyata, bahwa Ia benar dan juga membenarkan orang yang percaya kepada Yesus π
Allah menunjukkan keadilan-Nya dengan dua hal, yaitu:
- Pertama bahwa Dia benar, artinya bahwa Allah tidak menghukum manusia yang berkeadaan kehilangan kemuliaan Allah yang disebabkan oleh Adam.
Semua manusia π₯ telah kehilangan kemuliaan Allah, bukan karena keinginannya sendiri. Semua manusia dilahirkan telah berkeadaan tidak seperti yang dikehendaki dan direncanakan Allah. Manusia dilahirkan dalam keadaan mewarisi dosa Adam.
Penebusan oleh Yesus, menempatkan manusia kembali sebagai makhluk yang dapat berhubungan kembali dengan Allah.
Kepada mereka yang percaya, Allah berkenan memateraikannya dengan Roh Kudus. Dalam hal ini kita yang hidup di zaman Perjanjian Baru adalah orang-orang yang terpilih untuk bisa berhubungan dengan Allah π dan mengalami keselamatan; artinya dikembalikan ke rancangan semula. Untuk ini harus ada perjuangan dimuridkan oleh Tuhan Yesus secara langsung.
- Kedua, membenarkan orang yang percaya kepada Yesus. Membenarkan di sini artinya manusia yang berkeadaan tidak sesuai dengan kehendak dan rencana Allah π, yang mestinya ditolak, dianggap “seakan-akan sudah dilayakkan”, tentu belum benar-benar berkenan di hadapan Allah.
Dari pembenaran ini, maka manusia yang percaya akan mengalami perubahan untuk dikembalikan ke rancangan semula. Sangatlah bodoh, kalau orang Kristen π₯ berpikir setelah mengaku Yesus sebagai Tuhan dan Juruselamat, dan merasa sudah percaya bahwa dirinya sudah dibenarkan, maka secara otomatis bisa masuk surga.
Dengan berpikir demikian mereka tidak lagi mengalami proses perjuangan “masuk jalan sempit” (Luk. 13:23-24). Hal ini yang membunuh iman Kristen yang murni. Orang-orang seperti masih terpenjara dalam ikatan dosa dalam dirinya secara permanen.
Mereka π₯ tidak pernah dimerdekakan.
Dalam Roma 3:27 tertulis: Jika demikian, apakah dasarnya untuk bermegah? Tidak ada! Berdasarkan apa? Berdasarkan perbuatan? Tidak, melainkan berdasarkan iman! Dalam ayat ini Paulus menyatakan bahwa keberadaan orang percaya yang boleh memiliki relasi dengan Allah π tidak boleh bermegah.
Kata bermegah dalam teks aslinya adalah kaukhesis (ΞΊΞ±α½»ΟΞ·ΟΞΉΟ). Kata ini berarti act of glorying (sikap atau tindakan membanggakan atau memuliakan).
Dalam hal ini banyak orang Kristen π₯ sudah merasa menjadi “istimewa”.
Sikap ini membutakan pengertian mereka, mereka tidak menyadari bahwa sebenarnya mereka belum benar-benar berkeadaan benar.
Kemegahan semacam ini membuat banyak orang Kristen berhenti bertumbuh, sehingga proses keselamatan tidak berlangsung dalam hidupnya. Diri mereka baru dibenarkan secara pasif, tetapi belum mengalami proses pembenaran secara aktif.
Pembenaran secara aktif adalah usaha orang percaya π₯ untuk berjuang menjadi serupa dengan Yesus.
JBU
Kamis, 22 Februari 2018
RH Truth Daily Enlightenment “BELUM DALAM HUBUNGAN YANG HARMONI” 23 Februari 2018
Dalam Roma 3:23 tertulis: Karena semua orang telah berbuat dosa dan telah kehilangan kemuliaan Allah.
Kehilangan kemuliaan artinya : manusia tidak lagi memiliki keberadaan seperti rancangan semula. Rancangan semula adalah manusia dapat bermoral seperti Allah π, segala sesuatu yang dipikirkan, diucapkan serta dilakukan selalu sesuai dengan pikiran dan perasaan Allah.
Keadaan manusia ini adalah keadaan “mengingkari Perjanjian dengan Allah”. Itulah sebabnya Paulus mengatakan bahwa Allah adalah benar, dan semua manusia pembohong (Rm. 3:4). Pembohong di sini artinya tidak setia atau mengingkari perjanjian (pseustes, ΟΞ΅α½»ΟΟΞ·Ο). Semua manusia π₯ diperhitungkan tidak setia karena kejatuhan Adam.
Roma 5:19 mengatakan: Jadi sama seperti oleh ketidaktaatan satu orang semua orang telah menjadi orang berdosa.
Keberadaan semua manusia yang tidak seperti rancangan semula, tidak dalam perkenanan Allah, adalah keadaan yang mengecewakan Allah πdan manusia pantas ditolak-Nya.
Allah dalam kedaulatan-Nya, menghendaki manusia seperti yang dirancang-Nya.
Kehendak dan rencana Allah tidak boleh dikurangi, apalagi diubah.
Keadaan manusia π₯ yang berdosa adalah keadaan yang tidak bisa ditolerir sama sekali oleh Allah. Allah tidak merancang manusia “kualitas kedua”. Allah menghendaki dan merancang kualitas manusia “kualitas pertama”, yaitu segambar dan serupa dengan Diri-Nya.
Allah tidak pernah berniat mengubah rancangan-Nya ini, sebab Allah π tidak pernah gagal.
Roma 3:24, tertulis: dan oleh kasih karunia telah dibenarkan dengan cuma-cuma karena penebusan dalam Kristus Yesus. Kalimat “dibenarkan dengan cuma-cuma” dalam ayat ini tidak bermaksud bahwa manusia walaupun berkeadaan tidak sesuai dengan yang dikehendaki dan direncanakan oleh Allah, dipandang sudah sesuai dengan yang dikehendaki dan direncanakan oleh Allah.
Dalam hal ini seakan-akan korban Kristus dapat mengubah seperti menyulap manusia berkeadaan benar dan berkenan kepada Allah π
Ini pandangan yang salah. Dibenarkan dengan cuma-cuma artinya tanpa perbuatan baik yang dilakukan manusia, Allah menerima kembali keberadaan manusia tersebut.
Tetapi bukan menganggap bahwa manusia sudah bisa memenuhi kehendak dan rencana-Nya.
Biasanya penganut hyper grace memahami bahwa penyelamatan membuat manusia π₯ sudah dibenarkan walau berkeadaan bagaimanapun dan tidak perlu melakukan perjuangan apa pun.
Bisa dimengerti kalau mereka tidak melakukan perjuangan untuk berkeadaan benar-benar menjadi benar di mata Allah.
Mereka tidak berjuang secara memadai untuk menjadi seperti Yesus.
Oleh korban Kristus, manusia π₯ sudah ditebus. Harus diperhatikan, bahwa manusia hanya ditebus, bukan secara otomatis diakui sudah benar. Harus dicamkan bahwa “dibenarkan” dengan “berkeadaan benar” sangatlah berbeda.
Dibenarkan dalam konteks hubungan antara Allah dengan manusia dapat disambung, tetapi bukan berarti manusia sudah dianggap benar dan Allah π sudah puas dengan kondisi manusia yang ditebus tersebut. Penebusan Kristus mengubah relasi antara manusia dan Allah, bukan keadaan manusianya.
Keberkenanan Allah berurusan dengan manusia yang percaya dengan menaruh Roh-Nya di dalam diri manusia, disebabkan darah Tuhan Yesus π menudungi manusia; menghapus semua pelanggaran manusia, artinya semua dosa yang dilakukan manusia dipikul Tuhan Yesus di kayu salib.
Untuk ini perlu kita perhatikan ayat 25.
Roma 3:25, tertulis: Kristus Yesus telah ditentukan Allah π menjadi jalan pendamaian karena iman, dalam darah-Nya.
Hal ini dibuat-Nya untuk menunjukkan keadilan-Nya, karena Ia telah membiarkan dosa-dosa yang telah terjadi dahulu pada masa kesabaran-Nya.
Kalimat yang sangat penting dalam ayat ini adalah “menjadi jalan pendamaian”.
Yang diubah adalah relasinya, yaitu relasi Allah dan manusia, bukan keadaan manusia. Allah dalam kesucian-Nya memandang darah Yesus yang telah tertumpah di Golgota menudungi manusia.
Sehingga Allah menerima kembali manusia yang berkeadaan belum seperti yang dikehendaki dan direncanakan-Nya. Hubungan manusia π₯dapat disambung, tetapi bukan berarti hubungannya secara otomatis sudah harmonis.
Di sini dibutuhkan perubahan terus menerus dalam hidup orang percaya untuk memiliki kesucian atau keagungan moral seperti Tuhan agar dapat mengimbangi kesucian dan keagungan moral-Nya. Sehingga dapat membangun hubungan yang harmoni dengan Allah.
Penebusan oleh Tuhan Yesus memberi jalan pendamaian.
Jalan pendamaian ini seperti dalam Perjanjian Lama, ketika Allah π murka atas kesalahan bangsa Israel dan seharusnya bangsa itu dihukum, tetapi ada darah domba yang dikorbankan sebagai jalan pendamaian.
Jalan pendamaian bukan berarti membuat bangsa Israel jadi baik.
Setelah itu, bangsa Israel harus belajar untuk berubah, yaitu hidup menurut ketetapan Allah, menyembah Yahweh dan menaati Taurat.
Bagi umat Perjanjiian Baru pembenaran oleh penebusan Tuhan Yesus π bukan berarti semua sudah selesai. Relasinya (antara Allah dan manusia dapat disambung) dapat dianggap selesai, karena korban Yesus menjadi jalan pendamaian, tetapi keberadaan manusia belum selesai.
Manusia yang percaya harus memenuhi panggilan untuk menjadi murid Tuhan Yesus. Ini berarti sebuah proses belajar untuk berubah.
JBU
Kehilangan kemuliaan artinya : manusia tidak lagi memiliki keberadaan seperti rancangan semula. Rancangan semula adalah manusia dapat bermoral seperti Allah π, segala sesuatu yang dipikirkan, diucapkan serta dilakukan selalu sesuai dengan pikiran dan perasaan Allah.
Keadaan manusia ini adalah keadaan “mengingkari Perjanjian dengan Allah”. Itulah sebabnya Paulus mengatakan bahwa Allah adalah benar, dan semua manusia pembohong (Rm. 3:4). Pembohong di sini artinya tidak setia atau mengingkari perjanjian (pseustes, ΟΞ΅α½»ΟΟΞ·Ο). Semua manusia π₯ diperhitungkan tidak setia karena kejatuhan Adam.
Roma 5:19 mengatakan: Jadi sama seperti oleh ketidaktaatan satu orang semua orang telah menjadi orang berdosa.
Keberadaan semua manusia yang tidak seperti rancangan semula, tidak dalam perkenanan Allah, adalah keadaan yang mengecewakan Allah πdan manusia pantas ditolak-Nya.
Allah dalam kedaulatan-Nya, menghendaki manusia seperti yang dirancang-Nya.
Kehendak dan rencana Allah tidak boleh dikurangi, apalagi diubah.
Keadaan manusia π₯ yang berdosa adalah keadaan yang tidak bisa ditolerir sama sekali oleh Allah. Allah tidak merancang manusia “kualitas kedua”. Allah menghendaki dan merancang kualitas manusia “kualitas pertama”, yaitu segambar dan serupa dengan Diri-Nya.
Allah tidak pernah berniat mengubah rancangan-Nya ini, sebab Allah π tidak pernah gagal.
Roma 3:24, tertulis: dan oleh kasih karunia telah dibenarkan dengan cuma-cuma karena penebusan dalam Kristus Yesus. Kalimat “dibenarkan dengan cuma-cuma” dalam ayat ini tidak bermaksud bahwa manusia walaupun berkeadaan tidak sesuai dengan yang dikehendaki dan direncanakan oleh Allah, dipandang sudah sesuai dengan yang dikehendaki dan direncanakan oleh Allah.
Dalam hal ini seakan-akan korban Kristus dapat mengubah seperti menyulap manusia berkeadaan benar dan berkenan kepada Allah π
Ini pandangan yang salah. Dibenarkan dengan cuma-cuma artinya tanpa perbuatan baik yang dilakukan manusia, Allah menerima kembali keberadaan manusia tersebut.
Tetapi bukan menganggap bahwa manusia sudah bisa memenuhi kehendak dan rencana-Nya.
Biasanya penganut hyper grace memahami bahwa penyelamatan membuat manusia π₯ sudah dibenarkan walau berkeadaan bagaimanapun dan tidak perlu melakukan perjuangan apa pun.
Bisa dimengerti kalau mereka tidak melakukan perjuangan untuk berkeadaan benar-benar menjadi benar di mata Allah.
Mereka tidak berjuang secara memadai untuk menjadi seperti Yesus.
Oleh korban Kristus, manusia π₯ sudah ditebus. Harus diperhatikan, bahwa manusia hanya ditebus, bukan secara otomatis diakui sudah benar. Harus dicamkan bahwa “dibenarkan” dengan “berkeadaan benar” sangatlah berbeda.
Dibenarkan dalam konteks hubungan antara Allah dengan manusia dapat disambung, tetapi bukan berarti manusia sudah dianggap benar dan Allah π sudah puas dengan kondisi manusia yang ditebus tersebut. Penebusan Kristus mengubah relasi antara manusia dan Allah, bukan keadaan manusianya.
Keberkenanan Allah berurusan dengan manusia yang percaya dengan menaruh Roh-Nya di dalam diri manusia, disebabkan darah Tuhan Yesus π menudungi manusia; menghapus semua pelanggaran manusia, artinya semua dosa yang dilakukan manusia dipikul Tuhan Yesus di kayu salib.
Untuk ini perlu kita perhatikan ayat 25.
Roma 3:25, tertulis: Kristus Yesus telah ditentukan Allah π menjadi jalan pendamaian karena iman, dalam darah-Nya.
Hal ini dibuat-Nya untuk menunjukkan keadilan-Nya, karena Ia telah membiarkan dosa-dosa yang telah terjadi dahulu pada masa kesabaran-Nya.
Kalimat yang sangat penting dalam ayat ini adalah “menjadi jalan pendamaian”.
Yang diubah adalah relasinya, yaitu relasi Allah dan manusia, bukan keadaan manusia. Allah dalam kesucian-Nya memandang darah Yesus yang telah tertumpah di Golgota menudungi manusia.
Sehingga Allah menerima kembali manusia yang berkeadaan belum seperti yang dikehendaki dan direncanakan-Nya. Hubungan manusia π₯dapat disambung, tetapi bukan berarti hubungannya secara otomatis sudah harmonis.
Di sini dibutuhkan perubahan terus menerus dalam hidup orang percaya untuk memiliki kesucian atau keagungan moral seperti Tuhan agar dapat mengimbangi kesucian dan keagungan moral-Nya. Sehingga dapat membangun hubungan yang harmoni dengan Allah.
Penebusan oleh Tuhan Yesus memberi jalan pendamaian.
Jalan pendamaian ini seperti dalam Perjanjian Lama, ketika Allah π murka atas kesalahan bangsa Israel dan seharusnya bangsa itu dihukum, tetapi ada darah domba yang dikorbankan sebagai jalan pendamaian.
Jalan pendamaian bukan berarti membuat bangsa Israel jadi baik.
Setelah itu, bangsa Israel harus belajar untuk berubah, yaitu hidup menurut ketetapan Allah, menyembah Yahweh dan menaati Taurat.
Bagi umat Perjanjiian Baru pembenaran oleh penebusan Tuhan Yesus π bukan berarti semua sudah selesai. Relasinya (antara Allah dan manusia dapat disambung) dapat dianggap selesai, karena korban Yesus menjadi jalan pendamaian, tetapi keberadaan manusia belum selesai.
Manusia yang percaya harus memenuhi panggilan untuk menjadi murid Tuhan Yesus. Ini berarti sebuah proses belajar untuk berubah.
JBU
Rabu, 21 Februari 2018
RH Truth Daily Enlightenment “SALIB ADALAH AWAL PERJUANGAN KITA” 22 Februari 2018
Paulus tidak menganjurkan orang hidup dalam dosa, tetapi menganjurkan orang percaya π₯ untuk mencari perkenanan Tuhan, yaitu berjuang untuk memiliki kesucian seperti kesucian Tuhan sendiri.
Dalam 2 Korintus 5:9-10 Paulus jelas sekali mengatakan: Sebab itu juga kami berusaha, baik kami diam di dalam tubuh ini, maupun kami diam di luarnya, supaya kami berkenan kepada-Nya.
Sebab kita semua π₯ harus menghadap takhta pengadilan Kristus, supaya setiap orang memperoleh apa yang patut diterimanya, sesuai dengan yang dilakukannya dalam hidupnya ini, baik ataupun jahat.
Perkenanan Tuhan sama dengan memperoleh kembali kemuliaan Allah yang hilang.
Kemuliaan Allah dalam konteks ini merupakan keadaan dalam diri manusia yang memberi kemampuan manusia untuk bertindak seperti Allah π bertindak; bisa berpikir dan berperasaan seperti Allah.
Inilah sebenarnya yang sama dengan mengambil bagian dalam kekudusan Allah (Ibr. 12:9-10) atau mengenakan kodrat Ilahi (2Ptr. 1:3-4).
Inilah maksud atau tujuan manusia dibenarkan, bukan karena melakukan hukum Taurat.
Kesalahan banyak gereja π, mereka berpikir bahwa dengan pembenaran oleh darah Yesus, maka mereka telah menemukan perhentian dari segala pergumulan hidup kerohaniannya, karena mereka berpikir bahwa semuanya sudah selesai di kayu salib.
Sehingga mereka tidak lagi memiliki perjuangan untuk mengerjakan keselamatannya.
Salib mestinya justru awal dari perjuangan untuk menemukan kemuliaan Allah yang hilang.
Itulah sebabnya Tuhan Yesus π mengatakan: Berjuanglah untuk masuk melalui pintu yang sesak itu! Sebab Aku berkata kepadamu : Banyak orang akan berusaha untuk masuk, tetapi tidak akan dapat (Luk. 13:24).
Pernyataan ini muncul ketika ada orang bertanya: “Tuhan, sedikit sajakah orang yang diselamatkan?” Seluruh bagian dalam Perjanjian Baru, Tuhan Yesus π dan tulisan rasul-rasul mengajar untuk memiliki perjuangan dalam Tuhan.
Dengan cara berpikir yang salah tersebut dalam hidup mereka, maka kasih karunia atau anugerah dalam Yesus Kristus membuat manusia tidak bertanggung jawab sama sekali.
Manusia seperti bayi kecil yang tidak berdaya sama sekali.
Keselamatannya hanya dikerjakan oleh Allah sepihak tanpa respon manusia sama sekali. Manusia π₯ harus hanya menerima saja tindakan atau perlakuan Allah atas dirinya.
Dari hal ini berkembanglah pula beberapa prinsip yang menyesatkan jemaat Tuhan sehingga Kekristenan yang sejati yang diajarkan oleh Tuhan Yesus π tidak dikenali. Kekristenan menjadi sekumpulan doktrin yang membingungkan jemaat awam.
Kalau di zaman gereja sebelum Reformasi, jemaat awam tidak bisa mengenali kebenaran karena hanya para rohaniwan dan orang–orang tertentu yang dapat membaca Alkitab π dan memiliki pengetahuan mengenai Tuhan atau teologi, setelah itu memang Alkitab dapat dibaca setiap orang, tetapi hanya menjadi kajian teologi yang akhirnya juga membuat sebagian besar umat tidak mengerti kebenaran.
Memang reformasi membawa kemajuan besar, orang-orang Kristen tertentu lebih mengerti teologi, tetapi jemaat awam π₯ yang jumlahnya sangat besar masih tidak banyak tahu mengenai teologi.
Kesalahan memahami hal kasih karunia membuahkan butir-butir pemikiran yang membunuh tanggung jawab pribadi, sehingga Kekristenan masih menyimpang dari kebenaran yang murni.
Telah banyak kemajuan yang dilakukan oleh gerakan Reformasi.
Allah memakainya secara luar biasa, sehingga gereja disadarkan untuk kembali ke Alkitab π
Tetapi setelah 500-600 tahun kemudian barulah disadari bahwa kebenaran Firman yang diajarkan belumlah cukup menjawab tantangan zaman.
Harus ada penyingkapan-penyingkapan kebenaran yang dapat membawa umat Tuhan kepada kesempurnaan, agar jemaat dapat menjadi mempelai Tuhan Yesus π yang tidak bercacat dan tidak bercela menyambut kedatangan-Nya di akhir zaman.
Kesalahan terhadap pengertian kasih karunia, yaitu pembenaran oleh iman, antara lain:
-Seakan-akan iman adalah suatu karunia yang diberi kepada orang-orang tertentu yang secara mistis atau ajaib muncul atau ada di dalam hati orang percaya π
Padahal iman datang dari pendengaran oleh Firman Tuhan (Rm. 10:17)
Selanjutnya mereka juga mengajarkan bahwa hanya orang-orang tertentu yang mendapat keselamatan, sebab keselamatan ditentukan secara sepihak oleh Tuhan.
Padahal Tuhan Yesus π mengajarkan orang percaya untuk berjuang. Dibenarkan oleh iman termasuk di dalamnya panggilan untuk meneladani kehidupan Yesus agar serupa dengan Dia.
Inilah isi dan inti keselamatan itu.
Kekristenan sesungguhnya tidak membuat manusia π₯ hidup lebih mudah, tetapi sebaliknya lebih sukar, bahkan sukar sekali. Sebab Kekristenan membawa manusia kepada kehidupan dalam iman.
Iman yang dimaksud adalah iman yang pernah dikenakan oleh Abraham (itulah sebabnya Abraham disebut sebagai bapa orang percaya). Sejak Abraham dipanggil Tuhanπ, maka hidupnya disita oleh panggilannya itu. Ia kehilangan segala-galanya kecuali panggilan untuk mengikuti rencana Allah.
Iman seperti ini yang harus diperjuangkan untuk dimiliki, bukan sesuatu yang otomatis secara mistis ada di hati atau di pikiran.
JBU
Dalam 2 Korintus 5:9-10 Paulus jelas sekali mengatakan: Sebab itu juga kami berusaha, baik kami diam di dalam tubuh ini, maupun kami diam di luarnya, supaya kami berkenan kepada-Nya.
Sebab kita semua π₯ harus menghadap takhta pengadilan Kristus, supaya setiap orang memperoleh apa yang patut diterimanya, sesuai dengan yang dilakukannya dalam hidupnya ini, baik ataupun jahat.
Perkenanan Tuhan sama dengan memperoleh kembali kemuliaan Allah yang hilang.
Kemuliaan Allah dalam konteks ini merupakan keadaan dalam diri manusia yang memberi kemampuan manusia untuk bertindak seperti Allah π bertindak; bisa berpikir dan berperasaan seperti Allah.
Inilah sebenarnya yang sama dengan mengambil bagian dalam kekudusan Allah (Ibr. 12:9-10) atau mengenakan kodrat Ilahi (2Ptr. 1:3-4).
Inilah maksud atau tujuan manusia dibenarkan, bukan karena melakukan hukum Taurat.
Kesalahan banyak gereja π, mereka berpikir bahwa dengan pembenaran oleh darah Yesus, maka mereka telah menemukan perhentian dari segala pergumulan hidup kerohaniannya, karena mereka berpikir bahwa semuanya sudah selesai di kayu salib.
Sehingga mereka tidak lagi memiliki perjuangan untuk mengerjakan keselamatannya.
Salib mestinya justru awal dari perjuangan untuk menemukan kemuliaan Allah yang hilang.
Itulah sebabnya Tuhan Yesus π mengatakan: Berjuanglah untuk masuk melalui pintu yang sesak itu! Sebab Aku berkata kepadamu : Banyak orang akan berusaha untuk masuk, tetapi tidak akan dapat (Luk. 13:24).
Pernyataan ini muncul ketika ada orang bertanya: “Tuhan, sedikit sajakah orang yang diselamatkan?” Seluruh bagian dalam Perjanjian Baru, Tuhan Yesus π dan tulisan rasul-rasul mengajar untuk memiliki perjuangan dalam Tuhan.
Dengan cara berpikir yang salah tersebut dalam hidup mereka, maka kasih karunia atau anugerah dalam Yesus Kristus membuat manusia tidak bertanggung jawab sama sekali.
Manusia seperti bayi kecil yang tidak berdaya sama sekali.
Keselamatannya hanya dikerjakan oleh Allah sepihak tanpa respon manusia sama sekali. Manusia π₯ harus hanya menerima saja tindakan atau perlakuan Allah atas dirinya.
Dari hal ini berkembanglah pula beberapa prinsip yang menyesatkan jemaat Tuhan sehingga Kekristenan yang sejati yang diajarkan oleh Tuhan Yesus π tidak dikenali. Kekristenan menjadi sekumpulan doktrin yang membingungkan jemaat awam.
Kalau di zaman gereja sebelum Reformasi, jemaat awam tidak bisa mengenali kebenaran karena hanya para rohaniwan dan orang–orang tertentu yang dapat membaca Alkitab π dan memiliki pengetahuan mengenai Tuhan atau teologi, setelah itu memang Alkitab dapat dibaca setiap orang, tetapi hanya menjadi kajian teologi yang akhirnya juga membuat sebagian besar umat tidak mengerti kebenaran.
Memang reformasi membawa kemajuan besar, orang-orang Kristen tertentu lebih mengerti teologi, tetapi jemaat awam π₯ yang jumlahnya sangat besar masih tidak banyak tahu mengenai teologi.
Kesalahan memahami hal kasih karunia membuahkan butir-butir pemikiran yang membunuh tanggung jawab pribadi, sehingga Kekristenan masih menyimpang dari kebenaran yang murni.
Telah banyak kemajuan yang dilakukan oleh gerakan Reformasi.
Allah memakainya secara luar biasa, sehingga gereja disadarkan untuk kembali ke Alkitab π
Tetapi setelah 500-600 tahun kemudian barulah disadari bahwa kebenaran Firman yang diajarkan belumlah cukup menjawab tantangan zaman.
Harus ada penyingkapan-penyingkapan kebenaran yang dapat membawa umat Tuhan kepada kesempurnaan, agar jemaat dapat menjadi mempelai Tuhan Yesus π yang tidak bercacat dan tidak bercela menyambut kedatangan-Nya di akhir zaman.
Kesalahan terhadap pengertian kasih karunia, yaitu pembenaran oleh iman, antara lain:
-Seakan-akan iman adalah suatu karunia yang diberi kepada orang-orang tertentu yang secara mistis atau ajaib muncul atau ada di dalam hati orang percaya π
Padahal iman datang dari pendengaran oleh Firman Tuhan (Rm. 10:17)
Selanjutnya mereka juga mengajarkan bahwa hanya orang-orang tertentu yang mendapat keselamatan, sebab keselamatan ditentukan secara sepihak oleh Tuhan.
Padahal Tuhan Yesus π mengajarkan orang percaya untuk berjuang. Dibenarkan oleh iman termasuk di dalamnya panggilan untuk meneladani kehidupan Yesus agar serupa dengan Dia.
Inilah isi dan inti keselamatan itu.
Kekristenan sesungguhnya tidak membuat manusia π₯ hidup lebih mudah, tetapi sebaliknya lebih sukar, bahkan sukar sekali. Sebab Kekristenan membawa manusia kepada kehidupan dalam iman.
Iman yang dimaksud adalah iman yang pernah dikenakan oleh Abraham (itulah sebabnya Abraham disebut sebagai bapa orang percaya). Sejak Abraham dipanggil Tuhanπ, maka hidupnya disita oleh panggilannya itu. Ia kehilangan segala-galanya kecuali panggilan untuk mengikuti rencana Allah.
Iman seperti ini yang harus diperjuangkan untuk dimiliki, bukan sesuatu yang otomatis secara mistis ada di hati atau di pikiran.
JBU
Selasa, 20 Februari 2018
RH Truth Daily Enlightenment “KUALITAS HIDUP YANG LUAR BIASA” 21 Februari 2018
Di Perjanjian Lama, Allah masih berkenan menolerir kebaikan yang tidak sesuai dengan standar kesucian Allah, dan Allah π juga bergaul dengan mereka yang memiliki keberadaan jauh dari standar kesucian Allah.
Sebab ada “Pribadi” yang menyediakan jaminan untuk menyelesaikan masalah tersebut, yaitu Allah Anak yang akan turun menjadi manusia suatu hari nanti.
Ini disebut sebagai “perjanjian berkat”. Perjanjian berkat ini sudah dikatakan oleh Allah di Eden, yaitu adanya keturunan perempuan yang akan meremukkan kepala ular.
Realisasi dari perjanjian berkat ini melalui Abraham yang dipanggil untuk menjadi berkat bagi manusia π₯ di seluruh bumi; bahwa dari keturunan Abraham semua bangsa akan diberkati.
Untuk penyelesaian dosa bagi umat Perjanjian Lama, untuk sementara waktu Allah π memerintahkan menggunakan darah binatang. Ini pun sesungguhnya sebagai tindakan prophetis (nubuatan terhadap darah Yesus yang akan ditumpahkan).
Dalam Roma 3:21 tertulis: Tetapi sekarang, tanpa hukum Taurat kebenaran Allah π telah dinyatakan, seperti yang disaksikan dalam Kitab Taurat dan Kitab-kitab para nabi.
Apa maksud kalimat dalam ayat ini? Ketika Paulus menulis bahwa tanpa hukum Taurat kebenaran Allah dinyatakan, ini berarti bahwa kebenaran dinyatakan bukan melalui melakukan hukum sebagai landasannya.
Landasan pembenaran adalah korban Tuhan Yesus π di kayu salib. Dengan pernyataan ini Paulus mengarahkan pembaca suratnya untuk menerima proyek keselamatan yang Allah sediakan bagi manusia.
Kebenaran yang dinyatakan oleh Allah bagi manusia di zaman Perjanjian Baru adalah kebenaran Allah karena iman kepada Yesus Kristus (Rm. 3:22… yaitu kebenaran Allah karena iman dalam Yesus Kristus bagi semua orang π₯ yang percaya.
Sebab tidak ada perbedaan) Iman kepada Yesus adalah penerimaan terhadap cara Allah menyelamatkan manusia dan kesediaan untuk dikembalikan ke rancangan Allah π semula, yaitu menjadi manusia yang sempurna seperti Yesus.
Kalimat “tidak ada perbedaan” Dalam Roma 3:22 menunjukkan kepada kita bahwa kebenaran dari Allah, yaitu melalui atau oleh iman kepada Yesus Kristus, adalah kebenaran yang tidak lagi membedakan umat pilihan secara darah daging atau bukan. Mengapa? Jawabnya ada di ayat 23. Dalam Roma 2:23 tertulis: Karena semua orang telah berbuat dosa dan telah kehilangan kemuliaan Allah… Sekarang yang dipersoalkan bukan lagi moral berdasarkan hukum Taurat, tetapi berdasarkan “kemuliaan Allah”, yaitu bagaimana manusia dapat memiliki kesucian seperti kesucian Allah; bermoral Allah π, kehidupan yang tidak bercacat dan tidak bercela.
Jadi, kemuliaan Allah pada manusia berbicara mengenai keadaan yang Allah rancang dan kehendaki dimiliki manusiaπ₯, yaitu segambar dan serupa dengan Dia.
Ketika Paulus mengajarkan bahwa keselamatan diperoleh berdasarkan iman, bukan bermaksud Taurat menjadi tidak berharga.
Juga bukan berarti perbuatan baik tidak berarti atau tidak berharga. Penjelasan yang salah mengenai dibenarkan oleh iman dapat membuat kesan bahwa Taurat tidak berharga lagi dan perbuatan baik tidak diperlukan.
Hal ini menjadi penyesatan yang luar biasa, justru hal ini yang menjadi penyebab kegagalan seseorang meresponi keselamatan yang Allah sediakan.
Harus diingat bahwa hukum Taurat itu berasal dari Allah.
Hukum Taurat adalah pencerminan sebagian dari kesucian Allah π yang harus dikenakan oleh umat.
Dikatakan “sebagian dari kesucian Allah” artinya Allah belum mengajarkan manusia untuk sempurna seperti Diri-Nya. Hukum yang diberikan kepada bangsa Israel adalah hukum yang mengatur bagaimana manusia menjadi beradab.
Tidak saling membunuh, supaya melestarikan kehidupan agar manusia π₯ tidak punah.
Kalau manusia punah sebelum keselamatan dalam Yesus Kristus datang, maka keselamatan gagal diberikan kepada manusia.
Di Perjanjian Lama Allah belum bisa menuntut manusia untuk menjadi sempurna, sebab umat di Perjanjian Lama belum memiliki fasilitas keselamatan seperti umat Perjanjian Baru.
Tetapi bagi umat Perjanjian Baru, hukum Taurat yang dikenakan adalah hukum Taurat yang disempurnakan (Mat. 5:17-20). Sesungguhnya hukum Taurat yang disempurnakan adalah cermin dari kesucian Allah π yang sempurna, yaitu Diri Allah sendiri.
Sehingga bagi orang percaya berlaku tatanan bahwa Tuhan adalah hukum kehidupan. Segala sesuatu yang dilakukan harus selalu sesuai dengan pikiran dan perasaan Allah.
Keselamatan dalam Yesus Kristus π, memperkenalkan Taurat yang disempurnakan oleh Yesus (Mat. 5:17), supaya orang percaya memahaminya dan mengenakan dalam kehidupan.
Taurat yang disempurnakan adalah hukum yang bersifat batiniah, yaitu moral Tuhan atau kesucian Tuhan π sendiri.
Taurat yang disempurnakan tersebut jika dikenakan dalam kehidupan orang percaya, maka mereka menjadi orang yang memiliki “hidup keagamaannya” atau kebenarannya (Yun. dikaiosune) lebih dari ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi atau tokoh-tokoh agama.
Dalam hal ini orang percaya dipanggil untuk memiliki kualitas hidup yang luar biasa. Dengan demikian iman pada dasarnya adalah hidup yang luar biasa dalam kelakuan.
JBU
Sebab ada “Pribadi” yang menyediakan jaminan untuk menyelesaikan masalah tersebut, yaitu Allah Anak yang akan turun menjadi manusia suatu hari nanti.
Ini disebut sebagai “perjanjian berkat”. Perjanjian berkat ini sudah dikatakan oleh Allah di Eden, yaitu adanya keturunan perempuan yang akan meremukkan kepala ular.
Realisasi dari perjanjian berkat ini melalui Abraham yang dipanggil untuk menjadi berkat bagi manusia π₯ di seluruh bumi; bahwa dari keturunan Abraham semua bangsa akan diberkati.
Untuk penyelesaian dosa bagi umat Perjanjian Lama, untuk sementara waktu Allah π memerintahkan menggunakan darah binatang. Ini pun sesungguhnya sebagai tindakan prophetis (nubuatan terhadap darah Yesus yang akan ditumpahkan).
Dalam Roma 3:21 tertulis: Tetapi sekarang, tanpa hukum Taurat kebenaran Allah π telah dinyatakan, seperti yang disaksikan dalam Kitab Taurat dan Kitab-kitab para nabi.
Apa maksud kalimat dalam ayat ini? Ketika Paulus menulis bahwa tanpa hukum Taurat kebenaran Allah dinyatakan, ini berarti bahwa kebenaran dinyatakan bukan melalui melakukan hukum sebagai landasannya.
Landasan pembenaran adalah korban Tuhan Yesus π di kayu salib. Dengan pernyataan ini Paulus mengarahkan pembaca suratnya untuk menerima proyek keselamatan yang Allah sediakan bagi manusia.
Kebenaran yang dinyatakan oleh Allah bagi manusia di zaman Perjanjian Baru adalah kebenaran Allah karena iman kepada Yesus Kristus (Rm. 3:22… yaitu kebenaran Allah karena iman dalam Yesus Kristus bagi semua orang π₯ yang percaya.
Sebab tidak ada perbedaan) Iman kepada Yesus adalah penerimaan terhadap cara Allah menyelamatkan manusia dan kesediaan untuk dikembalikan ke rancangan Allah π semula, yaitu menjadi manusia yang sempurna seperti Yesus.
Kalimat “tidak ada perbedaan” Dalam Roma 3:22 menunjukkan kepada kita bahwa kebenaran dari Allah, yaitu melalui atau oleh iman kepada Yesus Kristus, adalah kebenaran yang tidak lagi membedakan umat pilihan secara darah daging atau bukan. Mengapa? Jawabnya ada di ayat 23. Dalam Roma 2:23 tertulis: Karena semua orang telah berbuat dosa dan telah kehilangan kemuliaan Allah… Sekarang yang dipersoalkan bukan lagi moral berdasarkan hukum Taurat, tetapi berdasarkan “kemuliaan Allah”, yaitu bagaimana manusia dapat memiliki kesucian seperti kesucian Allah; bermoral Allah π, kehidupan yang tidak bercacat dan tidak bercela.
Jadi, kemuliaan Allah pada manusia berbicara mengenai keadaan yang Allah rancang dan kehendaki dimiliki manusiaπ₯, yaitu segambar dan serupa dengan Dia.
Ketika Paulus mengajarkan bahwa keselamatan diperoleh berdasarkan iman, bukan bermaksud Taurat menjadi tidak berharga.
Juga bukan berarti perbuatan baik tidak berarti atau tidak berharga. Penjelasan yang salah mengenai dibenarkan oleh iman dapat membuat kesan bahwa Taurat tidak berharga lagi dan perbuatan baik tidak diperlukan.
Hal ini menjadi penyesatan yang luar biasa, justru hal ini yang menjadi penyebab kegagalan seseorang meresponi keselamatan yang Allah sediakan.
Harus diingat bahwa hukum Taurat itu berasal dari Allah.
Hukum Taurat adalah pencerminan sebagian dari kesucian Allah π yang harus dikenakan oleh umat.
Dikatakan “sebagian dari kesucian Allah” artinya Allah belum mengajarkan manusia untuk sempurna seperti Diri-Nya. Hukum yang diberikan kepada bangsa Israel adalah hukum yang mengatur bagaimana manusia menjadi beradab.
Tidak saling membunuh, supaya melestarikan kehidupan agar manusia π₯ tidak punah.
Kalau manusia punah sebelum keselamatan dalam Yesus Kristus datang, maka keselamatan gagal diberikan kepada manusia.
Di Perjanjian Lama Allah belum bisa menuntut manusia untuk menjadi sempurna, sebab umat di Perjanjian Lama belum memiliki fasilitas keselamatan seperti umat Perjanjian Baru.
Tetapi bagi umat Perjanjian Baru, hukum Taurat yang dikenakan adalah hukum Taurat yang disempurnakan (Mat. 5:17-20). Sesungguhnya hukum Taurat yang disempurnakan adalah cermin dari kesucian Allah π yang sempurna, yaitu Diri Allah sendiri.
Sehingga bagi orang percaya berlaku tatanan bahwa Tuhan adalah hukum kehidupan. Segala sesuatu yang dilakukan harus selalu sesuai dengan pikiran dan perasaan Allah.
Keselamatan dalam Yesus Kristus π, memperkenalkan Taurat yang disempurnakan oleh Yesus (Mat. 5:17), supaya orang percaya memahaminya dan mengenakan dalam kehidupan.
Taurat yang disempurnakan adalah hukum yang bersifat batiniah, yaitu moral Tuhan atau kesucian Tuhan π sendiri.
Taurat yang disempurnakan tersebut jika dikenakan dalam kehidupan orang percaya, maka mereka menjadi orang yang memiliki “hidup keagamaannya” atau kebenarannya (Yun. dikaiosune) lebih dari ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi atau tokoh-tokoh agama.
Dalam hal ini orang percaya dipanggil untuk memiliki kualitas hidup yang luar biasa. Dengan demikian iman pada dasarnya adalah hidup yang luar biasa dalam kelakuan.
JBU
Chinese New Year Celebration Minggu,18 Feb 2018 Pdt Dr Erastus Sabdono
Ada satu hal yang sering dilupakan banyak orang π₯, yaitu : kenyataan bahwa kita ada dalam perjalanan waktu.
Ketika Tuhan berkata
Pada hari kamu makan buah itu kamu akan mati.
Sejak itu, tidak bisa tidak manusia harus tunduk pada perjalanan waktu.
Seandainya manusia tidak jatuh dalam dosa, tidak akan ada kematian.
Waktu ⌚ tunduk pada kehidupan.
Karena manusia jatuh dalam dosa, tidak bisa tidak Kehidupan yang tunduk pada waktu.
Manusia memilih memberontak pada Allah.
Manusia yang membuat kehidupan tunduk pada waktu ⌚
Ini sesuatu yang benar - benar tragis.
Segala sesuatu ada masanya.
Begitu pula pengkhotbah mengatakan.
Segala sesuatu ada masanya.
Manusia π₯ tidak bisa membusungkan dada untuk sombong.
Sebab siapapun manusia harus tunduk pada waktunya.
Bahkan tragisnya, ketika anak manusia baru lahir bayi yang baru lahir, ia dimasukkan dalam perjalanan waktu dan memiliki ujung.
Ia harus tunduk dalam perjalanan waktu ⌚
Ujungnya bisa 2 hari, seminggu atau sebulan.
Di dalam perjalanan waktu itu setiap individu, setiap orang pasti akan menemui ujungnya.
Dan Tuhan tidak memberitahu masing - masing kita di mana ujung perjalanan waktu itu.
Begitu bayi dilahirkan, maka ia telah dieksekusi. hukuman mati.
Tidak tahu eksekusi itu dilangsungkan tahu dilaksanakan.
Bisa 2 hari, bisa beberapa hari, bisa beberapa bulan, bisa beberapa tahun yang pasti ada ujungnya.
Kalau kita manusia pada umumnya memiliki ujung 70 th sd 80 th, dan itu pasti.
Tetapi ingat Tuhan π tidak pernah memberitahukan sampai kapan ujungnya Kehidupan kita.
Tuhan menghendaki demikian.
Kita tidak perlu tahu
ujung perjalanan hidup kita.
Sebab dengan kita tidak tahu ujung perjalanan hidup kita teruji,
- Apakah kita memperlakukan Tuhan dengan benar ?
- Apakah kita menyelenggarakan hidup ini dengan benar atau
tidak ?
Sebab kalau orang tahu dia akan meninggal, maka sikap berjaga -jaganya tidak natural, tidak benar, tidak proporsional, tidak tepat.
Terkait dengan hal ini Tuhan Yesus πmengatakan dalam
Matius 25 : 1 - 13 tentang sikap berjaga - jaga.
Ini kisah yang tidak asing bagi Kita.
"Lima gadis bijaksana dan lima gadis bodoh."
Dua - duanya menantikan mempelai.
Semua mereka ada dalam penantian.
Penantian terhadap kedatangan mempelai.
Tidak diberi tahu kapan kedatangan mempelai itu.
Maka tidak heran mereka tertidur selama dalam penantian itu.
Lima gadis yang bijaksana dan lima gadis yang bodoh, sama - sama tertidur.
Ini berbicara mengenai keadaan manusia π₯, semua juga memiliki kelemahan dan kekurangan.
Tetapi lima gadis yang bijaksana memiliki minyak persediaan.
Kalau orang pentakosta dan kharismatik, berbicara minyak selalu dihubungkan dengan Roh Kudus.
Tapi sebenarnya minyak ini bicara sikap berjaga - jaga.
Di akhir perupamaan tersebut, Tuhan Yesus π berkata, karena itu berjaga - jagalah, sebab kamu tidak tahu hari maupun saatnya.
Penantian yang dimaksud injil Matius pasal 25.
Ini belum tentu bertalian berbicara akhir zaman dan kedatangan Tuhan π
Ini juga bisa bicara ujung hidup kita masing - masing.
Sebab ketika Tuhan Yesus, memaparkan perumpamaan itu.
Jelas Tuhan tahu ini tidak berbicara tentang kedatangan Tuhan kedua kali.
Sebab sampai hari ini Tuhan π juga belum datang.
Tuhan Yesus berbicara kepada kelompok orang Yahudi dan murid - murid pada waktu itu.
Yang sebenarnya menghadapi hancurnya, runtuhnya Yerusalem.
Satu kejadian yang tidak mereka pikir dan duga sebelum 40 th sesudah mereka mendengar perumpamaan ini.
Di mana para pendengarnya sebagian masih hidup.
Yerusalem, Yehuda dikepung dan dihancurkan.
Tuhan mempersiapkan orang - orang percaya π₯ dan segala kemungkinan yang tidak pernah mereka duga.
Ini berbicara akhir zaman yang bertalian akhir Yerusalem waktu itu.
Jadi sebenarnya masing - masing keadaan kita seperti Yerusalem ini.
Apakah akhir hidup kita ada :
- Di pembaringan rumah sakit
- Di pesawat pada waktu pesawat meledak di udara.
- Atau pada waktu di jalan raya, aspal jalan itulah pembaringan terakhirmu. - - Atau waktu nonton TV πΊ dengan keluarga, tiba - tiba jatuh dan meninggal dunia.
Masing - masing kita punya momentum itu.
Pasti punya momentum itu, dan kita tidak tahu kapan ?
Oleh sebab itu kita harus berjaga - jaga.
Jangan berpikir hanya orang yang tidak punya kelemahan bisa berjaga - jaga.
Semua orang π₯ juga punya kelemahan dan kekurangan.
Justru di dalam kelemahan dan kekurangan itu kita harus terus membenahi diri.
Membenahi diri supaya momentum yang dasyat itu terjadi kita siap menghadapi.
Jangan kita bilang tidak siap pada waktu kejadian.
- Kenapa istriku harus meninggal ?
- Kenapa suamiku harus meninggal ?
- Kenapa orang tuaku harus meninggal ?
- Atau kita sendiri pada saat di ujung maut, kita
tidak bisa mengelak keadaan itu.
Oleh sebab itu sikap berjaga - jaga itu harus kita miliki setiap saat.
Ini berbicara soal kekekalan.
Kalau hanya makan, minum, kendaraan, rumah, pakaian, tas, arloji itu hal fana yang tidak boleh merenggut kita sia - sia.
Tidak boleh merenggut waktu ⌚ kita sia - sia.
Kita harus memikirkan kekekalan.
Pada hari engkau makan buah itu engkau mati.
Mati di situ bukan mati kekal, itu mati sementara.
Sebab Tuhan πmerancang kehidupan di balik kematian, ada kebangkitan.
Dan itulah pengharapan kita.
Jangan menaruh pengharapan pada apapun dan siapapun.
Pengharapan kita harus di balik kubur itu.
Untuk itu kita berjaga - jaga.
Mestinya Kita hidup untuk pengharapan itu.
Menyadari hal ini maka setiap orang harus ada, pendekatan perdamaian dengan Tuhan.
Tidak boleh ada satu keadaanpun kita tidak harmoni dengan Tuhan.
Mungkin ada orang yang merasa diri brengsek.
Dan Tuhan π tahu itu.
Bawalah kepada Tuhan, mohon pengampunanNya, mohon tuntunanNya, mohon Tuhan menuntunnya agar bisa berubah.
Berlaku Firman Tuhan.
Yang mustahil bagi manusia tidak mustahil bagi Allah.
Perhatikanlah bagaimana kita berkebiasaan hidup.
Efesus 5 : 15 - 17
Ketika mata kita tertutup selamanya, kita melihat
Satu menitpun sangat
berharga.
Ketika orang menutup mata untuk selamanya, dia menatap kekekalan, dan tidak bisa balik lagi ke tubuhnya, ia menatap kekekalan yang tidak berujung.
Dia tidak bisa balik lagi, dia tidak punya kesempatan memperbaiki diri.
Betapa mengerikan keadaan itu.
Tetapi ini yang jarang kita renungkan.
Kita hidup seakan - akan di jalan yang tidak berujung.
Dan kita berpikir keadaan selalu demikian.
Setiap detik hidup kita berubah.
Kita π₯ harus berpikir realistis.
Bahwa perjalanan kita pasti ada ujungnya.
Di ujung itu ada momentum - momentum yang tidak pernah kita pikirkan.
Momentum - momentum yang dasyat.
Banyak orang tidak sanggup menghadapi ini.
Ada momentum - momentum yang tidak pernah kita duga.
Banyak orang π₯ tidak berpikir itu.
- Seakan - akan jalan tidak berujung.
- Seakan - akan keadaan tidak berubah.
Padahal keadaan bisa berubah setiap saat.
Jadi setiap saat kita siap menghadapi situasi yang tidak pernah kita duga .
Janganlah kita bodoh, tetapi usahakan kita mengerti kehendak Tuhan.
Kata bodoh = ceroboh
Afrones = tidak hati - hati.
Kita harus bersiap - siap menghadapi situasi.
Kita ada dalam perjalanan waktu.
Sekarang masalahnya waktu kita atau waktu Tuhan ?
Kita telah ditebus darah Tuhan Yesus π, segenap hidup kita milik Tuhan.
Waktu kita adalah waktunya Tuhan.
Kita hanya boleh mempunyai satu agenda. Satu - satunya agenda adalah memuliakan Tuhan.
Dan standar memuliakan Tuhan adalah :
bagaimana kita serupa dengan Tuhan Yesus. Serupa dengan Tuhan Yesus π adalah selalu melakukan kehendak Bapa.
Kita dalam perjalanan waktu .
Masalahnya waktu siapa ?
Kalau kita anak Allah segenap hidup kita milik Tuhan.
Kita hanya punya satu agenda, satu tujuan hidup.
Maka waktu Kita harus menjadi waktunya Tuhan.
Ini tersulit dalam hidup.
Kita harus jaga - jaga
Kita harus menghentikan waktu hidup kita.
Kita sudah menghabiskan banyak waktu ⌚ kita untuk kesenangan dan kepuasan kita.
Waktu kita sudah habis, sudah berhenti sampai di sini.
Waktu ke depan adalah waktu milik Tuhan π
Tidak ada bagianku di dalamnya.
Tidak ada bagianku untuk memiliki kesenangan.
Ini bagian Tuhan.
Untuk itu aku harus mengusahakan mencari, mengerti, dan melakukan kehendak Tuhan.
Ini bagian waktu Tuhan.
Dibutuhkan keberanian.
Kalau tidak demikian kita tidak punya sikap berjaga - jaga yang benar.
Kelihatannya ekstrim, tetapi ini standar.
Alkitab π berkata Kita telah dibeli dengan harga lunas dibayar.
Lunas artinya : sudah selesai.
Kita tidak punya keberhakan atas diri kita. Tidak ada cita - cita untuk kesenangan kita , semua untuk Tuhan.
Kamu telah dibeli, segenap hidupmu milik Tuhan.
Kita hanya punya satu agenda memuliakan Tuhan.
Untuk memuliakan Allah kita harus seperti Yesus.
Yang prinsipNya melakukan kehendak Bapa dan menyelesaikan pekerjaanNya.
Untuk itu waktumu harus kamu selesaikan.
Sudah banyak waktu yang kita gunakan untuk kesenangan kepuasan diri kita sendiri.
Waktu ⌚ kita ke depan adalah milik Tuhan.
Ini suatu hal yang berat.
Kalau kita punya komitmen yang sungguh - sungguh, punya tekad yang kuat.
Kita bisa melakukannya.
Kita akan terbiasa melakukannya.
Sehingga menjadi irama yang menyatu dalam hidup kita.
Ini mahal harganya.
Kalau kita menghitung dengan usia kita, tidaklah keberatan dibanding dengan kekekalan.
Memang yang membuat kita tidak bisa kita mengakhiri hidup kita π₯ adalah daging kita, ambisi kita.
Waktu kita sudah habis, waktu ke depan waktu milik Tuhan.
Kita hidup hanya mencari, mengerti, dan melakukan kehendakNya.
Ini satu kebenaran yang ditambahkan Tuhan π melengkapi kita, mati sebelum kita mati.
Kalau kita bisa melakukan ini, apapun yang terjadi, tidak ada yang kita takuti.
Ini tidak mudah kita harus peroleh.
Ini membutuhkan usaha yang harus dilakukan sungguh - sungguh segenap hidup tidak bisa setengah - tengah.
Lima gadis yang bodoh yang ditoloak akhirnya tidak masuk perjamuan kawin bukan tidak punya usaha.
Mereka π₯ juga punya pelita, pelitanya juga sempat menyala, tetapi kecerobohannya mereka tidak memiliki persediaan minyak.
Jadi ketika pelita mereka mati, kehabisan minyak.
Mereka mencari minyak, tetapi tidak bisa lagi.
Mestinya harus dipersiapkan jauh - jauh hari.
Semua kita juga punya kelemahan dan kekurangan.
Tetapi seberapa kita sungguh - sungguh melihat kelemahan dan kekurangan kita.
Hanya orang yang menggunakan waktunya untuk berjuang untuk melakukan kehendak Tuhan π, guna menggunakan hubungan yang harmoni dengan Tuhan orang yang berhasil untuk hidup tidak bercacat dan tidak bercela.
Hasil inilah yang dikehendaki Tuhan.
Tuhan akan memberi hikmat - hikmat yang baru.
Jangan takut kelihatan aneh.
Jangan takut kehilangan kesenangan dunia π
- Bukan kesucian yang setengah - tengah yang Tuhan kehendaki
- Bukan pengadian yang setengah - tengah yang Tuhan kehendaki, tetapi sepenuhnya.
Dan akhirnya Tuhan tidak akan memberikan tempat kepada orang yang setengah - tengah.
Tidak ada program setengah - tengah di dalam Tuhan.
Firman Tuhan mengatakan kamu tidak bisa mengabdi kepada dua tuan.
Segenap hidupmu atau tidak usah sama sekali.
Orang kristen π₯ yang memiliki usaha setengah - setengah sesungguhnya orang Kristen yang tidak berjaga - jaga.
Orang Kristen seperti ini tidak menjadi jahat.
Bukan orang bejat.
Orang Kristen yang baik, bergereja, dan berjemaat.
Tapi tidak membangun kehidupan yang semakin berkenan kepada Allah.
Kalau harga Tuhan 1 jt, rp 950 Masih penghinaan.
Harga Rp 1 jt tetap Rp 1 juta.
Kalau suatu hari kita bertemu Tuhan π, kita akan gemetar.
Kita tidak pernah berpikir
Begitu terhormatnya Alalh, begitu terhormatnya Tuhan.
Kita memberi harga yang murah kepada Tuhan yang begitu besar.
Karena kita membagi hati kita ke dunia.
Kita bukan orang jahat, atau orang bejat di mata manusia.
Kita bergereja π dan berjemaat, tetapi kita tidak membangun keberkenanan kepada Tuhan.
Seandainya kita ambil rapor.
Kita tidak dianggap lulus. Kita tidak dianggap layak.
Karena kita tidak memperkarakan diri dengan sungguh - sungguh.
Kita harus memperkarakan dengan Roh Kudus π
Di mata Allah apakah kita sudah melakukan kehendak Allah ? atau belum ?
Di usia 70 th 80 th
Ada hukum percepatan yang tidak bisa dilangkahi.
Misalnya kecepatan kita. paling tinggi 200 km perjam.
Itu tidak mungkin dibuat 500 km per jam.
Paling bisa 250 km perjam.
Tapi Tuhan dalam kebijakanNya sudah mengukur, seandainya 50 th baru bertobat dengan usia 20 th kita dapat mencapai keberkenanan.
Walaupun perkenanan tidak seperti pada usia 20 th kamu bertobat.
Untuk menjadi pelari yang punya kecepatan lari yang optimal
Tidak boleh memiliki beban.
Kalau kita π₯ masih memiliki kesenangan - kesenangan ini mengganggu perlombaan.
Kita harus membuat Tuhan senyum lebar ketika kita bertemu denganNya.
Orang yang paling bahagia adalah orang yang tidak punya kesenangan dunia.
Orang yang paling merdeka, adalah orang yang tidak punya kesenangan dunia.
Supaya kita bisa fokus makananku melakukan kehendakNya dan menyelesaikan pekerjaannya.
Kita tidak tahu ujungnya kita.
Tetapi pasti sampai.
Ada kejadian - kejadian yang tidak terduga akan terjadi ke depan.
Kita π₯ harus berpikir realistis, jangan ceroboh.
Amin... π·
Ketika Tuhan berkata
Pada hari kamu makan buah itu kamu akan mati.
Sejak itu, tidak bisa tidak manusia harus tunduk pada perjalanan waktu.
Seandainya manusia tidak jatuh dalam dosa, tidak akan ada kematian.
Waktu ⌚ tunduk pada kehidupan.
Karena manusia jatuh dalam dosa, tidak bisa tidak Kehidupan yang tunduk pada waktu.
Manusia memilih memberontak pada Allah.
Manusia yang membuat kehidupan tunduk pada waktu ⌚
Ini sesuatu yang benar - benar tragis.
Segala sesuatu ada masanya.
Begitu pula pengkhotbah mengatakan.
Segala sesuatu ada masanya.
Manusia π₯ tidak bisa membusungkan dada untuk sombong.
Sebab siapapun manusia harus tunduk pada waktunya.
Bahkan tragisnya, ketika anak manusia baru lahir bayi yang baru lahir, ia dimasukkan dalam perjalanan waktu dan memiliki ujung.
Ia harus tunduk dalam perjalanan waktu ⌚
Ujungnya bisa 2 hari, seminggu atau sebulan.
Di dalam perjalanan waktu itu setiap individu, setiap orang pasti akan menemui ujungnya.
Dan Tuhan tidak memberitahu masing - masing kita di mana ujung perjalanan waktu itu.
Begitu bayi dilahirkan, maka ia telah dieksekusi. hukuman mati.
Tidak tahu eksekusi itu dilangsungkan tahu dilaksanakan.
Bisa 2 hari, bisa beberapa hari, bisa beberapa bulan, bisa beberapa tahun yang pasti ada ujungnya.
Kalau kita manusia pada umumnya memiliki ujung 70 th sd 80 th, dan itu pasti.
Tetapi ingat Tuhan π tidak pernah memberitahukan sampai kapan ujungnya Kehidupan kita.
Tuhan menghendaki demikian.
Kita tidak perlu tahu
ujung perjalanan hidup kita.
Sebab dengan kita tidak tahu ujung perjalanan hidup kita teruji,
- Apakah kita memperlakukan Tuhan dengan benar ?
- Apakah kita menyelenggarakan hidup ini dengan benar atau
tidak ?
Sebab kalau orang tahu dia akan meninggal, maka sikap berjaga -jaganya tidak natural, tidak benar, tidak proporsional, tidak tepat.
Terkait dengan hal ini Tuhan Yesus πmengatakan dalam
Matius 25 : 1 - 13 tentang sikap berjaga - jaga.
Ini kisah yang tidak asing bagi Kita.
"Lima gadis bijaksana dan lima gadis bodoh."
Dua - duanya menantikan mempelai.
Semua mereka ada dalam penantian.
Penantian terhadap kedatangan mempelai.
Tidak diberi tahu kapan kedatangan mempelai itu.
Maka tidak heran mereka tertidur selama dalam penantian itu.
Lima gadis yang bijaksana dan lima gadis yang bodoh, sama - sama tertidur.
Ini berbicara mengenai keadaan manusia π₯, semua juga memiliki kelemahan dan kekurangan.
Tetapi lima gadis yang bijaksana memiliki minyak persediaan.
Kalau orang pentakosta dan kharismatik, berbicara minyak selalu dihubungkan dengan Roh Kudus.
Tapi sebenarnya minyak ini bicara sikap berjaga - jaga.
Di akhir perupamaan tersebut, Tuhan Yesus π berkata, karena itu berjaga - jagalah, sebab kamu tidak tahu hari maupun saatnya.
Penantian yang dimaksud injil Matius pasal 25.
Ini belum tentu bertalian berbicara akhir zaman dan kedatangan Tuhan π
Ini juga bisa bicara ujung hidup kita masing - masing.
Sebab ketika Tuhan Yesus, memaparkan perumpamaan itu.
Jelas Tuhan tahu ini tidak berbicara tentang kedatangan Tuhan kedua kali.
Sebab sampai hari ini Tuhan π juga belum datang.
Tuhan Yesus berbicara kepada kelompok orang Yahudi dan murid - murid pada waktu itu.
Yang sebenarnya menghadapi hancurnya, runtuhnya Yerusalem.
Satu kejadian yang tidak mereka pikir dan duga sebelum 40 th sesudah mereka mendengar perumpamaan ini.
Di mana para pendengarnya sebagian masih hidup.
Yerusalem, Yehuda dikepung dan dihancurkan.
Tuhan mempersiapkan orang - orang percaya π₯ dan segala kemungkinan yang tidak pernah mereka duga.
Ini berbicara akhir zaman yang bertalian akhir Yerusalem waktu itu.
Jadi sebenarnya masing - masing keadaan kita seperti Yerusalem ini.
Apakah akhir hidup kita ada :
- Di pembaringan rumah sakit
- Di pesawat pada waktu pesawat meledak di udara.
- Atau pada waktu di jalan raya, aspal jalan itulah pembaringan terakhirmu. - - Atau waktu nonton TV πΊ dengan keluarga, tiba - tiba jatuh dan meninggal dunia.
Masing - masing kita punya momentum itu.
Pasti punya momentum itu, dan kita tidak tahu kapan ?
Oleh sebab itu kita harus berjaga - jaga.
Jangan berpikir hanya orang yang tidak punya kelemahan bisa berjaga - jaga.
Semua orang π₯ juga punya kelemahan dan kekurangan.
Justru di dalam kelemahan dan kekurangan itu kita harus terus membenahi diri.
Membenahi diri supaya momentum yang dasyat itu terjadi kita siap menghadapi.
Jangan kita bilang tidak siap pada waktu kejadian.
- Kenapa istriku harus meninggal ?
- Kenapa suamiku harus meninggal ?
- Kenapa orang tuaku harus meninggal ?
- Atau kita sendiri pada saat di ujung maut, kita
tidak bisa mengelak keadaan itu.
Oleh sebab itu sikap berjaga - jaga itu harus kita miliki setiap saat.
Ini berbicara soal kekekalan.
Kalau hanya makan, minum, kendaraan, rumah, pakaian, tas, arloji itu hal fana yang tidak boleh merenggut kita sia - sia.
Tidak boleh merenggut waktu ⌚ kita sia - sia.
Kita harus memikirkan kekekalan.
Pada hari engkau makan buah itu engkau mati.
Mati di situ bukan mati kekal, itu mati sementara.
Sebab Tuhan πmerancang kehidupan di balik kematian, ada kebangkitan.
Dan itulah pengharapan kita.
Jangan menaruh pengharapan pada apapun dan siapapun.
Pengharapan kita harus di balik kubur itu.
Untuk itu kita berjaga - jaga.
Mestinya Kita hidup untuk pengharapan itu.
Menyadari hal ini maka setiap orang harus ada, pendekatan perdamaian dengan Tuhan.
Tidak boleh ada satu keadaanpun kita tidak harmoni dengan Tuhan.
Mungkin ada orang yang merasa diri brengsek.
Dan Tuhan π tahu itu.
Bawalah kepada Tuhan, mohon pengampunanNya, mohon tuntunanNya, mohon Tuhan menuntunnya agar bisa berubah.
Berlaku Firman Tuhan.
Yang mustahil bagi manusia tidak mustahil bagi Allah.
Perhatikanlah bagaimana kita berkebiasaan hidup.
Efesus 5 : 15 - 17
Ketika mata kita tertutup selamanya, kita melihat
Satu menitpun sangat
berharga.
Ketika orang menutup mata untuk selamanya, dia menatap kekekalan, dan tidak bisa balik lagi ke tubuhnya, ia menatap kekekalan yang tidak berujung.
Dia tidak bisa balik lagi, dia tidak punya kesempatan memperbaiki diri.
Betapa mengerikan keadaan itu.
Tetapi ini yang jarang kita renungkan.
Kita hidup seakan - akan di jalan yang tidak berujung.
Dan kita berpikir keadaan selalu demikian.
Setiap detik hidup kita berubah.
Kita π₯ harus berpikir realistis.
Bahwa perjalanan kita pasti ada ujungnya.
Di ujung itu ada momentum - momentum yang tidak pernah kita pikirkan.
Momentum - momentum yang dasyat.
Banyak orang tidak sanggup menghadapi ini.
Ada momentum - momentum yang tidak pernah kita duga.
Banyak orang π₯ tidak berpikir itu.
- Seakan - akan jalan tidak berujung.
- Seakan - akan keadaan tidak berubah.
Padahal keadaan bisa berubah setiap saat.
Jadi setiap saat kita siap menghadapi situasi yang tidak pernah kita duga .
Janganlah kita bodoh, tetapi usahakan kita mengerti kehendak Tuhan.
Kata bodoh = ceroboh
Afrones = tidak hati - hati.
Kita harus bersiap - siap menghadapi situasi.
Kita ada dalam perjalanan waktu.
Sekarang masalahnya waktu kita atau waktu Tuhan ?
Kita telah ditebus darah Tuhan Yesus π, segenap hidup kita milik Tuhan.
Waktu kita adalah waktunya Tuhan.
Kita hanya boleh mempunyai satu agenda. Satu - satunya agenda adalah memuliakan Tuhan.
Dan standar memuliakan Tuhan adalah :
bagaimana kita serupa dengan Tuhan Yesus. Serupa dengan Tuhan Yesus π adalah selalu melakukan kehendak Bapa.
Kita dalam perjalanan waktu .
Masalahnya waktu siapa ?
Kalau kita anak Allah segenap hidup kita milik Tuhan.
Kita hanya punya satu agenda, satu tujuan hidup.
Maka waktu Kita harus menjadi waktunya Tuhan.
Ini tersulit dalam hidup.
Kita harus jaga - jaga
Kita harus menghentikan waktu hidup kita.
Kita sudah menghabiskan banyak waktu ⌚ kita untuk kesenangan dan kepuasan kita.
Waktu kita sudah habis, sudah berhenti sampai di sini.
Waktu ke depan adalah waktu milik Tuhan π
Tidak ada bagianku di dalamnya.
Tidak ada bagianku untuk memiliki kesenangan.
Ini bagian Tuhan.
Untuk itu aku harus mengusahakan mencari, mengerti, dan melakukan kehendak Tuhan.
Ini bagian waktu Tuhan.
Dibutuhkan keberanian.
Kalau tidak demikian kita tidak punya sikap berjaga - jaga yang benar.
Kelihatannya ekstrim, tetapi ini standar.
Alkitab π berkata Kita telah dibeli dengan harga lunas dibayar.
Lunas artinya : sudah selesai.
Kita tidak punya keberhakan atas diri kita. Tidak ada cita - cita untuk kesenangan kita , semua untuk Tuhan.
Kamu telah dibeli, segenap hidupmu milik Tuhan.
Kita hanya punya satu agenda memuliakan Tuhan.
Untuk memuliakan Allah kita harus seperti Yesus.
Yang prinsipNya melakukan kehendak Bapa dan menyelesaikan pekerjaanNya.
Untuk itu waktumu harus kamu selesaikan.
Sudah banyak waktu yang kita gunakan untuk kesenangan kepuasan diri kita sendiri.
Waktu ⌚ kita ke depan adalah milik Tuhan.
Ini suatu hal yang berat.
Kalau kita punya komitmen yang sungguh - sungguh, punya tekad yang kuat.
Kita bisa melakukannya.
Kita akan terbiasa melakukannya.
Sehingga menjadi irama yang menyatu dalam hidup kita.
Ini mahal harganya.
Kalau kita menghitung dengan usia kita, tidaklah keberatan dibanding dengan kekekalan.
Memang yang membuat kita tidak bisa kita mengakhiri hidup kita π₯ adalah daging kita, ambisi kita.
Waktu kita sudah habis, waktu ke depan waktu milik Tuhan.
Kita hidup hanya mencari, mengerti, dan melakukan kehendakNya.
Ini satu kebenaran yang ditambahkan Tuhan π melengkapi kita, mati sebelum kita mati.
Kalau kita bisa melakukan ini, apapun yang terjadi, tidak ada yang kita takuti.
Ini tidak mudah kita harus peroleh.
Ini membutuhkan usaha yang harus dilakukan sungguh - sungguh segenap hidup tidak bisa setengah - tengah.
Lima gadis yang bodoh yang ditoloak akhirnya tidak masuk perjamuan kawin bukan tidak punya usaha.
Mereka π₯ juga punya pelita, pelitanya juga sempat menyala, tetapi kecerobohannya mereka tidak memiliki persediaan minyak.
Jadi ketika pelita mereka mati, kehabisan minyak.
Mereka mencari minyak, tetapi tidak bisa lagi.
Mestinya harus dipersiapkan jauh - jauh hari.
Semua kita juga punya kelemahan dan kekurangan.
Tetapi seberapa kita sungguh - sungguh melihat kelemahan dan kekurangan kita.
Hanya orang yang menggunakan waktunya untuk berjuang untuk melakukan kehendak Tuhan π, guna menggunakan hubungan yang harmoni dengan Tuhan orang yang berhasil untuk hidup tidak bercacat dan tidak bercela.
Hasil inilah yang dikehendaki Tuhan.
Tuhan akan memberi hikmat - hikmat yang baru.
Jangan takut kelihatan aneh.
Jangan takut kehilangan kesenangan dunia π
- Bukan kesucian yang setengah - tengah yang Tuhan kehendaki
- Bukan pengadian yang setengah - tengah yang Tuhan kehendaki, tetapi sepenuhnya.
Dan akhirnya Tuhan tidak akan memberikan tempat kepada orang yang setengah - tengah.
Tidak ada program setengah - tengah di dalam Tuhan.
Firman Tuhan mengatakan kamu tidak bisa mengabdi kepada dua tuan.
Segenap hidupmu atau tidak usah sama sekali.
Orang kristen π₯ yang memiliki usaha setengah - setengah sesungguhnya orang Kristen yang tidak berjaga - jaga.
Orang Kristen seperti ini tidak menjadi jahat.
Bukan orang bejat.
Orang Kristen yang baik, bergereja, dan berjemaat.
Tapi tidak membangun kehidupan yang semakin berkenan kepada Allah.
Kalau harga Tuhan 1 jt, rp 950 Masih penghinaan.
Harga Rp 1 jt tetap Rp 1 juta.
Kalau suatu hari kita bertemu Tuhan π, kita akan gemetar.
Kita tidak pernah berpikir
Begitu terhormatnya Alalh, begitu terhormatnya Tuhan.
Kita memberi harga yang murah kepada Tuhan yang begitu besar.
Karena kita membagi hati kita ke dunia.
Kita bukan orang jahat, atau orang bejat di mata manusia.
Kita bergereja π dan berjemaat, tetapi kita tidak membangun keberkenanan kepada Tuhan.
Seandainya kita ambil rapor.
Kita tidak dianggap lulus. Kita tidak dianggap layak.
Karena kita tidak memperkarakan diri dengan sungguh - sungguh.
Kita harus memperkarakan dengan Roh Kudus π
Di mata Allah apakah kita sudah melakukan kehendak Allah ? atau belum ?
Di usia 70 th 80 th
Ada hukum percepatan yang tidak bisa dilangkahi.
Misalnya kecepatan kita. paling tinggi 200 km perjam.
Itu tidak mungkin dibuat 500 km per jam.
Paling bisa 250 km perjam.
Tapi Tuhan dalam kebijakanNya sudah mengukur, seandainya 50 th baru bertobat dengan usia 20 th kita dapat mencapai keberkenanan.
Walaupun perkenanan tidak seperti pada usia 20 th kamu bertobat.
Untuk menjadi pelari yang punya kecepatan lari yang optimal
Tidak boleh memiliki beban.
Kalau kita π₯ masih memiliki kesenangan - kesenangan ini mengganggu perlombaan.
Kita harus membuat Tuhan senyum lebar ketika kita bertemu denganNya.
Orang yang paling bahagia adalah orang yang tidak punya kesenangan dunia.
Orang yang paling merdeka, adalah orang yang tidak punya kesenangan dunia.
Supaya kita bisa fokus makananku melakukan kehendakNya dan menyelesaikan pekerjaannya.
Kita tidak tahu ujungnya kita.
Tetapi pasti sampai.
Ada kejadian - kejadian yang tidak terduga akan terjadi ke depan.
Kita π₯ harus berpikir realistis, jangan ceroboh.
Amin... π·
Senin, 19 Februari 2018
RH Truth Daily Enlightenment “HANYA SATU JALAN PENYELESAIANNYA” 20 Februari 2018
Dalam Roma 3:19 tertulis: Tetapi kita tahu, bahwa segala sesuatu yang tercantum dalam Kitab Taurat ditujukan kepada mereka yang hidup di bawah hukum Taurat, supaya tersumbat setiap mulut dan seluruh dunia π jatuh ke bawah hukuman Allah.
Ayat ini hendak menunjukkan, bahwa tidak seorang pun dapat melakukan hukum Taurat dengan sempurna (walaupun itu adalah Taurat yang belum disempurnakan). Dengan demikian, dalam satu aspek hukum Taurat justru membuktikan bahwa tidak ada seorang pun secara sempurna dapat melakukan hukum Taurat.
Dalam Roma 3:10 tertulis: “Tidak ada yang benar, seorang pun tidak.” Dengan keadaan ini berarti semua manusia telah kehilangan kemuliaan Allah (Rm. 3:23).
Dalam kacamata kebenaran Allah π, yaitu kebenaran sesuai dengan standar kesucian Allah, tidak seorang pun yang benar.
Itulah sebabnya dikatakan bahwa semua manusia π₯ adalah pembohong, artinya berkeadaan melanggar perjanjian dengan Allah. Ini bukan berarti tidak ada manusia yang baik dalam kebaikan relatif.
Masih ada kebaikan secara relatif sesuai dengan ukuran kebaikan menurut hukum yang dipahami (walaupun tentu juga tidak sempurna).
Manusia masih bisa berbuat baik.
Bagi orang Yahudi seperti Paulus, mereka π₯ bisa berpikir dan menganggap bahwa diri mereka bisa berkeadaan tidak bercacat. Paulus juga menyatakan bahwa ditinjau dari hukum Taurat, dirinya tidak bercela (Flp. 3:6 tentang kegiatan aku penganiaya jemaat, tentang kebenaran dalam mentaati hukum Taurat aku tidak bercacat).
Apakah dua ayat tersebut (Rm. 3:19 dan Flp. 3:6) tidak saling bertentangan? Tentu tidak bertentangan.
Roma 3:19 menunjukkan bahwa semua manusia π₯ tidak ada yang dapat melakukan hukum dengan benar atau sempurna.
Ini adalah pemikiran Paulus sesudah ia mengenal Injil. Sedangkan dalam Filipi 3:6 Paulus menyatakan bahwa dalam melakukan hukum Taurat ia tidak bercacat, artinya selalu memenuhi semua yang diperintah Taurat.
Kalau dirinya memiliki kesalahan, korban penghapusan dosa dapat dilakukan. Ini berarti Paulus merasa bisa berkeadaan tidak bercacat. Ini adalah pemikiran Paulus sebelum mengenal kebenaran.
Pemikiran ini juga ada dalam pikiran agama samawi seperti agama Yahudi.
Itulah sebabnya mereka sangat sulit menerima keselamatan melalui karya salib yang dikerjakan oleh Tuhan Yesus π
Selain mereka sudah memiliki struktur pemikiran agama seperti tersebut, mereka juga tidak dapat menerima kenyataan bahwa Yesus adalah Allah Anak.
Selanjutnya dikatakan dalam Roma 3:20 Sebab tidak seorang pun yang dapat dibenarkan di hadapan Allah oleh karena melakukan hukum Taurat, karena justru oleh hukum Taurat orang mengenal dosa.
Ayat ini dapat memiliki dua pengertian. Pertama, bahwa ternyata semua manusia π₯ telah ada dalam satu keadaan melanggar hukum.
Tidak ada seorang pun yang dapat melakukan hukum Taurat dengan sempurna tanpa cacat.
Hal ini menunjukkan pula bahwa manusia π₯ telah berkeadaan tidak mampu mencapai level kesucian yang dikehendaki oleh Allah.
Hukum Taurat menjadi bukti kegagalan manusia tersebut.
Padahal rancangan Allah atas manusia adalah menjadi makhluk yang memilliki keberadaan yang segambar dan serupa dengan Allah π, di mana dalam segala hal yang dilakukan selalu sesuai dengan pikiran dan perasaan Allah.
Level moral yang dikehendaki oleh Allah π adalah level kesucian seperti kesucian Allah sendiri (1Ptr. 1:16).
Dalam hal ini bisa dimengerti kalau Firman Tuhan menunjukkan bahwa kita diajar untuk hidup tidak bercacat dan tidak bercela.
Orang percaya harus memiliki kesucian yang sempurna seperti Bapa di surga dan serupa dengan Tuhan Yesus yang memiliki kesucian yang berkenan kepada Allah Bapa π
Allah yang berdaulat menghendaki manusia menjadi manusia seperti yang dikehendaki-Nya. Kehendak Allah mutlak harus dipatuhi.
Itulah sebabnya Tuhan Yesus berkata: Kamu harus sempurna seperti Bapa (Mat. 5:48).
Kedua, bahwa dengan kegagalan manusia melakukan hukum Taurat tersebut, manusia tidak dapat dibenarkan.
Manusia π₯ terbukti berbuat salah.
Hukum Taurat membungkam mulut manusia, mereka harus mengakui bahwa diri mereka adalah orang yang berdosa.
Adapun darah binatang (domba), sesungguhnya bukanlah solusi untuk benar-benar dapat menghapus dosa dan yang dapat membawa manusia π₯ kepada pembenaran yang benar.
Hal ini menunjukkan bahwa tidak ada penyelesaian dengan cara apa pun terhadap keadaan manusia π₯ yang berdosa, sekecil apa pun dosa itu. Penyelesaiannya hanya melalui karya salib Kristus.
Dalam hal ini harus disadari bahwa perbuatan baik tidak akan dapat membuat manusia dapat dibenarkan.
Perbuatan baik tidak dapat membenarkan manusia, sebab kebaikan yang dilakukan manusia bukanlah kebaikan standar kesucian Allah.
Kebaikan yang dikehendaki oleh Allah π adalah kebaikan yang sempurna. Selain itu, bahwa semua manusia telah berkeadaan mengingkari Perjanjian sehingga perbuatan baik bagaimana pun tidak berarti sama sekali.
JBU
Ayat ini hendak menunjukkan, bahwa tidak seorang pun dapat melakukan hukum Taurat dengan sempurna (walaupun itu adalah Taurat yang belum disempurnakan). Dengan demikian, dalam satu aspek hukum Taurat justru membuktikan bahwa tidak ada seorang pun secara sempurna dapat melakukan hukum Taurat.
Dalam Roma 3:10 tertulis: “Tidak ada yang benar, seorang pun tidak.” Dengan keadaan ini berarti semua manusia telah kehilangan kemuliaan Allah (Rm. 3:23).
Dalam kacamata kebenaran Allah π, yaitu kebenaran sesuai dengan standar kesucian Allah, tidak seorang pun yang benar.
Itulah sebabnya dikatakan bahwa semua manusia π₯ adalah pembohong, artinya berkeadaan melanggar perjanjian dengan Allah. Ini bukan berarti tidak ada manusia yang baik dalam kebaikan relatif.
Masih ada kebaikan secara relatif sesuai dengan ukuran kebaikan menurut hukum yang dipahami (walaupun tentu juga tidak sempurna).
Manusia masih bisa berbuat baik.
Bagi orang Yahudi seperti Paulus, mereka π₯ bisa berpikir dan menganggap bahwa diri mereka bisa berkeadaan tidak bercacat. Paulus juga menyatakan bahwa ditinjau dari hukum Taurat, dirinya tidak bercela (Flp. 3:6 tentang kegiatan aku penganiaya jemaat, tentang kebenaran dalam mentaati hukum Taurat aku tidak bercacat).
Apakah dua ayat tersebut (Rm. 3:19 dan Flp. 3:6) tidak saling bertentangan? Tentu tidak bertentangan.
Roma 3:19 menunjukkan bahwa semua manusia π₯ tidak ada yang dapat melakukan hukum dengan benar atau sempurna.
Ini adalah pemikiran Paulus sesudah ia mengenal Injil. Sedangkan dalam Filipi 3:6 Paulus menyatakan bahwa dalam melakukan hukum Taurat ia tidak bercacat, artinya selalu memenuhi semua yang diperintah Taurat.
Kalau dirinya memiliki kesalahan, korban penghapusan dosa dapat dilakukan. Ini berarti Paulus merasa bisa berkeadaan tidak bercacat. Ini adalah pemikiran Paulus sebelum mengenal kebenaran.
Pemikiran ini juga ada dalam pikiran agama samawi seperti agama Yahudi.
Itulah sebabnya mereka sangat sulit menerima keselamatan melalui karya salib yang dikerjakan oleh Tuhan Yesus π
Selain mereka sudah memiliki struktur pemikiran agama seperti tersebut, mereka juga tidak dapat menerima kenyataan bahwa Yesus adalah Allah Anak.
Selanjutnya dikatakan dalam Roma 3:20 Sebab tidak seorang pun yang dapat dibenarkan di hadapan Allah oleh karena melakukan hukum Taurat, karena justru oleh hukum Taurat orang mengenal dosa.
Ayat ini dapat memiliki dua pengertian. Pertama, bahwa ternyata semua manusia π₯ telah ada dalam satu keadaan melanggar hukum.
Tidak ada seorang pun yang dapat melakukan hukum Taurat dengan sempurna tanpa cacat.
Hal ini menunjukkan pula bahwa manusia π₯ telah berkeadaan tidak mampu mencapai level kesucian yang dikehendaki oleh Allah.
Hukum Taurat menjadi bukti kegagalan manusia tersebut.
Padahal rancangan Allah atas manusia adalah menjadi makhluk yang memilliki keberadaan yang segambar dan serupa dengan Allah π, di mana dalam segala hal yang dilakukan selalu sesuai dengan pikiran dan perasaan Allah.
Level moral yang dikehendaki oleh Allah π adalah level kesucian seperti kesucian Allah sendiri (1Ptr. 1:16).
Dalam hal ini bisa dimengerti kalau Firman Tuhan menunjukkan bahwa kita diajar untuk hidup tidak bercacat dan tidak bercela.
Orang percaya harus memiliki kesucian yang sempurna seperti Bapa di surga dan serupa dengan Tuhan Yesus yang memiliki kesucian yang berkenan kepada Allah Bapa π
Allah yang berdaulat menghendaki manusia menjadi manusia seperti yang dikehendaki-Nya. Kehendak Allah mutlak harus dipatuhi.
Itulah sebabnya Tuhan Yesus berkata: Kamu harus sempurna seperti Bapa (Mat. 5:48).
Kedua, bahwa dengan kegagalan manusia melakukan hukum Taurat tersebut, manusia tidak dapat dibenarkan.
Manusia π₯ terbukti berbuat salah.
Hukum Taurat membungkam mulut manusia, mereka harus mengakui bahwa diri mereka adalah orang yang berdosa.
Adapun darah binatang (domba), sesungguhnya bukanlah solusi untuk benar-benar dapat menghapus dosa dan yang dapat membawa manusia π₯ kepada pembenaran yang benar.
Hal ini menunjukkan bahwa tidak ada penyelesaian dengan cara apa pun terhadap keadaan manusia π₯ yang berdosa, sekecil apa pun dosa itu. Penyelesaiannya hanya melalui karya salib Kristus.
Dalam hal ini harus disadari bahwa perbuatan baik tidak akan dapat membuat manusia dapat dibenarkan.
Perbuatan baik tidak dapat membenarkan manusia, sebab kebaikan yang dilakukan manusia bukanlah kebaikan standar kesucian Allah.
Kebaikan yang dikehendaki oleh Allah π adalah kebaikan yang sempurna. Selain itu, bahwa semua manusia telah berkeadaan mengingkari Perjanjian sehingga perbuatan baik bagaimana pun tidak berarti sama sekali.
JBU
Minggu, 18 Februari 2018
RH Truth Daily Enlightenment “MENGENAKAN TAURAT YANG DISEMPURNAKAN” 19 Februari 2018
Dalam Roma 3:9 Paulus mengatakan: Jadi bagaimana? Adakah kita π₯ mempunyai kelebihan dari pada orang lain? Sama sekali tidak.
Sebab di atas telah kita tuduh baik orang Yahudi, maupun orang Yunani, bahwa mereka semua ada di bawah kuasa dosa.
Apa maksud pernyataan Paulus dalam ayat ini? Seperti yang telah dikemukakan pada bab sebelumnya, kalau bangsa Yahudi, termasuk Paulus sendiri, membuktikan atau membuat kebenaran Allah π semakin muncul, itu bukan karena dianggap sebagai kelebihan, sebab semua manusia sama di hadapan Tuhan.
Semua manusia tidak benar (Rm. 3:10-22). Semua manusia berkeadaan tidak benar jika dibanding dengan kesucian Allah, karena semua manusia π₯ telah berdosa dan kehilangan kemuliaan Allah (Rm. 3:23). Kehilangan kemuliaan Allah artinya manusia telah terkunci dalam keadaan tidak mampu mencapai kesucian Allah.
Namun demikian, walaupun manusia telah tidak berkeadaan seperti kesucian Tuhan, tetapi Tuhan π tidak langsung menghakimi dan menghukumnya. Ada penebusan oleh Tuhan Yesus yang menghindarkan manusia dari kefatalan hukuman Allah (Rm. 3:24-25).
Tuhan Yesus sebagai jalan pendamaian, artinya membuka akses manusia untuk berdamai dengan Allah, dan dapat diproses untuk bisa hidup dalam keadaan seperti kesucian Allah.
Dengan demikian Allah menunjukkan kesetiaan-Nya dan kebenaran-Nya dengan penebusan yang diberikan melalui korban Tuhan Yesus (Rm. 3:26). Untuk itu tidak ada dasar orang percaya π₯ untuk sombong atau bermegah (Rm. 3:27).
Selanjutnya, orang percaya harus meresponi anugerah Allah, yaitu untuk bertumbuh guna mencapai perkenanan Tuhan π, sebab semua orang harus menghadap takhta pengadilan Allah.
Dalam pengadilan tersebut masing-masing individu harus bertanggung jawab atas segala sesuatu yang dilakukan.
Sejak adanya korban Tuhan Yesus π, maka manusia tidak lagi terikat oleh hukum (hukum Taurat).
Tidak lagi bisa dinyatakan bahwa seakan-akan hanya orang Yahudi yang dapat dibenarkan karena memiliki hukum Taurat. Semua orang, baik orang Yahudi dan non Yahudi, memiliki kedudukan yang sama.
Semua mereka harus mulai masuk ke dalam pembenaran oleh iman. Dalam hal ini manusia π₯ harus mulai berurusan dengan Allah yang benar secara langsung.
Pembenaran oleh iman bukan berarti dengan sendirinya orang Kristen bisa menjadi benar atau dianggap benar oleh korban Kristus.
Iman adalah penurutan terhadap kehendak Allah. Itulah sebabnya seorang yang mengaku beriman harus hidup seperti Abraham, yaitu hidup dalam penurutan terhadap kehendak Allah π
Kalau orang Kristen belum hidup dalam penurutan terhadap kehendak Allah berarti belum beriman.
Kalau orang Kristen salah memahami kata iman, seakan-akan iman hanyalah persetujuan pikiran atau aktivitas nalar, maka Kekristenannya adalah palsu.
Biasanya orang Kristen π₯ seperti ini tidak berjuang untuk mencapai target atau goal sempurna seperti Bapa atau serupa dengan Yesus.
Seperti yang dikemukakan di atas, bahwa ketidakbenaran manusia menunjukkan atau membuat berlimpah kebenaran Allah.
Dalam hal tersebut Allah menunjukkan kebenaran-Nya melalui Tuhan Yesus Kristus, sehingga manusia yang telah kehilangan kemuliaan Allah dapat melihat dan menemukan kemuliaan Allah π yang tergambar pada kehidupan Yesus.
Dengan kehadiran Yesus yang menampilkan kebenaran Allah, menunjukkan betapa jauh keadaan manusia dari rancangan Allah semula. Manusia π₯ harus menyadari keadaannya yang jauh dari kesucian Allah dan selanjutnya harus bergerak untuk mencapai kesucian Allah dengan anugerah “kuasa” (Yun. exousia) yang Allah berikan (Yoh. 1:12-13).
Keselamatan dalam Yesus Kristus bukan bermaksud meniadakan Taurat (Rm. 3:31). Orang percaya π₯ dipanggil untuk melakukan Taurat yang telah disempurnakan oleh Tuhan Yesus, yang pada dasarnya menunjuk pada kesucian Allah sendiri.
Misalnya membunuh itu menghabisi nyawa orang, demikian standar Taurat. Tetapi Taurat yang disempurnakan mengajarkan bahwa membenci sudah merupakan tindakan membunuh.
Hal ini menunjuk kesucian Tuhan yang sempurna.
Memang tidak seorang pun dapat dibenarkan melakukan hukum Taurat. Keselamatan dimulai dari karya salib.
Setelah seseorang menerima karya salib, maka ia harus belajar mengenakan Taurat yang disempurnakan, yaitu Tuhan π sendiri sebagai hukumnya.
Dalam hal ini, perjuangan untuk mencapai kesucian Allah merupakan panggilan bagi setiap orang percaya π₯ yang harus ditunaikan.
Dengan demikian Allah menghendaki agar hukum Taurat tetap eksis, sampai langit dan bumi ini lenyap. Tentu hukum Taurat yang telah disempurnakan oleh Yesus.
Di dalam hukum Taurat yang telah disempurnakan oleh Yesus tersebut nampak cermin kesucian Allah yang sempurna.
JBU
Sebab di atas telah kita tuduh baik orang Yahudi, maupun orang Yunani, bahwa mereka semua ada di bawah kuasa dosa.
Apa maksud pernyataan Paulus dalam ayat ini? Seperti yang telah dikemukakan pada bab sebelumnya, kalau bangsa Yahudi, termasuk Paulus sendiri, membuktikan atau membuat kebenaran Allah π semakin muncul, itu bukan karena dianggap sebagai kelebihan, sebab semua manusia sama di hadapan Tuhan.
Semua manusia tidak benar (Rm. 3:10-22). Semua manusia berkeadaan tidak benar jika dibanding dengan kesucian Allah, karena semua manusia π₯ telah berdosa dan kehilangan kemuliaan Allah (Rm. 3:23). Kehilangan kemuliaan Allah artinya manusia telah terkunci dalam keadaan tidak mampu mencapai kesucian Allah.
Namun demikian, walaupun manusia telah tidak berkeadaan seperti kesucian Tuhan, tetapi Tuhan π tidak langsung menghakimi dan menghukumnya. Ada penebusan oleh Tuhan Yesus yang menghindarkan manusia dari kefatalan hukuman Allah (Rm. 3:24-25).
Tuhan Yesus sebagai jalan pendamaian, artinya membuka akses manusia untuk berdamai dengan Allah, dan dapat diproses untuk bisa hidup dalam keadaan seperti kesucian Allah.
Dengan demikian Allah menunjukkan kesetiaan-Nya dan kebenaran-Nya dengan penebusan yang diberikan melalui korban Tuhan Yesus (Rm. 3:26). Untuk itu tidak ada dasar orang percaya π₯ untuk sombong atau bermegah (Rm. 3:27).
Selanjutnya, orang percaya harus meresponi anugerah Allah, yaitu untuk bertumbuh guna mencapai perkenanan Tuhan π, sebab semua orang harus menghadap takhta pengadilan Allah.
Dalam pengadilan tersebut masing-masing individu harus bertanggung jawab atas segala sesuatu yang dilakukan.
Sejak adanya korban Tuhan Yesus π, maka manusia tidak lagi terikat oleh hukum (hukum Taurat).
Tidak lagi bisa dinyatakan bahwa seakan-akan hanya orang Yahudi yang dapat dibenarkan karena memiliki hukum Taurat. Semua orang, baik orang Yahudi dan non Yahudi, memiliki kedudukan yang sama.
Semua mereka harus mulai masuk ke dalam pembenaran oleh iman. Dalam hal ini manusia π₯ harus mulai berurusan dengan Allah yang benar secara langsung.
Pembenaran oleh iman bukan berarti dengan sendirinya orang Kristen bisa menjadi benar atau dianggap benar oleh korban Kristus.
Iman adalah penurutan terhadap kehendak Allah. Itulah sebabnya seorang yang mengaku beriman harus hidup seperti Abraham, yaitu hidup dalam penurutan terhadap kehendak Allah π
Kalau orang Kristen belum hidup dalam penurutan terhadap kehendak Allah berarti belum beriman.
Kalau orang Kristen salah memahami kata iman, seakan-akan iman hanyalah persetujuan pikiran atau aktivitas nalar, maka Kekristenannya adalah palsu.
Biasanya orang Kristen π₯ seperti ini tidak berjuang untuk mencapai target atau goal sempurna seperti Bapa atau serupa dengan Yesus.
Seperti yang dikemukakan di atas, bahwa ketidakbenaran manusia menunjukkan atau membuat berlimpah kebenaran Allah.
Dalam hal tersebut Allah menunjukkan kebenaran-Nya melalui Tuhan Yesus Kristus, sehingga manusia yang telah kehilangan kemuliaan Allah dapat melihat dan menemukan kemuliaan Allah π yang tergambar pada kehidupan Yesus.
Dengan kehadiran Yesus yang menampilkan kebenaran Allah, menunjukkan betapa jauh keadaan manusia dari rancangan Allah semula. Manusia π₯ harus menyadari keadaannya yang jauh dari kesucian Allah dan selanjutnya harus bergerak untuk mencapai kesucian Allah dengan anugerah “kuasa” (Yun. exousia) yang Allah berikan (Yoh. 1:12-13).
Keselamatan dalam Yesus Kristus bukan bermaksud meniadakan Taurat (Rm. 3:31). Orang percaya π₯ dipanggil untuk melakukan Taurat yang telah disempurnakan oleh Tuhan Yesus, yang pada dasarnya menunjuk pada kesucian Allah sendiri.
Misalnya membunuh itu menghabisi nyawa orang, demikian standar Taurat. Tetapi Taurat yang disempurnakan mengajarkan bahwa membenci sudah merupakan tindakan membunuh.
Hal ini menunjuk kesucian Tuhan yang sempurna.
Memang tidak seorang pun dapat dibenarkan melakukan hukum Taurat. Keselamatan dimulai dari karya salib.
Setelah seseorang menerima karya salib, maka ia harus belajar mengenakan Taurat yang disempurnakan, yaitu Tuhan π sendiri sebagai hukumnya.
Dalam hal ini, perjuangan untuk mencapai kesucian Allah merupakan panggilan bagi setiap orang percaya π₯ yang harus ditunaikan.
Dengan demikian Allah menghendaki agar hukum Taurat tetap eksis, sampai langit dan bumi ini lenyap. Tentu hukum Taurat yang telah disempurnakan oleh Yesus.
Di dalam hukum Taurat yang telah disempurnakan oleh Yesus tersebut nampak cermin kesucian Allah yang sempurna.
JBU
Sabtu, 17 Februari 2018
RH Truth Daily Enlightenment “PENGHAKIMAN BERDASARKAN KESUCIAN-NYA” 18 Februari 2018
Dalam Roma 5:5-6 tertulis: Tetapi jika ketidakbenaran kita menunjukkan kebenaran Allah, apakah yang akan kita katakan? Tidak adilkah Allah — aku berkata sebagai manusia — jika Ia menampakkan murka-Nya? Sekali-kali tidak! Andaikata demikian, bagaimanakah Allah dapat menghakimi dunia? Dari kalimat “jika Ia menampakkan murka-Nya” menunjukkan bahwa Ia belum menampakkan murka-Nya.
Dari hal ini kita memperoleh kebenaran, bahwa dalam kesabaran-Nya dan kasih-Nya yang luar biasa, Allah menahan murka-Nya atas manusia yang mengingkari perjanjian dengan Diri-Nya, kemudian Ia memberi kesempatan kepada manusia untuk dikembalikan ke rancangan-Nya semula.
Hal ini dimaksudkan agar Ia menemukan orang-orang yang memiliki kesucian seperti Diri-Nya.
Merekalah orang yang berkenan kepada Allah.
Selanjutnya Paulus menulis dalam Roma 3:7, Tetapi jika kebenaran Allah oleh dustaku semakin melimpah bagi kemuliaan-Nya, mengapa aku masih dihakimi lagi sebagai orang berdosa? Sekilas ayat ini mengesankan bahwa dusta atau ketidaksetiaan (pseustes) Paulus membuat semakin nyata kebenaran Allah yang mendatangkan kemuliaan bagi Allah atau menunjukkan keagungan-Nya.
Apakah hal ini dapat membuat Paulus tidak perlu dihakimi? Tentu perlu. Semua manusia harus dihakimi. Maksud Paulus dengan pernyataannya tersebut adalah bahwa kalau membandingkan kebenaran Allah, nyatalah sudah bahwa manusia (termasuk diri Paulus) salah dan jauh dari kesucian Allah.
Tanpa penghakiman pun sudah jelas bahwa keadaan Paulus terbukti sebagai orang berdosa.
Kata berdosa dalam teks ini adalah hamartolos (αΌΞΌΞ±ΟΟΟΞ»α½ΉΟ), yang artinya tidak tepat seperti yang dikehendaki oleh Allah.
Dalam terjemahan lain diterjemahkan sebagai orang yang berkodrat dosa (sinful nature).
Kalau sudah demikian apakah berarti manusia, termasuk Paulus, tidak perlu dihakimi lagi karena sudah nyata berkeadaan berdosa (meleset, hamartolos)? Tentu tidak, tetap harus ada penghakiman.
Pernyataan Paulus di atas dimaksudkan agar orang percaya tidak melakukan kesalahan lagi atau agar orang percaya tidak berdosa dalam arti tidak meleset (Yun. hamartolos).
Dalam hal tersebut orang percaya dipanggil untuk berjuang guna memiliki kesucian seperti kesucian-Nya.
Kesucian dalam hidup orang percaya yang dikehendaki oleh Tuhan bukan hanya bermoral baik, tetapi memiliki keadaan yang tidak bercacat dan tidak bercela di hadapan-Nya, seperti Dia. Penghakiman atas orang percaya adalah penghakiman berdasarkan kesucian Allah.
Jadi perlu kembali ditegaskan bahwa pengertian “dusta” dalam Roma 3:7 bukan menipu secara umum. Sebab dalam kesaksian hidup Paulus dalam Filipi 3:6, ia menyatakan bahwa ia tidak bercela dalam melakukan hukum.
Dusta di sini bukan menyatakan bahwa Paulus adala penipu dalam pengertian umum, tetapi Paulus termasuk kelompok manusia yang berkeadaan mengingkari perjanjian (Perjanjian dengan Allah) atau tidak setia, sehingga tidak mencapai standar kesucian Allah.
Pernyataan Paulus di ayat 7 tersebut tidak bermaksud kalau Paulus mengajak orang untuk berbuat jahat, agar dengan kejahatan yang dilakukan maka kebenaran Allah atau “yang baik” dari Allah akan muncul. Paulus menulis: Bukankah tidak benar fitnahan orang yang mengatakan, bahwa kita berkata: “Marilah kita berbuat yang jahat, supaya yang baik timbul dari padanya.”
Orang semacam itu sudah selayaknya mendapat hukuman (Rm. 3:8). Dalam ayat 7-8, ditunjukkan kepada Paulus bahwa ada orang yang menuduh Paulus menganjurkan hidup dalam dosa, sebab dengan hidup dalam dosa maka yang baik dari Allah akan muncul.
Mereka salah memahami tulisan Paulus. Terhadap mereka Paulus berkata tegas: Orang semacam itu sudah selayaknya dihukum.
Paulus tidak menganjurkan orang hidup dalam dosa, tetapi sebaliknya, Paulus menganjurkan orang percaya untuk mencari perkenanan Tuhan dengan memiliki kehidupan yang berstandar kesucian-Nya.
Kesalahan memahami tulisan Paulus juga terjadi di zaman kita sekarang. Ada orang-orang yang mengajarkan bahwa oleh iman seseorang diselamatkan, tanpa menunjukkan iman yang benar yang dimaksud Paulus tersebut.
Sebenarnya iman yang dimaksud Paulus dalam kitab Roma adalah iman seperti Abraham, artinya penurutan terhadap kehendak Allah.
Untuk memiliki iman yang benar, dibutuhkan perjuangan dengan serius. Tetapi mereka yang salah memahami ajaran Paulus mengesankan seakan-akan Paulus mengajar bahwa Allah menentukan orang tertentu selamat dan yang lain dibinasakan.
Iman pun dipahami secara mistis, ajaib, dan spektakuler ditaruh Tuhan di dalam diri orang yang terpilih untuk selamat. Ajaran ini memadamkan iman yang benar dan murni yang harus diperjuangkan.
Tidak heran orang-orang yang salah memahami tulisan Paulus ini tidak berusaha untuk hidup dalam standar kesucian Allah. Mereka juga memandang bahwa kebenaran Tuhan dalam kesucian-Nya hanya untuk menunjukkan kebobrokan manusia.
Padahal kebenaran Tuhan dalam kesucian-Nya menjadi target yang harus dicapai orang percaya. Itulah sebabnya dengan ukuran kesucian ini orang percaya akan dihakimi.
JBU
Dari hal ini kita memperoleh kebenaran, bahwa dalam kesabaran-Nya dan kasih-Nya yang luar biasa, Allah menahan murka-Nya atas manusia yang mengingkari perjanjian dengan Diri-Nya, kemudian Ia memberi kesempatan kepada manusia untuk dikembalikan ke rancangan-Nya semula.
Hal ini dimaksudkan agar Ia menemukan orang-orang yang memiliki kesucian seperti Diri-Nya.
Merekalah orang yang berkenan kepada Allah.
Selanjutnya Paulus menulis dalam Roma 3:7, Tetapi jika kebenaran Allah oleh dustaku semakin melimpah bagi kemuliaan-Nya, mengapa aku masih dihakimi lagi sebagai orang berdosa? Sekilas ayat ini mengesankan bahwa dusta atau ketidaksetiaan (pseustes) Paulus membuat semakin nyata kebenaran Allah yang mendatangkan kemuliaan bagi Allah atau menunjukkan keagungan-Nya.
Apakah hal ini dapat membuat Paulus tidak perlu dihakimi? Tentu perlu. Semua manusia harus dihakimi. Maksud Paulus dengan pernyataannya tersebut adalah bahwa kalau membandingkan kebenaran Allah, nyatalah sudah bahwa manusia (termasuk diri Paulus) salah dan jauh dari kesucian Allah.
Tanpa penghakiman pun sudah jelas bahwa keadaan Paulus terbukti sebagai orang berdosa.
Kata berdosa dalam teks ini adalah hamartolos (αΌΞΌΞ±ΟΟΟΞ»α½ΉΟ), yang artinya tidak tepat seperti yang dikehendaki oleh Allah.
Dalam terjemahan lain diterjemahkan sebagai orang yang berkodrat dosa (sinful nature).
Kalau sudah demikian apakah berarti manusia, termasuk Paulus, tidak perlu dihakimi lagi karena sudah nyata berkeadaan berdosa (meleset, hamartolos)? Tentu tidak, tetap harus ada penghakiman.
Pernyataan Paulus di atas dimaksudkan agar orang percaya tidak melakukan kesalahan lagi atau agar orang percaya tidak berdosa dalam arti tidak meleset (Yun. hamartolos).
Dalam hal tersebut orang percaya dipanggil untuk berjuang guna memiliki kesucian seperti kesucian-Nya.
Kesucian dalam hidup orang percaya yang dikehendaki oleh Tuhan bukan hanya bermoral baik, tetapi memiliki keadaan yang tidak bercacat dan tidak bercela di hadapan-Nya, seperti Dia. Penghakiman atas orang percaya adalah penghakiman berdasarkan kesucian Allah.
Jadi perlu kembali ditegaskan bahwa pengertian “dusta” dalam Roma 3:7 bukan menipu secara umum. Sebab dalam kesaksian hidup Paulus dalam Filipi 3:6, ia menyatakan bahwa ia tidak bercela dalam melakukan hukum.
Dusta di sini bukan menyatakan bahwa Paulus adala penipu dalam pengertian umum, tetapi Paulus termasuk kelompok manusia yang berkeadaan mengingkari perjanjian (Perjanjian dengan Allah) atau tidak setia, sehingga tidak mencapai standar kesucian Allah.
Pernyataan Paulus di ayat 7 tersebut tidak bermaksud kalau Paulus mengajak orang untuk berbuat jahat, agar dengan kejahatan yang dilakukan maka kebenaran Allah atau “yang baik” dari Allah akan muncul. Paulus menulis: Bukankah tidak benar fitnahan orang yang mengatakan, bahwa kita berkata: “Marilah kita berbuat yang jahat, supaya yang baik timbul dari padanya.”
Orang semacam itu sudah selayaknya mendapat hukuman (Rm. 3:8). Dalam ayat 7-8, ditunjukkan kepada Paulus bahwa ada orang yang menuduh Paulus menganjurkan hidup dalam dosa, sebab dengan hidup dalam dosa maka yang baik dari Allah akan muncul.
Mereka salah memahami tulisan Paulus. Terhadap mereka Paulus berkata tegas: Orang semacam itu sudah selayaknya dihukum.
Paulus tidak menganjurkan orang hidup dalam dosa, tetapi sebaliknya, Paulus menganjurkan orang percaya untuk mencari perkenanan Tuhan dengan memiliki kehidupan yang berstandar kesucian-Nya.
Kesalahan memahami tulisan Paulus juga terjadi di zaman kita sekarang. Ada orang-orang yang mengajarkan bahwa oleh iman seseorang diselamatkan, tanpa menunjukkan iman yang benar yang dimaksud Paulus tersebut.
Sebenarnya iman yang dimaksud Paulus dalam kitab Roma adalah iman seperti Abraham, artinya penurutan terhadap kehendak Allah.
Untuk memiliki iman yang benar, dibutuhkan perjuangan dengan serius. Tetapi mereka yang salah memahami ajaran Paulus mengesankan seakan-akan Paulus mengajar bahwa Allah menentukan orang tertentu selamat dan yang lain dibinasakan.
Iman pun dipahami secara mistis, ajaib, dan spektakuler ditaruh Tuhan di dalam diri orang yang terpilih untuk selamat. Ajaran ini memadamkan iman yang benar dan murni yang harus diperjuangkan.
Tidak heran orang-orang yang salah memahami tulisan Paulus ini tidak berusaha untuk hidup dalam standar kesucian Allah. Mereka juga memandang bahwa kebenaran Tuhan dalam kesucian-Nya hanya untuk menunjukkan kebobrokan manusia.
Padahal kebenaran Tuhan dalam kesucian-Nya menjadi target yang harus dicapai orang percaya. Itulah sebabnya dengan ukuran kesucian ini orang percaya akan dihakimi.
JBU
RH Truth Daily Enlightenment “PENGHAKIMAN BERDASARKAN HUKUM” 17 Februari 2018
Selanjutnya Paulus menulis di dalam Roma 5:5 Tetapi jika ketidakbenaran kita menunjukkan kebenaran Allah, apakah yang akan kita katakan? Tidak adilkah Allah — aku berkata sebagai manusia — jika Ia menampakkan murka-Nya? Apa maksud tulisannya ini? Kita mulai dengan memahami kalimat atau kata “ketidakbenaran kita”.
Ketidakbenaran kita artinya ketidakmampuan kita (semua manusia) untuk mencapai kesucian Allah. Manusia telah terkunci dalam keadaan tidak mampu mencapai standar yang Allah rencanakan sejak manusia diciptakan oleh-Nya.
Dalam teks aslinya kata “ketidakbenaran” terjemahan dari adikia (αΌΞ΄ΞΉΞΊα½·Ξ±). Dalam bahasa Inggris diterjemahkan unrighteousness. Manusia telah kehilangan kemuliaan Allah.
Jika keadaan manusia dibanding dengan kebenaran Allah, maka tidak seorang pun manusia yang benar.
Manusia bisa memiliki moral yang baik atau benar di mata manusia, tetapi tidak atau belum tentu benar di mata Allah.
Adapun kata kebenaran dalam ayat tersebut dalam teks aslinya adalah dikaiosune (δικαιοΟα½»Ξ½Ξ·). Kata ini digunakan oleh Tuhan Yesus di dalam Matius 5:20, Jika hidup keagamaanmu tidak lebih benar dari pada hidup keagamaan ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi, sesungguhnya kamu tidak akan masuk ke dalam Kerajaan Sorga.
Kata dikaiosune ini dijadikan atau digunakan Paulus sebagai kebalikan dari kata adikia. Kebenaran di sini artinya sikap atau tindakan yang benar, baik yang kelihatan maupun yang tidak kelihatan, yaitu sikap hati, batin, dan pola berpikir kita.
Kalau dikatakan bahwa “ketidakbenaran kita menunjukkan kebenaran Allah” bisa berarti bahwa keadaaan manusia yang telah mengingkari perjanjian dengan Allah sangat berbeda dengan kesucian Allah.
Kata “menunjukkan” dalam teks aslinya adalah sunistao (ΟΟ Ξ½ΞΉΟΟα½±Ο) yang memiliki beberapa pengertian di antaranya adalah: menunjukkan, menyetujui, meletakkan pada satu tempat bersama (maksudnya supaya berhadapan).
Kata sunistao bisa berarti seperti membenturkan atau membuat berhadapan dua pihak.
Dalam tulisannya, Paulus mengemukakan kenyataan bahwa manusia dalam keadaan tidak benar (adikia) berhadapan dengan Allah di pihak yang benar (dikaiosune). Keadaan rusak (adikia) manusia membuat keagungan kesucian (dikaiosune) Allah nampak nyata.
Dengan pernyataan tersebut di aspek lain juga hendak menelanjangi keadaan manusia yang berdosa yang telah mengingkari perjanjian dengan Allah.
Allah dalam keberadaan-Nya yang agung dan mulia menunjukkan atau menyingkapkan ketidakbenaran keadaan manusia.
Jadi dengan sendirinya, jika kesucian atau keagungan Pribadi Allah dinyatakan, maka nampak nyata betapa buruknya keadaan manusia ketika dibandingkan dengan kebenaran Allah. Apakah tidak adil atau salah kalau Allah marah dan menghukum manusia? Tentu tidak.
Dalam hal tersebut dinyatakan bahwa Allah memiliki alasan kalau menghukum manusia karena keadaan yang jauh dari standar kesucian Allah tersebut.
Kalau seandainya Allah murka pun, tetap bisa dimengerti dan tidak merusak prinsip keadilan, sebab Ia berhak melakukan hal tersebut.
Apakah kemudian Allah dengan segera murka dan menghukum manusia? Ternyata tidak. Walau Allah memiliki alasan untuk murka dan menghukum manusia.
Allah mengasihi manusia dengan memberikan Putra Tunggal-Nya sebagai solusi untuk melepaskan manusia dari murka-Nya.
Dalam hal ini murka Allah dapat dipadamkan oleh penyelamatan atau karya salib yang dilakukan oleh Tuhan Yesus.
Selanjutnya dalam Roma 3:6 Paulus menulis: Sekali-kali tidak! Andaikata demikian, bagaimanakah Allah dapat menghakimi dunia? Allah mengerti bahwa manusia yang telah jatuh dalam dosa, berkeadaan jauh dari kesucian yang dikehendaki oleh Allah.
Tetapi Allah tidak menghukum manusia. Allah masih memberi kesempatan kepada manusia untuk diampuni dan dipulihkan; dikembalikan ke rancangan semula agar memiliki kebenaran seperti Diri-Nya.
Di balik tulisannya tersebut, Paulus hendak menegaskan bahwa manusia yang tidak setia atau mengingkari perjanjian (pembohong) dalam keadaan yang telah kehilangan kemuliaan Allah (Rm 3:23), tetap dikasihi oleh Allah.
Allah dalam anugerah-Nya memberi kesempatan kepada manusia untuk diperbaiki agar dapat dikembalikan ke rancangan semula.
Itulah sebabnya Tuhan Yesus menuntut agar orang percaya memiliki kebenaran (dikaiosune) lebih dari manusia lain, bahkan tokoh-tokoh agama.
Bagi umat Perjanjian Lama dan mereka yang tidak mendengar Injil (bangsa-bangsa lain), Allah tidak atau belum menghakimi manusia dengan ukuran kesucian-Nya, sebab jika Ia melakukan hal itu, maka tidak ada orang yang bisa didapati berkenan atau dapat dibenarkan.
Mereka dihakimi hanya berdasarkan perbuatan sesuai dengan hukum yang mereka pahami.
Sebelum Allah memberi kesempatan manusia untuk memperbaiki diri sesuai ukuran kesucian-Nya melalui karya Kristus, Ia belum menghakimi berdasarkan kesucian-Nya. Dalam hal ini, penghakiman Allah nanti bukan saja atas perbuatan berdasarkan hukum, tetapi juga berdasarkan kesucian-Nya.
Pada zaman sebelum zaman anugerah, Allah belum mengakhiri sejarah dunia dan belum menghakimi manusia, karena memang jelas-jelas manusia tidak ada yang mampu mencapai kesucian Allah.
Tetapi suatu hari nanti penghakiman digelar ketika terdapat manusia yang sudah bisa berkenan kepada Tuhan (2Kor. 5:9-10).
JBU
Ketidakbenaran kita artinya ketidakmampuan kita (semua manusia) untuk mencapai kesucian Allah. Manusia telah terkunci dalam keadaan tidak mampu mencapai standar yang Allah rencanakan sejak manusia diciptakan oleh-Nya.
Dalam teks aslinya kata “ketidakbenaran” terjemahan dari adikia (αΌΞ΄ΞΉΞΊα½·Ξ±). Dalam bahasa Inggris diterjemahkan unrighteousness. Manusia telah kehilangan kemuliaan Allah.
Jika keadaan manusia dibanding dengan kebenaran Allah, maka tidak seorang pun manusia yang benar.
Manusia bisa memiliki moral yang baik atau benar di mata manusia, tetapi tidak atau belum tentu benar di mata Allah.
Adapun kata kebenaran dalam ayat tersebut dalam teks aslinya adalah dikaiosune (δικαιοΟα½»Ξ½Ξ·). Kata ini digunakan oleh Tuhan Yesus di dalam Matius 5:20, Jika hidup keagamaanmu tidak lebih benar dari pada hidup keagamaan ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi, sesungguhnya kamu tidak akan masuk ke dalam Kerajaan Sorga.
Kata dikaiosune ini dijadikan atau digunakan Paulus sebagai kebalikan dari kata adikia. Kebenaran di sini artinya sikap atau tindakan yang benar, baik yang kelihatan maupun yang tidak kelihatan, yaitu sikap hati, batin, dan pola berpikir kita.
Kalau dikatakan bahwa “ketidakbenaran kita menunjukkan kebenaran Allah” bisa berarti bahwa keadaaan manusia yang telah mengingkari perjanjian dengan Allah sangat berbeda dengan kesucian Allah.
Kata “menunjukkan” dalam teks aslinya adalah sunistao (ΟΟ Ξ½ΞΉΟΟα½±Ο) yang memiliki beberapa pengertian di antaranya adalah: menunjukkan, menyetujui, meletakkan pada satu tempat bersama (maksudnya supaya berhadapan).
Kata sunistao bisa berarti seperti membenturkan atau membuat berhadapan dua pihak.
Dalam tulisannya, Paulus mengemukakan kenyataan bahwa manusia dalam keadaan tidak benar (adikia) berhadapan dengan Allah di pihak yang benar (dikaiosune). Keadaan rusak (adikia) manusia membuat keagungan kesucian (dikaiosune) Allah nampak nyata.
Dengan pernyataan tersebut di aspek lain juga hendak menelanjangi keadaan manusia yang berdosa yang telah mengingkari perjanjian dengan Allah.
Allah dalam keberadaan-Nya yang agung dan mulia menunjukkan atau menyingkapkan ketidakbenaran keadaan manusia.
Jadi dengan sendirinya, jika kesucian atau keagungan Pribadi Allah dinyatakan, maka nampak nyata betapa buruknya keadaan manusia ketika dibandingkan dengan kebenaran Allah. Apakah tidak adil atau salah kalau Allah marah dan menghukum manusia? Tentu tidak.
Dalam hal tersebut dinyatakan bahwa Allah memiliki alasan kalau menghukum manusia karena keadaan yang jauh dari standar kesucian Allah tersebut.
Kalau seandainya Allah murka pun, tetap bisa dimengerti dan tidak merusak prinsip keadilan, sebab Ia berhak melakukan hal tersebut.
Apakah kemudian Allah dengan segera murka dan menghukum manusia? Ternyata tidak. Walau Allah memiliki alasan untuk murka dan menghukum manusia.
Allah mengasihi manusia dengan memberikan Putra Tunggal-Nya sebagai solusi untuk melepaskan manusia dari murka-Nya.
Dalam hal ini murka Allah dapat dipadamkan oleh penyelamatan atau karya salib yang dilakukan oleh Tuhan Yesus.
Selanjutnya dalam Roma 3:6 Paulus menulis: Sekali-kali tidak! Andaikata demikian, bagaimanakah Allah dapat menghakimi dunia? Allah mengerti bahwa manusia yang telah jatuh dalam dosa, berkeadaan jauh dari kesucian yang dikehendaki oleh Allah.
Tetapi Allah tidak menghukum manusia. Allah masih memberi kesempatan kepada manusia untuk diampuni dan dipulihkan; dikembalikan ke rancangan semula agar memiliki kebenaran seperti Diri-Nya.
Di balik tulisannya tersebut, Paulus hendak menegaskan bahwa manusia yang tidak setia atau mengingkari perjanjian (pembohong) dalam keadaan yang telah kehilangan kemuliaan Allah (Rm 3:23), tetap dikasihi oleh Allah.
Allah dalam anugerah-Nya memberi kesempatan kepada manusia untuk diperbaiki agar dapat dikembalikan ke rancangan semula.
Itulah sebabnya Tuhan Yesus menuntut agar orang percaya memiliki kebenaran (dikaiosune) lebih dari manusia lain, bahkan tokoh-tokoh agama.
Bagi umat Perjanjian Lama dan mereka yang tidak mendengar Injil (bangsa-bangsa lain), Allah tidak atau belum menghakimi manusia dengan ukuran kesucian-Nya, sebab jika Ia melakukan hal itu, maka tidak ada orang yang bisa didapati berkenan atau dapat dibenarkan.
Mereka dihakimi hanya berdasarkan perbuatan sesuai dengan hukum yang mereka pahami.
Sebelum Allah memberi kesempatan manusia untuk memperbaiki diri sesuai ukuran kesucian-Nya melalui karya Kristus, Ia belum menghakimi berdasarkan kesucian-Nya. Dalam hal ini, penghakiman Allah nanti bukan saja atas perbuatan berdasarkan hukum, tetapi juga berdasarkan kesucian-Nya.
Pada zaman sebelum zaman anugerah, Allah belum mengakhiri sejarah dunia dan belum menghakimi manusia, karena memang jelas-jelas manusia tidak ada yang mampu mencapai kesucian Allah.
Tetapi suatu hari nanti penghakiman digelar ketika terdapat manusia yang sudah bisa berkenan kepada Tuhan (2Kor. 5:9-10).
JBU
RH Truth Daily Enlightenment “MANUSIA MENGINGKARI PERJANJIAN” 16 Februari 2018
Kita harus memahami bahwa manusia memiliki perjanjian dengan Allah. Manusia diciptakan hanya untuk melakukan kehendak Allah.
Manusia tidak boleh memiliki pilihan lain selain menjadi manusia sesuai dengan rancangan Allah.
Dalam hal ini manusia diciptakan dengan agenda yang jelas, bahwa manusia harus menjadi makhluk yang segambar dan serupa dengan Allah.
Manusia dirancang untuk mampu bertindak seperti Allah Penciptanya, sehingga segala sesuatu yang dilakukan oleh manusia selalu sesuai dengan pikiran dan perasaan Allah.
Tidak mungkin manusia diciptakan tanpa maksud besar dari Allah.
Maksud besar Allah adalah manusia menjadi makhluk Ilahi yang dalam segala sesuatu yang dilakukan selalu selaras dengan Allah. Di sini manusia bisa memiliki pikiran dan perasaan Allah atau cara berpikir-Nya.
Oleh karena itu, sesungguhnya pada mulanya manusia dirancang dalam keadaan tidak membutuhkan hukum.
Manusia tidak perlu pengaturan oleh hukum, syariat, atau peraturan. Dalam keagungannya, manusia dapat menaati dan menghormati Allah secara benar atau proporsional.
Dengan demikian manusia dapat menjadi corpus delicti.
Tetapi faktanya, manusia telah memberontak kepada Allah dengan melanggar larangan Tuhan. Inilah ketidaksetiaan itu.
Dengan demikian semua manusia berkeadaan kehilangan kemuliaan Allah (Rm. 3:23).
Kata “bohong” dalam Roma 3:4 hendaknya tidak dipahami secara dangkal, yaitu dipadankan dengan kata menipu secara umum. Tindakan menipu secara umum sesungguhnya hanya gejala dari keadaan manusia yang tidak setia kepada Allah, yaitu keadaan manusia yang telah jatuh dalam dosa. Keadaan manusia seperti ini bukan berarti rusak sama sekali.
Manusia masih memiliki kebaikan, tetapi kebaikan manusia tidak mencapai kesucian standar Allah. Walaupun manusia berkeadaan tidak setia, tetapi Allah tetap setia. Allah mengutus Putra Tunggal-Nya bagi keselamatan umat-Nya.
Allah adalah benar dan semua manusia pembohong.
Pembohong di sini seperti yang telah dijelaskan di atas, bahwa manusia telah mengingkari perjanjian dengan Allah.
Inilah yang disebut ketidaksetiaan.
Yang dalam bahasa Yunani Paulus menggunakan kata pseustes (ΟΞ΅α½»ΟΟΞ·Ο). Adapun kalau bohong atau menipu secara umum diterjemahkan dalam beberapa kata, antara lain planos (ΟΞ»α½±Ξ½ΞΏΟ) yang juga diterjemahkan penyesat dan harpax (αΌ ΟΟΞ±ΞΎ) kata yang kedua ini juga berarti rakus dan pemeras (rapacious, ravenous, a extortioner, a robber).
Kalau dikatakan bahwa Allah benar artinya bahwa Allah tidak bersalah kepada manusia sama sekali dan tidak ada tindakan Allah yang bisa dikatakan sebagai ketidaksetiaan.
Sebaliknya, keadaan manusia yang tidak seperti rancangan semula atau kehilangan kemuliaan Allah karena kesalahan manusia itu sendiri, bukan karena Allah.
Jadi, sangatlah keliru dan merupakan pandangan yang jahat jika menyatakan atau hanya mengesankan bahwa kejatuhan manusia sudah ditentukan oleh Allah.
Kata pembohong dalam Roma 3:4 adalah pseustes lebih menunjuk kepada tindakan orang yang mengingkari perjanjian atau tidak setia. Selanjutnya Roma 3:4 menulis: Seperti ada tertulis: “Supaya Engkau ternyata benar dalam segala firman-Mu, dan menang, jika Engkau dihakimi”.
Maksud ayat ini adalah bahwa Tuhan tidak pernah didapati bersalah atau meleset sedikit pun dalam seluruh tindakan-Nya. Kalimat “menang, jika Engkau dihakimi” menunjukkan bahwa Tuhan memiliki tatanan di dalam Diri-Nya.
Dalam segala tindakan Tuhan, yaitu dalam tatanan-Nya yang sempurna, Ia tidak dapat dipersalahkan. Kata ‘menang’ dalam ayat ini terjemahan dari nikao (Ξ½ΞΉΞΊα½±Ο) yang juga berarti ‘mengungguli’ (to conquer) dan mengatasi (overcome).
Dalam Roma 3:4 Paulus hendak menjelaskan bahwa sebagaimana Allah tetap setia, walaupun manusia telah memberontak kepada Allah sebagai bentuk pengingkaran perjanjian, tetapi Allah tetap mengasihi manusia dan mengirim Putra Tunggal-Nya, demikian pula terhadap bangsa Israel.
Walaupun bangsa Israel memberontak kepada Allah, tetapi Allah masih mengakui mereka sebagai umat pilihan dan menyediakan keselamatan bagi mereka.
Kesetiaan Allah terhadap Israel sangat luar biasa dan sungguh mengharukan. Dalam Roma 11:28 Paulus menulis: Mengenai Injil mereka adalah seteru Allah oleh karena kamu, tetapi mengenai pilihan mereka adalah kekasih Allah oleh karena nenek moyang.
Kalau demi perjanjian-Nya dengan Abraham Allah tetap memperlakukan bangsa Israel secara khusus, apalagi demi keselamatan mereka. Allah menyediakan jalan keselamatan kepada mereka dan mengharapkan mereka tidak menolak kasih karunia-Nya.
Tetapi kalau mereka menolak kasih karunia, maka Allah juga akan menolak mereka.
JBU
Manusia tidak boleh memiliki pilihan lain selain menjadi manusia sesuai dengan rancangan Allah.
Dalam hal ini manusia diciptakan dengan agenda yang jelas, bahwa manusia harus menjadi makhluk yang segambar dan serupa dengan Allah.
Manusia dirancang untuk mampu bertindak seperti Allah Penciptanya, sehingga segala sesuatu yang dilakukan oleh manusia selalu sesuai dengan pikiran dan perasaan Allah.
Tidak mungkin manusia diciptakan tanpa maksud besar dari Allah.
Maksud besar Allah adalah manusia menjadi makhluk Ilahi yang dalam segala sesuatu yang dilakukan selalu selaras dengan Allah. Di sini manusia bisa memiliki pikiran dan perasaan Allah atau cara berpikir-Nya.
Oleh karena itu, sesungguhnya pada mulanya manusia dirancang dalam keadaan tidak membutuhkan hukum.
Manusia tidak perlu pengaturan oleh hukum, syariat, atau peraturan. Dalam keagungannya, manusia dapat menaati dan menghormati Allah secara benar atau proporsional.
Dengan demikian manusia dapat menjadi corpus delicti.
Tetapi faktanya, manusia telah memberontak kepada Allah dengan melanggar larangan Tuhan. Inilah ketidaksetiaan itu.
Dengan demikian semua manusia berkeadaan kehilangan kemuliaan Allah (Rm. 3:23).
Kata “bohong” dalam Roma 3:4 hendaknya tidak dipahami secara dangkal, yaitu dipadankan dengan kata menipu secara umum. Tindakan menipu secara umum sesungguhnya hanya gejala dari keadaan manusia yang tidak setia kepada Allah, yaitu keadaan manusia yang telah jatuh dalam dosa. Keadaan manusia seperti ini bukan berarti rusak sama sekali.
Manusia masih memiliki kebaikan, tetapi kebaikan manusia tidak mencapai kesucian standar Allah. Walaupun manusia berkeadaan tidak setia, tetapi Allah tetap setia. Allah mengutus Putra Tunggal-Nya bagi keselamatan umat-Nya.
Allah adalah benar dan semua manusia pembohong.
Pembohong di sini seperti yang telah dijelaskan di atas, bahwa manusia telah mengingkari perjanjian dengan Allah.
Inilah yang disebut ketidaksetiaan.
Yang dalam bahasa Yunani Paulus menggunakan kata pseustes (ΟΞ΅α½»ΟΟΞ·Ο). Adapun kalau bohong atau menipu secara umum diterjemahkan dalam beberapa kata, antara lain planos (ΟΞ»α½±Ξ½ΞΏΟ) yang juga diterjemahkan penyesat dan harpax (αΌ ΟΟΞ±ΞΎ) kata yang kedua ini juga berarti rakus dan pemeras (rapacious, ravenous, a extortioner, a robber).
Kalau dikatakan bahwa Allah benar artinya bahwa Allah tidak bersalah kepada manusia sama sekali dan tidak ada tindakan Allah yang bisa dikatakan sebagai ketidaksetiaan.
Sebaliknya, keadaan manusia yang tidak seperti rancangan semula atau kehilangan kemuliaan Allah karena kesalahan manusia itu sendiri, bukan karena Allah.
Jadi, sangatlah keliru dan merupakan pandangan yang jahat jika menyatakan atau hanya mengesankan bahwa kejatuhan manusia sudah ditentukan oleh Allah.
Kata pembohong dalam Roma 3:4 adalah pseustes lebih menunjuk kepada tindakan orang yang mengingkari perjanjian atau tidak setia. Selanjutnya Roma 3:4 menulis: Seperti ada tertulis: “Supaya Engkau ternyata benar dalam segala firman-Mu, dan menang, jika Engkau dihakimi”.
Maksud ayat ini adalah bahwa Tuhan tidak pernah didapati bersalah atau meleset sedikit pun dalam seluruh tindakan-Nya. Kalimat “menang, jika Engkau dihakimi” menunjukkan bahwa Tuhan memiliki tatanan di dalam Diri-Nya.
Dalam segala tindakan Tuhan, yaitu dalam tatanan-Nya yang sempurna, Ia tidak dapat dipersalahkan. Kata ‘menang’ dalam ayat ini terjemahan dari nikao (Ξ½ΞΉΞΊα½±Ο) yang juga berarti ‘mengungguli’ (to conquer) dan mengatasi (overcome).
Dalam Roma 3:4 Paulus hendak menjelaskan bahwa sebagaimana Allah tetap setia, walaupun manusia telah memberontak kepada Allah sebagai bentuk pengingkaran perjanjian, tetapi Allah tetap mengasihi manusia dan mengirim Putra Tunggal-Nya, demikian pula terhadap bangsa Israel.
Walaupun bangsa Israel memberontak kepada Allah, tetapi Allah masih mengakui mereka sebagai umat pilihan dan menyediakan keselamatan bagi mereka.
Kesetiaan Allah terhadap Israel sangat luar biasa dan sungguh mengharukan. Dalam Roma 11:28 Paulus menulis: Mengenai Injil mereka adalah seteru Allah oleh karena kamu, tetapi mengenai pilihan mereka adalah kekasih Allah oleh karena nenek moyang.
Kalau demi perjanjian-Nya dengan Abraham Allah tetap memperlakukan bangsa Israel secara khusus, apalagi demi keselamatan mereka. Allah menyediakan jalan keselamatan kepada mereka dan mengharapkan mereka tidak menolak kasih karunia-Nya.
Tetapi kalau mereka menolak kasih karunia, maka Allah juga akan menolak mereka.
JBU
Rabu, 14 Februari 2018
RH Truth Daily Enlightenment “PENGERTIAN PEMBOHONG” 15 Februari 2018
Selanjutnya kita masuk dalam bahasan penting yaitu Roma 3:4, tertulis: … Allah adalah benar, dan semua manusia pembohong, seperti ada tertulis: “Supaya Engkau ternyata benar dalam segala firman-Mu, dan menang, jika Engkau dihakimi”.
Penting sekali untuk membahas ayat ini dengan tepat, sebab selama ini Roma 3:4 dijadikan landasan oleh banyak pemikir Kristen bahwa semua manusia π₯ telah rusak. Kalimat “semua manusia pembohong” dalam ayat ini dimengerti bahwa semua manusia sudah rusak sama sekali, juga dipahami sebagai tidak ada baiknya sama sekali pula.
Dari pengertian tersebut dibangun landasan untuk membangun premis teologi yang salah. Kemudian membedakan kerusakan total dan kerusakan mutlak yang sebenarnya makin membingungkan. Kesalahan tersebut bisa merusak pengajaran mengenai keselamatan.
Kata ‘pembohong’ dalam Roma 3:4 dipahami oleh banyak teolog bahwa keadaan manusia π₯ sungguh-sungguh sangat rusak.
Mereka memandang bahwa semua manusia dipandang tidak memiliki kebaikan sama sekali. Dengan pandangan ini, maka mudahlah membangun teologi bahwa manusia tidak dapat meresponi keselamatan sama sekali. Dengan demikian kelompok teolog tertentu dapat membangun premis yang tidak tepat bahwa keselamatan dapat dipahami sebagai penentuan dari Tuhan π semata-mata.
Manusia dipandang sebagai berkeadaan “mati’”, sehingga perlu intervensi secara penuh dari pihak di luar manusia, dalam hal ini dari pihak Tuhan π
Pemikiran ini juga didasarkan pada ayat dalam Efesus 2:1 (Kamu dahulu sudah mati karena pelanggaran-pelanggaran dan dosa-dosamu).
Mereka menafsirkan kata “mati” di sini secara sembarangan, sehingga membangun premis yang salah.
Memang tidak dapat dibantah bahwa keadaan manusia telah tidak seperti yang dikehendaki atau dirancang oleh Allah π karena pemberontakan Adam dan hawa.
Tetapi ini bukan berarti manusia sudah rusak sama sekali.
Keadaan manusia yang jatuh dalam dosa dibanding dengan “rancangan Allah semula” sangatlah jauh; tidak dapat ditolerir sama sekali. Keadaan “rancangan Allah semula”, manusia dapat memiliki kesucian moral berstandar Allah π sendiri.
Jadi, keadaan manusia yang berdosa dengan rancangan Allah semula tidak dapat dibandingkan sama sekali.
Rancangan Allah πadalah mutlak dengan nilai absolut yang tidak boleh direduksi atau dikurangi nilainya.
Tetapi manusia π₯ masih memiliki kebaikan “standar manusia” yang telah kehilangan kemuliaan Allah, bukan standar Allah.
Banyak orang memungut ayat dalam Roma 3:4 tanpa memperhatikan konteksnya dengan teliti dan tidak melihat teks aslinya, sehingga mereka tidak menemukan makna orisinal dan yang benar dari ayat tersebut. Memahami ayat dalam Roma 3:4 ini, kita harus menghubungkan dengan ayat sebelumnya, yaitu ayat 1-3: Jika demikian, apakah kelebihan orang Yahudi dan apakah gunanya sunat? Banyak sekali, dan di dalam segala hal. Pertama-tama: sebab kepada merekalah dipercayakan firman Allah.
Jadi bagaimana, jika di antara mereka ada yang tidak setia? Dalam ayat-ayat ini dipersoalkan mengenai kesetiaan Allah. Allah adalah Allah π yang setia, walau umat pilihan tidak setia.
Dalam bagian lain dalam Alkitab Paulus mengatakan: Jika kita tidak setia, Dia tetap setia, karena Dia tidak dapat menyangkal diri-Nya.” (2Tim. 2:13). Ayat ini menunjukkan bahwa Tuhan memberi kesempatan manusia untuk berbalik dan bertobat.
Namun demikian harus dicatat bahwa kesetiaan Allah tetap terbatas.
Kalau sampai pada akhirnya seseorang atau suatu komunitas tetap tidak setia, yang artinya menolak Allah π, maka Allah juga akan menolak mereka.
Dalam hal ini kesetiaan Allah bukan berarti membuat Allah kompromi terhadap dosa atau menolerir kalau ada seseorang atau suatu komunitas menolak jalan keselamatan yang Allah sediakan dan tidak mau bertobat.
Dalam Roma 3:4 dikatakan bahwa semua manusia π₯ adalah pembohong.
Kata pembohong dalam teks aslinya pseustes (ΟΞ΅α½»ΟΟΞ·Ο).
Kata ini tidak boleh dipahami sebagai menipu, seperti pengertian menipu secara umum.
Kata pseustes memiliki beberapa pengertian, antara lain: one who breaks faith, a false and faithless man, a liar (orang yang merusak kesetiaan atau iman, suatu kesalahan, orang yang tidak setia, seorang penipu).
Pada dasarnya kata pseustes berarti ‘ketidaksetiaan’. Ketidaksetiaan sangat berbeda dengan pengertian menipu secara umum.
Kalau kata pseustes dipahami sebagai menipu secara umum atau dipahami sebagai kerusakan total dan mutlak, maka makna orisinal dalam Roma 3:4 akan hilang.
Jadi kalau dikatakan bahwa semua manusia π₯ pembohong, maksudnya adalah bahwa semua manusia telah berkeadaan tidak setia atau telah mengingkari perjanjian dengan Allah.
Fakta ini telah terjadi sejak manusia jatuh dalam dosa. Pengingkaran perjanjian itu dilakukan oleh manusia, yang diwakili oleh Adam.
Hal ini sama dengan apa yang dikatakan bahwa manusia π₯ telah mengingkari kesetiaan terhadap Allah. Ketidaksetiaan Adam menyeret semua manusia juga berkeadaan tidak setia atau mengingkari kesetiaan kepada Allah. Hal ini dikalimatkan dalam Alkitab π bahasa Indonesia sebagai “semua manusia pembohong”.
Dalam teks bahasa Inggris ada yang menerjemahkan but every man a liar (King James).
Tetapi ada juga yang menerjemahkan every man be false (Revised Standar Version).
JBU
Penting sekali untuk membahas ayat ini dengan tepat, sebab selama ini Roma 3:4 dijadikan landasan oleh banyak pemikir Kristen bahwa semua manusia π₯ telah rusak. Kalimat “semua manusia pembohong” dalam ayat ini dimengerti bahwa semua manusia sudah rusak sama sekali, juga dipahami sebagai tidak ada baiknya sama sekali pula.
Dari pengertian tersebut dibangun landasan untuk membangun premis teologi yang salah. Kemudian membedakan kerusakan total dan kerusakan mutlak yang sebenarnya makin membingungkan. Kesalahan tersebut bisa merusak pengajaran mengenai keselamatan.
Kata ‘pembohong’ dalam Roma 3:4 dipahami oleh banyak teolog bahwa keadaan manusia π₯ sungguh-sungguh sangat rusak.
Mereka memandang bahwa semua manusia dipandang tidak memiliki kebaikan sama sekali. Dengan pandangan ini, maka mudahlah membangun teologi bahwa manusia tidak dapat meresponi keselamatan sama sekali. Dengan demikian kelompok teolog tertentu dapat membangun premis yang tidak tepat bahwa keselamatan dapat dipahami sebagai penentuan dari Tuhan π semata-mata.
Manusia dipandang sebagai berkeadaan “mati’”, sehingga perlu intervensi secara penuh dari pihak di luar manusia, dalam hal ini dari pihak Tuhan π
Pemikiran ini juga didasarkan pada ayat dalam Efesus 2:1 (Kamu dahulu sudah mati karena pelanggaran-pelanggaran dan dosa-dosamu).
Mereka menafsirkan kata “mati” di sini secara sembarangan, sehingga membangun premis yang salah.
Memang tidak dapat dibantah bahwa keadaan manusia telah tidak seperti yang dikehendaki atau dirancang oleh Allah π karena pemberontakan Adam dan hawa.
Tetapi ini bukan berarti manusia sudah rusak sama sekali.
Keadaan manusia yang jatuh dalam dosa dibanding dengan “rancangan Allah semula” sangatlah jauh; tidak dapat ditolerir sama sekali. Keadaan “rancangan Allah semula”, manusia dapat memiliki kesucian moral berstandar Allah π sendiri.
Jadi, keadaan manusia yang berdosa dengan rancangan Allah semula tidak dapat dibandingkan sama sekali.
Rancangan Allah πadalah mutlak dengan nilai absolut yang tidak boleh direduksi atau dikurangi nilainya.
Tetapi manusia π₯ masih memiliki kebaikan “standar manusia” yang telah kehilangan kemuliaan Allah, bukan standar Allah.
Banyak orang memungut ayat dalam Roma 3:4 tanpa memperhatikan konteksnya dengan teliti dan tidak melihat teks aslinya, sehingga mereka tidak menemukan makna orisinal dan yang benar dari ayat tersebut. Memahami ayat dalam Roma 3:4 ini, kita harus menghubungkan dengan ayat sebelumnya, yaitu ayat 1-3: Jika demikian, apakah kelebihan orang Yahudi dan apakah gunanya sunat? Banyak sekali, dan di dalam segala hal. Pertama-tama: sebab kepada merekalah dipercayakan firman Allah.
Jadi bagaimana, jika di antara mereka ada yang tidak setia? Dalam ayat-ayat ini dipersoalkan mengenai kesetiaan Allah. Allah adalah Allah π yang setia, walau umat pilihan tidak setia.
Dalam bagian lain dalam Alkitab Paulus mengatakan: Jika kita tidak setia, Dia tetap setia, karena Dia tidak dapat menyangkal diri-Nya.” (2Tim. 2:13). Ayat ini menunjukkan bahwa Tuhan memberi kesempatan manusia untuk berbalik dan bertobat.
Namun demikian harus dicatat bahwa kesetiaan Allah tetap terbatas.
Kalau sampai pada akhirnya seseorang atau suatu komunitas tetap tidak setia, yang artinya menolak Allah π, maka Allah juga akan menolak mereka.
Dalam hal ini kesetiaan Allah bukan berarti membuat Allah kompromi terhadap dosa atau menolerir kalau ada seseorang atau suatu komunitas menolak jalan keselamatan yang Allah sediakan dan tidak mau bertobat.
Dalam Roma 3:4 dikatakan bahwa semua manusia π₯ adalah pembohong.
Kata pembohong dalam teks aslinya pseustes (ΟΞ΅α½»ΟΟΞ·Ο).
Kata ini tidak boleh dipahami sebagai menipu, seperti pengertian menipu secara umum.
Kata pseustes memiliki beberapa pengertian, antara lain: one who breaks faith, a false and faithless man, a liar (orang yang merusak kesetiaan atau iman, suatu kesalahan, orang yang tidak setia, seorang penipu).
Pada dasarnya kata pseustes berarti ‘ketidaksetiaan’. Ketidaksetiaan sangat berbeda dengan pengertian menipu secara umum.
Kalau kata pseustes dipahami sebagai menipu secara umum atau dipahami sebagai kerusakan total dan mutlak, maka makna orisinal dalam Roma 3:4 akan hilang.
Jadi kalau dikatakan bahwa semua manusia π₯ pembohong, maksudnya adalah bahwa semua manusia telah berkeadaan tidak setia atau telah mengingkari perjanjian dengan Allah.
Fakta ini telah terjadi sejak manusia jatuh dalam dosa. Pengingkaran perjanjian itu dilakukan oleh manusia, yang diwakili oleh Adam.
Hal ini sama dengan apa yang dikatakan bahwa manusia π₯ telah mengingkari kesetiaan terhadap Allah. Ketidaksetiaan Adam menyeret semua manusia juga berkeadaan tidak setia atau mengingkari kesetiaan kepada Allah. Hal ini dikalimatkan dalam Alkitab π bahasa Indonesia sebagai “semua manusia pembohong”.
Dalam teks bahasa Inggris ada yang menerjemahkan but every man a liar (King James).
Tetapi ada juga yang menerjemahkan every man be false (Revised Standar Version).
JBU
Selasa, 13 Februari 2018
SBT ( Sunday Bible Teaching ) 11 Feb 2018 Pdt Dr Erastus Sabdono
Efesus 2 : 8 - 9
Ayat 8 dan 9 pasti terkait dengan ayat sebelumnya.
Kata mati bukan berarti mati secara fisik, juga bukan berarti manusia memiliki kemampuan untuk merespon anugerah Tuhan.
Jadi jangan memaksakan premis, doktrin, asumsi bahwa orang itu bisa selamat karena intervensi Allah π secara mutlak atas individu sehingga orang itu bisa selamat dan tidak atas orang yang tidak dipilih selamat.
Premis itu dipaksakan.
Mati di situ berarti manusia tidak memiliki kesempatan dan kemungkinan untuk dikembalikan ke rancangan semula.
Ketika manusia π₯ jatuh ke dalam dosa, manusia masuk ke area jahat atau baik, tidak bisa masuk ke area sempurna.
Sempurna ini yang ideal, ini rancangan Allah.
Manusia sudah mati, sehingga tidak dapat masuk ke area sempurna.
Jadi Ketika Tuhan Yesus π mati di kayu salib menebus kita, kita bisa menjadi bisa milik Tuhan.
Dalam tatanan Allah, Allah bisa menaruh Roh KudusNya ke dalam diri kita atau dimeteraikan.
Efesus 1: 13
Di sini manusia diberi kesempatan kemungkinan untuk itu.
Jadi tidak secara mistis, gaib, spektakuler manusia dihidupkan.
Mati di situ manusia tidak memiliki kemungkinan posibility untuk dikembalikan ke rancangan semula, untuk sempurna seperti Bapa π atau segambar serupa dengan Tuhan.
Ini penting sekali.
Efesus 2 : 2 - 5
Kami disini adalah Paulus.
Paulus bukan orang durhaka atau orang jahat
Paulus menyatakan bahwa secara moral hukum dia tidak bercacat.
Dia termasuk ada di area jahat dan baik, tidak masuk di area sempurna.
Paulus seperti orang - orang π₯ yang dimurkai.
Kasih karunia atau anugerah tidak otomatis membuat kita ini menjadi baik.
Tidak otomatis kita dikembalikan ke rancangan semula.
Kasih karunia itu membuka pintu menuju sempurna.
Masalahnya adalah orang tidak mengganggap ini luar biasa.
Sehingga Kasih karunia yang begitu besar, anugerah yang besar
tidak dipandang tidak dirasakan sebagai Kasih karunia yang besar.
Itu masalahnya.
Orang tidak tertarik.
Jadi orang Kristen π₯hanya beragama Kristen tapi tidak mendapat pencerahan dalam pikirannya, tidak mendapat pencerahan dan dalam batinnya kekayaan kemuliaan Allah.
Tidak memandang ini sesuatu yang luar biasa.
Maka tidak ada perjuangan mencapai kesempurnaan yang Tuhan kehendaki.
Efesus 2 : 6
Yang menulis ini adalah orang yang alam pikirannya diubah Tuhan.
Kalau kita tidak memahami alam pikiran Paulus sulit
Makanya teolog - teolog yang membangun doktrinnya berdasarkan buku perbuku di perpustakaan, tetapi tidak memahami hidup ini, tidak merasakan betapa pedihnya hidup, pencarian nafkah, dan lain sebagainya.
Dia tidak bisa menterjemahkan Firman ini secara benar.
Paulus menulis ini sebagai orang yang hidup di masyarakat Kristen, masyarakat luar, masyarakat umum di tengah aniaya yang begitu hebat.
Paulus seorang yang meninggalkan semau kegemerlapan hidup.
Keagungannya sebagai anggota sanhedrin. kehormatannya sebagai pemimpin agama.
Bagaimana ia mempertaruhkan hidupnya untuk Tuhan π
Maka alam pikiran Paulus tidak mudah dijajaki, dipahami orang pada umumnya.
Jadi kita bisa mengerti seorang pembicara, seorang penggali Alkitab π masih mencintai dunia.
Dia tidak akan bisa mengerti pikiran Paulus.
Masalahnya orang tidak mengganggap mencapai kesempurnaan untuk dihidupkan bersama Kristus sesuatu yang agung bernilai.
Paulus berkata kami ini termasuk orang - orang durhaka.
Dia tidak menghargai lagi keagungan moral yang dia miliki.
Jika dibanding dengan Kasih karunia yang membawa dia ke kesempurnaan.
Efesus 1 : 4 - 5
Kalau kita bisa jadi orang kristen itu Kasih karunia, artinya orang yang terpilih.
Kita π₯ dipilih, hargai pilihan ini.
Ditentukan jadi anak Allah bukan hanya status, tapi keberadaan untuk pantas disebut anak Allah.
Kita kita tidak mengenai. Kristus kita tidak bisa disebut anak Allah.
Kesimpulannya :
- Yang namanya beriman itu makin seperti Kristus.
- Yang namanya beriman hidup tidak bercacat dan tidak bercela.
Jika tidak demikian Kekristenan tidak beda dengan agama lain.
Kalau beriman itu dipahami hanya percaya Allah π, melakukan perbuatan baik secara hukum, sembahyang, pergi ke rumah ibadah, itu beriman.
Tetapi kekristenan menjadi seperti Yesus, bermoral ilahi.
Tidak ada yang bisa lawan.
Ini yang baru orisinil.
Kita ditentukan untuk itu.
Jadi jangan heran Paulus meninggalkan segala sesuatu dan mengganggapnya sampah, karena panggilan ini mahal.
Roma 8 : 28 - 29
Harus ada perjuangan.
Kata turut teks aslinya
tidak ada.
Sehingga Allah π memakai semua sarana untuk mengubah kita.
Maka Roh Kudus harus dimeteraikan Efesus 1:13
Supaya Roh Kudus itu
menuntun kita ke seluruh kebenaran.
Makanya orang yang menjadi umat tebusan, agendanya hanya satu menjadi serupa dengan Yesus.
Kalau kita tidak punya agenda ini, kita tidak mungkin jadi orang Kristen π₯ yang benar.
Beragama Kristen tapi bukan Kristen.
Agenda kita hanya satu,
- Bagaimana mengenakan kodrat ilahi.
- Bagaimana kita bisa hidup serupa Tuhan Yesus.
Itu namanya beriman.
Jangankan gembala memaksa tertarik.
Tuhanpun tidak memaksa kita untuk tertarik hal ini.
Mungkin kita tidak berkata tidak tertarik, tetapi di dalam jiwa kita, syaraf - syaraf kita sudah mengalir percintaan dunia π sehingga tidak mampu mendalami perasaan Paulus yang menulis itu.
Jadi kita bisa mengerti Tuhan Yesus π berkata perkataanKu itu Roh dan kehidupan.
Kalau kita menilai mengasumsikan secara lahiriah secara duniawi tidak bisa.
Jadi kita bisa mengerti pembicara - pembicara pada penganut teori kemakmuran tidak berani memungut ayat perjanjian baru, biasanya perjanjian lama, cerita - cerita Daud, Bangsa Israel.
Kita disamakan dengan Bangsa Israel.
Doa Bapa kami jadi Doa Yabes.
Kalau kita tidak fokus, banyak hal yang lewat.
Maka Tuhan π berkata kita harus meninggalkan segala sesuatu, maksudnya supaya kita fokus menemukan kapan, bagaimana cara Aku mengubah kita.
Kita sekolah, kuliah, bisnis, berumahtangga, apapun itu hanya support tujuannya bagaimana serupa dengan Tuhan Yesus.
Karena itu perkataan Tuhan π, kita harus taat, berjuang menyangkal diri.
Hidup kita singkat.
Kita harus mempersiapkan diri untuk pengadilan Tuhan.
Roma 8 : 29
Kita jadikan ini beban atau jadikan ini berkat.
Tinggal perspektif kita, sudut pandang kita bagaimana.
Ditentukan untuk serupa dengan Yesus π
Sekarang tergantung respon kita.
Bagi orang yang tertarik dunia akan berkata "Yah"
Bagi orang yang merespon anugerah Tuhan akan berkata "Yes" walaupun mahal.
Prestasi tertinggi dalam hidup ini melakukan kehendak Bapa, dan itu serupa dengan Tuhan Yesus π
Di sini diperlukan integritas.
Kita dipilih bukan hanya jadi orang baik, tapi sempurna.
Dipilih sebelum dunia π dijadikan.
Dipilih bukan berarti lulus.
Tidak semua orang π₯ punya kesempatan seperti kita.
Dipilih bukan berarti sudah selamat.
Kita dipanggil, artinya punya kesempatan.
Yang dipanggil itu dibenarkan.
1. Dipanggil benar walaupun belum benar.
2.Dipanggil benar bila sungguh - sungguh.
Harus sungguh - sungguh benar dulu.
Tidak mungkin Tuhan mengakui benar walau dia tidak benar.
Tuhan π memberi peluang untuk serupa dengan Dia oleh Kasih karunia itu.
Tapi kalau kita berkata, semua hanya anugerah, mati dia di situ.
Tidak sungguh - sungguh memperkarakan dengan umur rohani dengan kualitas rohani seperti ini.
Jadi ada umur rohani yang diperhatikan supaya pembenaran itu akhirnya diakui benar, karena benar - benar benar.
Roma 8 : 30
Tidak mungkin orang yang tidak benar dimuliakan.
Sekarang masalahnya apakah kita tertarik dengan hal ini ?
Kalau kita sudah terikat dengan percintaan dunia π, dengan kemewahan, harga diri, sudah susah.
Tapi kita bisa keluar dari keadaan itu kalau kita sungguh - sungguh.
Jadi mati di situ bukan berarti kita tidak mampu merespon Tuhan.
Anugerah itu potensi untuk mencapai kesempurnaan.
Dengan mencapai kesempurnaan serupa Yesus π, kita diakui benar artinya benar - benar benar lalu kita bisa dimuliakan.
Selama ini Kita tidak punya target karena merasa sudah dianggap benar.
Meskinya yang menagih kita hidup berkenan, mengerti firman Tuhan.
Kita belajar Firman supaya hidup kita berubah.
Amin...π·
Ayat 8 dan 9 pasti terkait dengan ayat sebelumnya.
Kata mati bukan berarti mati secara fisik, juga bukan berarti manusia memiliki kemampuan untuk merespon anugerah Tuhan.
Jadi jangan memaksakan premis, doktrin, asumsi bahwa orang itu bisa selamat karena intervensi Allah π secara mutlak atas individu sehingga orang itu bisa selamat dan tidak atas orang yang tidak dipilih selamat.
Premis itu dipaksakan.
Mati di situ berarti manusia tidak memiliki kesempatan dan kemungkinan untuk dikembalikan ke rancangan semula.
Ketika manusia π₯ jatuh ke dalam dosa, manusia masuk ke area jahat atau baik, tidak bisa masuk ke area sempurna.
Sempurna ini yang ideal, ini rancangan Allah.
Manusia sudah mati, sehingga tidak dapat masuk ke area sempurna.
Jadi Ketika Tuhan Yesus π mati di kayu salib menebus kita, kita bisa menjadi bisa milik Tuhan.
Dalam tatanan Allah, Allah bisa menaruh Roh KudusNya ke dalam diri kita atau dimeteraikan.
Efesus 1: 13
Di sini manusia diberi kesempatan kemungkinan untuk itu.
Jadi tidak secara mistis, gaib, spektakuler manusia dihidupkan.
Mati di situ manusia tidak memiliki kemungkinan posibility untuk dikembalikan ke rancangan semula, untuk sempurna seperti Bapa π atau segambar serupa dengan Tuhan.
Ini penting sekali.
Efesus 2 : 2 - 5
Kami disini adalah Paulus.
Paulus bukan orang durhaka atau orang jahat
Paulus menyatakan bahwa secara moral hukum dia tidak bercacat.
Dia termasuk ada di area jahat dan baik, tidak masuk di area sempurna.
Paulus seperti orang - orang π₯ yang dimurkai.
Kasih karunia atau anugerah tidak otomatis membuat kita ini menjadi baik.
Tidak otomatis kita dikembalikan ke rancangan semula.
Kasih karunia itu membuka pintu menuju sempurna.
Masalahnya adalah orang tidak mengganggap ini luar biasa.
Sehingga Kasih karunia yang begitu besar, anugerah yang besar
tidak dipandang tidak dirasakan sebagai Kasih karunia yang besar.
Itu masalahnya.
Orang tidak tertarik.
Jadi orang Kristen π₯hanya beragama Kristen tapi tidak mendapat pencerahan dalam pikirannya, tidak mendapat pencerahan dan dalam batinnya kekayaan kemuliaan Allah.
Tidak memandang ini sesuatu yang luar biasa.
Maka tidak ada perjuangan mencapai kesempurnaan yang Tuhan kehendaki.
Efesus 2 : 6
Yang menulis ini adalah orang yang alam pikirannya diubah Tuhan.
Kalau kita tidak memahami alam pikiran Paulus sulit
Makanya teolog - teolog yang membangun doktrinnya berdasarkan buku perbuku di perpustakaan, tetapi tidak memahami hidup ini, tidak merasakan betapa pedihnya hidup, pencarian nafkah, dan lain sebagainya.
Dia tidak bisa menterjemahkan Firman ini secara benar.
Paulus menulis ini sebagai orang yang hidup di masyarakat Kristen, masyarakat luar, masyarakat umum di tengah aniaya yang begitu hebat.
Paulus seorang yang meninggalkan semau kegemerlapan hidup.
Keagungannya sebagai anggota sanhedrin. kehormatannya sebagai pemimpin agama.
Bagaimana ia mempertaruhkan hidupnya untuk Tuhan π
Maka alam pikiran Paulus tidak mudah dijajaki, dipahami orang pada umumnya.
Jadi kita bisa mengerti seorang pembicara, seorang penggali Alkitab π masih mencintai dunia.
Dia tidak akan bisa mengerti pikiran Paulus.
Masalahnya orang tidak mengganggap mencapai kesempurnaan untuk dihidupkan bersama Kristus sesuatu yang agung bernilai.
Paulus berkata kami ini termasuk orang - orang durhaka.
Dia tidak menghargai lagi keagungan moral yang dia miliki.
Jika dibanding dengan Kasih karunia yang membawa dia ke kesempurnaan.
Efesus 1 : 4 - 5
Kalau kita bisa jadi orang kristen itu Kasih karunia, artinya orang yang terpilih.
Kita π₯ dipilih, hargai pilihan ini.
Ditentukan jadi anak Allah bukan hanya status, tapi keberadaan untuk pantas disebut anak Allah.
Kita kita tidak mengenai. Kristus kita tidak bisa disebut anak Allah.
Kesimpulannya :
- Yang namanya beriman itu makin seperti Kristus.
- Yang namanya beriman hidup tidak bercacat dan tidak bercela.
Jika tidak demikian Kekristenan tidak beda dengan agama lain.
Kalau beriman itu dipahami hanya percaya Allah π, melakukan perbuatan baik secara hukum, sembahyang, pergi ke rumah ibadah, itu beriman.
Tetapi kekristenan menjadi seperti Yesus, bermoral ilahi.
Tidak ada yang bisa lawan.
Ini yang baru orisinil.
Kita ditentukan untuk itu.
Jadi jangan heran Paulus meninggalkan segala sesuatu dan mengganggapnya sampah, karena panggilan ini mahal.
Roma 8 : 28 - 29
Harus ada perjuangan.
Kata turut teks aslinya
tidak ada.
Sehingga Allah π memakai semua sarana untuk mengubah kita.
Maka Roh Kudus harus dimeteraikan Efesus 1:13
Supaya Roh Kudus itu
menuntun kita ke seluruh kebenaran.
Makanya orang yang menjadi umat tebusan, agendanya hanya satu menjadi serupa dengan Yesus.
Kalau kita tidak punya agenda ini, kita tidak mungkin jadi orang Kristen π₯ yang benar.
Beragama Kristen tapi bukan Kristen.
Agenda kita hanya satu,
- Bagaimana mengenakan kodrat ilahi.
- Bagaimana kita bisa hidup serupa Tuhan Yesus.
Itu namanya beriman.
Jangankan gembala memaksa tertarik.
Tuhanpun tidak memaksa kita untuk tertarik hal ini.
Mungkin kita tidak berkata tidak tertarik, tetapi di dalam jiwa kita, syaraf - syaraf kita sudah mengalir percintaan dunia π sehingga tidak mampu mendalami perasaan Paulus yang menulis itu.
Jadi kita bisa mengerti Tuhan Yesus π berkata perkataanKu itu Roh dan kehidupan.
Kalau kita menilai mengasumsikan secara lahiriah secara duniawi tidak bisa.
Jadi kita bisa mengerti pembicara - pembicara pada penganut teori kemakmuran tidak berani memungut ayat perjanjian baru, biasanya perjanjian lama, cerita - cerita Daud, Bangsa Israel.
Kita disamakan dengan Bangsa Israel.
Doa Bapa kami jadi Doa Yabes.
Kalau kita tidak fokus, banyak hal yang lewat.
Maka Tuhan π berkata kita harus meninggalkan segala sesuatu, maksudnya supaya kita fokus menemukan kapan, bagaimana cara Aku mengubah kita.
Kita sekolah, kuliah, bisnis, berumahtangga, apapun itu hanya support tujuannya bagaimana serupa dengan Tuhan Yesus.
Karena itu perkataan Tuhan π, kita harus taat, berjuang menyangkal diri.
Hidup kita singkat.
Kita harus mempersiapkan diri untuk pengadilan Tuhan.
Roma 8 : 29
Kita jadikan ini beban atau jadikan ini berkat.
Tinggal perspektif kita, sudut pandang kita bagaimana.
Ditentukan untuk serupa dengan Yesus π
Sekarang tergantung respon kita.
Bagi orang yang tertarik dunia akan berkata "Yah"
Bagi orang yang merespon anugerah Tuhan akan berkata "Yes" walaupun mahal.
Prestasi tertinggi dalam hidup ini melakukan kehendak Bapa, dan itu serupa dengan Tuhan Yesus π
Di sini diperlukan integritas.
Kita dipilih bukan hanya jadi orang baik, tapi sempurna.
Dipilih sebelum dunia π dijadikan.
Dipilih bukan berarti lulus.
Tidak semua orang π₯ punya kesempatan seperti kita.
Dipilih bukan berarti sudah selamat.
Kita dipanggil, artinya punya kesempatan.
Yang dipanggil itu dibenarkan.
1. Dipanggil benar walaupun belum benar.
2.Dipanggil benar bila sungguh - sungguh.
Harus sungguh - sungguh benar dulu.
Tidak mungkin Tuhan mengakui benar walau dia tidak benar.
Tuhan π memberi peluang untuk serupa dengan Dia oleh Kasih karunia itu.
Tapi kalau kita berkata, semua hanya anugerah, mati dia di situ.
Tidak sungguh - sungguh memperkarakan dengan umur rohani dengan kualitas rohani seperti ini.
Jadi ada umur rohani yang diperhatikan supaya pembenaran itu akhirnya diakui benar, karena benar - benar benar.
Roma 8 : 30
Tidak mungkin orang yang tidak benar dimuliakan.
Sekarang masalahnya apakah kita tertarik dengan hal ini ?
Kalau kita sudah terikat dengan percintaan dunia π, dengan kemewahan, harga diri, sudah susah.
Tapi kita bisa keluar dari keadaan itu kalau kita sungguh - sungguh.
Jadi mati di situ bukan berarti kita tidak mampu merespon Tuhan.
Anugerah itu potensi untuk mencapai kesempurnaan.
Dengan mencapai kesempurnaan serupa Yesus π, kita diakui benar artinya benar - benar benar lalu kita bisa dimuliakan.
Selama ini Kita tidak punya target karena merasa sudah dianggap benar.
Meskinya yang menagih kita hidup berkenan, mengerti firman Tuhan.
Kita belajar Firman supaya hidup kita berubah.
Amin...π·
Langganan:
Postingan (Atom)