Pada zaman anugerah, Tuhan membuka kesempatan bagi manusia untuk menjadi anak- anak Allah, yaitu hidup dalam pimpinan Roh Allah. Roh Allah berkenan kembali diberikan untuk diam di dalam diri manusia. Inilah yang dijanjikan Tuhan Yesus, bahwa lebih berguna bagi orang percaya, jika Dia pergi. Sebab jikalau Dia tidak pergi, Penghibur itu tidak akan datang kepada orang percaya; tetapi jikalau Dia pergi, Dia akan mengutus Roh Kudus kepada orang percaya (Yoh. 16:7). Orang percaya adalah orang yang sungguh beruntung, karena menjadi orang yang terpilih untuk bisa hidup dalam pimpinan Roh Kudus. Oleh sebab itu, hendaknya orang percaya tidak mendukakan Roh Kudus yang telah dimateraikan kepada orang percaya. Jangan sampai peristiwa di Kejadian 6 terulang lagi, yaitu karena manusia tidak hidup dalam pimpinan Roh Kudus–selalu hidup dalam kedagingan–maka Roh Allah undur. Inilah yang disebut sebagai menghujat Roh Kudus. Menghujat Roh Kudus berarti menolak karya Roh Kudus yang menuntun untuk hidup sebagai anak-anak Allah. Bila kesempatan ini tidak dihargai, maka tidak akan ada lagi kesempatan kedua.
Dalam Ibrani 12:8 terdapat kata “anak gampang.” Apa sebenarnya maksudnya? Dalam teks asli Alkitab, kata “anak gampang” di sini adalah “nothos” (νόθος), yang artinya anak yang tidak resmi (Ing. illegitimate son). Kata ini juga bisa berarti anak haram (Ing. bastard). Dalam bahasa Yunani, selain kata nothos, juga ada kata huios (υἱός) yang artinya anak dalam, anak yang resmi atau anak yang sungguh-sungguh memiliki pertalian keluarga atau anak yang sah (Ing. kinship). Kata ini juga digunakan sebagai sebutan bagi Yesus yang adalah Anak Allah. Jadi, ada anak yang berstatus sebagai anak sah yang akan mewarisi kekayaan dan keagungan orangtua, atau seperti Pangeran, tetapi ada anak gampang, anak yang tidak sah yang tidak akan mewarisi kekayaan orangtua. Dalam kehidupan orang Kristen juga terdapat orang-orang yang tergolong sebagai nothos dan sebagai huios.
Berbicara mengenai anak-anak Allah, perlu kita meninjau Yohanes 1:12, “bagi mereka yang percaya, diberi kuasa supaya menjadi anak-anak Allah.” Kata “kuasa” berasal dari teks aslinya, exousia (ἐξουσία), yang artinya hak istimewa yang membuat seseorang memiliki fasilitas untuk bisa menjadi anak-anak Allah. Fasilitas itu adalah pemeliharaan Tuhan, Roh Kudus, Firman dan penggarapan intensif Allah atas orang yang mengasihi Dia. Jadi kuasa itu tidak otomatis membuat seorang Kristen menjadi anak-anak Allah. Tetapi kuasa itu diberikan supaya orang percaya memiliki karakter seperti Bapa. Tentu saja orang yang tidak memiliki karakter seperti Bapa tidak pantas menyebut dirinya sebagai anak-anak Allah. Ciri dari orang Kristen yang sah sebagai anak-anak Allah adalah ketika seseorang memiliki karakter Bapa.
Alkitab menulis bahwa semua orang yang menerima-Nya, diberi-Nya kuasa supaya menjadi anak-anak Allah, yaitu mereka yang percaya dalam nama-Nya (Yoh. 1:1-12). Kata “menerima” di dalam teks ini, bahasa aslinya adalah elabon (ἔλαβον), dari akar kata lambano (λαμβάνω), yang selain berarti menerima (to accept), juga berarti to get hold of (berpegang tetap). Kata ini bisa menimbulkan berbagai penafsiran. Tetapi pada umumnya banyak orang Kristen berpikir bahwa kalau mulutnya sudah mengaku Yesus adalah Tuhan dan hatinya merasa percaya, berarti ia sudah menerima Dia. Kemudian ia merasa bahwa dirinya sudah selamat. Ini tidak benar. Hendaknya orang percaya tidak menyederhanakan kata “menerima” dalam Yohanes 1:12 ini. Menerima Yesus berarti mengakui bahwa Dia adalah Majikan yang harus dipatuhi dalam segala hal.
Pada waktu seseorang dengan mulut mengaku bahwa Yesus adalah Tuhan, maka ia diberi kuasa atau hak supaya menjadi anak-anak Allah. Ini belum tentu membuat dia sudah sah sebagai anak-anak Allah (Yun. huios). Ia masih berstatus nothos, yang artinya anak yang belum sah. Jika kemudian ia memanfaatkan kuasa atau hak itu, maka ia akan bertumbuh menjadi anak-anak Allah yang sah. Jika tidak, maka ia tidak akan bertumbuh dan menjadi anak-anak Allah yang sah. Ciri dari nothos adalah tidak mau dihajar dan diajar Bapa (Ibr. 12). Dalam hal ini respons seseorang terhadap keselamatan yang Tuhan berikan sangat penting artinya. Tanpa respons, seseorang tidak akan menjadi anak-anak Allah yang sah. Itulah sebabnya Tuhan Yesus berkata, “Berjuanglah melalui pintu yang sesak” (Luk. 13:23-24). Paulus juga berkata, “Kerjakan keselamatanmu dengan takut dan gentar” (Flp. 2:12). Orang percaya harus berjuang untuk menjadi anak-anak Allah yang sah. Oleh sebab itu, sisa umur ini hanya untuk menyelesaikan hal ini dengan sempurna.
https://overcast.fm/+IqOBkYQHs
Tidak ada komentar:
Posting Komentar