Allah sebagai Bapa ingin memiliki relasi dengan ciptaan-Nya yang juga adalah anak-anak- Nya dalam relasi yang saling mengisi, relasi yang eksklusif, proporsional, dan ideal. Manusia disebut anak-anak Allah sebab manusia sejatinya berasal juga dari Dia. Dengan anak-anak-Nya, Bapa berkehendak memiliki relasi demikian. Untuk membuktikan bahwa memang manusia adalah berasal dari Allah, kita perlu memerhatikan Yakobus 4:5, “Janganlah kamu menyangka, bahwa Kitab Suci tanpa alasan berkata: ‘Roh yang ditempatkan Allah di dalam diri kita, diingini-Nya dengan cemburu!’” Bagaimana pun, hubungan seorang ayah dengan anak kandung darah dagingnya sendiri berbeda dengan hubungan mereka yang bukan darah dagingnya sendiri. Anak dan cucu seseorang mewarisi bagian dari diri orang tersebut. Allah menaruh roh yang berasal dari diri-Nya dalam diri manusia. Ini bukan Roh Kudus atau Roh Allah, tetapi roh manusia. Roh manusia tersebut berasal dari Allah sehingga sebenarnya manusia dapat menjadi “bagian” dari Allah. Artinya, manusia bisa ada di hati Allah Bapa-Nya. Allah mengasihi manusia seperti Dia mengasihi diri-Nya sendiri. Allah sebagai Bapa selalu menyediakan dan mengupayakan kebaikan bagi manusia yang adalah anak-anak- Nya.
Ketika Allah menciptakan manusia, Allah mengembus (Ibr. way·yip·paḥ; חפיו), menaruh roh-Nya (Ibr. niš·maṯ ḥay·yîm; תמשנ םייח ) (the power of life) dalam diri kita. Itulah sebabnya dalam Ibrani 12:9-10 dikatakan bahwa “Allah adalah Bapa segala roh.” Semua makhluk yang memiliki roh, rohnya berasal dari Bapa. Dan, itulah sebabnya juga Adam dikatakan sebagai anak Allah karena roh dalam diri Adam itu roh dari Allah. Dan, bukan tanpa alasan pula kalau Kitab Suci mengatakan, “Roh yang ditempatkan dalam diri kita diingini dengan cemburu.” “Kecemburuan” itu bertalian dengan perasaan atau rasa keberhakan Allah atas diri manusia yang adalah milik-Nya. Allah berhak memiliki manusia sepenuhnya karena roh manusia berasal dari diri-Nya sendiri. Itulah sebabnya Allah menghendaki roh manusia suatu hari nanti—setelah menjalani hidup di bumi ini—untuk kembali kepada Dia.
Kalau memerhatikan Yakobus 4:1-4, tampak jelas adanya banyak keinginan dalam diri manusia yang menuntut untuk dipuaskan. Hal tersebut bisa mengakibatkan manusia hidup dalam belenggu keinginan-keinginan dunia, yaitu keinginan daging, keinginan mata, dan keangkuhan hidup. Ini yang menyebabkan seseorang menjadi sahabat dunia, sehingga menjadikan dirinya sebagai musuh Allah. Orang seperti ini akan terseret masuk ke dalam persekutuan dengan kerajaan gelap dan terhilang. Allah mau agar diri-Nya sebagai Bapa memiliki relasi dengan manusia yang adalah anak-anak-Nya. Relasi ini tidak bisa dibahasakan dengan kata-kata seperti relasi manusia dengan anak-anaknya. Hubungan antara anak dan bapak memiliki ikatan naluriah yang saling bersentuhan atau tersambung. Demikian pula hubungan Allah dengan manusia. Itulah sebabnya di dalam diri setiap anak manusia ada kekosongan yang tidak bisa diisi oleh siapa pun dan apa pun, kecuali oleh Allah sendiri, Bapanya.
Walaupun Adam dan Hawa jatuh dalam dosa, Roh Allah masih ada di dalam diri manusia sampai di Kejadian 6. Dalam Kejadian 6:2-3 tertulis, “Maka anak-anak Allah melihat, bahwa anak-anak perempuan manusia itu cantik-cantik, lalu mereka mengambil isteri dari antara perempuan-perempuan itu, siapa saja yang disukai mereka. Berfirmanlah TUHAN: ‘Roh-Ku tidak akan selama-lamanya tinggal di dalam manusia, karena manusia itu adalah daging, tetapi umurnya akan seratus dua puluh tahun saja.’” Allah undur dari manusia dikarenakan manusia “daging” adanya. Maksudnya bahwa dalam berperilaku, manusia hanya mau memuaskan keinginan “daging”-nya sehingga tidak melakukan kehendak Allah. Hal ini ditunjukkan dengan perilaku mereka dalam memilih pasangan hidup.
Manusia itu daging (Ibr. ḇā·śār; ר ש ב), hanya mau menyenangkan diri sendiri sehingga tidak bisa bersekutu dengan dengan Allah melalui Roh-Nya. Sejak Roh Allah undur, tidak ada lagi relasi atau hubungan ideal atau proporsional antara Allah dan manusia. Sejak itu juga, manusia memiliki kekosongan dalam dirinya yang tidak pernah dapat terisi oleh apa pun dan siapa pun, sebab hanya Allah di dalam dan melalui Roh-Nya yang dapat mengisinya. Keselamatan dalam Yesus Kristus dapat mengembalikan hubungan itu. Hubungan Allah sebagai Bapa dengan manusia sebagai anak yang terputus. Salib Kristus yang menghubungkan kembali Allah dengan manusia dan karena salib itu Allah memberikan Roh Kudus sebagai meterai dalam kehidupan orang percaya. Oleh sebab itu, orang percaya harus membuka diri dan berjuang untuk memiliki kembali hubungan atau relasi yang saling mengisi, relasi yang eksklusif, proporsional, dan ideal.
https://overcast.fm/+IqOBg-7pg
Tidak ada komentar:
Posting Komentar