Paulus mengatakan bahwa masing-masing kita harus menghadap takhta pengadilan Kristus dan setiap orang akan memperoleh ganjaran sesuai dengan yang dilakukannya, baik atau jahat. Itulah sebabnya Paulus berusaha untuk berkenan kepada Allah (2Kor. 5:9-10). Kalau seorang rasul seperti Paulus bersikap dan bertindak demikian, mestinya kita semua harus waspada agar kita tidak terjerumus kepada keadaan “dikerat atau dipotong dari cabang.” Hal ini sinkron dengan pernyataan Tuhan Yesus sendiri: “Tinggallah di dalam Aku dan Aku di dalam kamu. Sama seperti ranting tidak dapat berbuah dari dirinya sendiri, kalau ia tidak tinggal pada pokok anggur, demikian juga kamu tidak berbuah, jikalau kamu tidak tinggal di dalam Aku. Akulah pokok anggur dan kamulah ranting-rantingnya. Barangsiapa tinggal di dalam Aku dan Aku di dalam dia, ia berbuah banyak, sebab di luar Aku kamu tidak dapat berbuat apa-apa. Barangsiapa tidak tinggal di dalam Aku, ia dibuang ke luar seperti ranting dan menjadi kering, kemudian dikumpulkan orang dan dicampakkan ke dalam api lalu dibakar (Yoh. 15:4-6).” Ranting-ranting yang dimaksudkan dalam pelajaran yang Tuhan berikan dalam Yohanes 15 ini menunjuk kepada orang percaya. Ternyata untuk tetap melekat pada pokok anggur, ranting harus berbuah.
Sebagai cabang yang dicangkokkan kepada batang zaitun asli, tentu Tuhan menghendaki kita menyerap “getah zaitun” yang membuat kita menjadi cabang sesuai dengan keinginan “Dia yang menaruh kita.” Jika tidak -seperti Paulus katakan dengan tegas- Tuhan akan memotongnya. Dicangkokkan pada batang zaitun asli adalah kemurahan yang tiada tara. Inilah yang disebut kasih karunia atau anugerah. Tetapi berbicara mengenai anugerah bukan berarti tidak ada tanggung jawab. Melekat pada pokok zaitun berarti harus terus aktif menyerap getah dari batang zaitun. Menyerap getah berarti menyerap segala berkat rohani yang Tuhan sediakan bagi pertumbuhan iman kita guna mencapai kesempurnaan; sempurna seperti Bapa dan serupa dengan Yesus. Tentu saja proses penyerapan itu membutuhkan ketekunan dan kerja keras dalam integritas yang tinggi.
Kalau seorang Kristen sudah memiliki persepsi adanya pemilihan Allah secara sepihak, di mana Tuhan menentukan sekelompok orang untuk selamat dan yang lain tidak, maka pasti tidak ada usaha yang sungguh-sungguh untuk menyerap berkat rohani. Hal ini terbukti dengan adanya orang Kristen yang hanya pergi ke gereja seminggu satu atau dua kali, tetapi tidak setiap hari menyerap berkat rohani dari Tuhan. Ini berarti pengajaran yang mengajarkan bahwa Tuhan menentukan secara sepihak sekelompok orang selamat dan yang lain tidak, membawa dampak yang sangat negatif atau buruk dalam kehidupan masyarakat Kristen. Sebagai buktinya, banyak masyarakat Kristen Barat yang menganut teologi ini mudah mengalami kemurtadan dalam bentuk kehidupan yang tidak sesuai dengan nilai-nilai kesucian Tuhan. Hari ini, jika kita melihat masyarakat Barat, terkesan seakan-akan mereka dan orang tua mereka tidak pernah mengenal Injil.
Dari pernyataan Paulus dalam 2 Korintus 5:9-10, jelas sekali menunjukkan bahwa setiap orang harus menghadap takhta pengadilan Allah, artinya menghadapi penghakiman. Dalam penghakiman tersebut, ada penilaian terhadap masing-masing individu. Jadi berbicara mengenai penghakiman -yang di dalamnya ada penilaian atas “prestasi rohani”- menunjukkan bahwa masing-masing orang harus bertanggung jawab mengisi hari hidupnya. Dalam penghakiman tersebut setiap orang harus memberi pertanggungjawaban kepada Tuhan yang memberikan kehidupan. Jadi, tidak mungkin Tuhan menentukan keselamatan masing-masing individu.
Kalau ada penentuan keselamatan secara sepihak oleh Tuhan, maka Paulus tidak akan mungkin berkata “Sebab itu juga kami berusaha, baik kami diam di dalam tubuh ini, maupun kami diam di luarnya, supaya kami berkenan kepada-Nya. Sebab kita semua harus menghadap takhta pengadilan Kristus, supaya setiap orang memperoleh apa yang patut diterimanya, sesuai dengan yang dilakukannya dalam hidupnya ini, baik ataupun jahat.” Apa yang dikatakan oleh Paulus ini jelas menunjukkan adanya tanggung jawab sebagai umat pilihan untuk menjadi berkenan kepada Tuhan. Fakta yang tidak bisa dibantah, banyak orang Kristen yang memiliki pemahaman yang salah mengenai hal ini, tidak memiliki usaha yang proporsional untuk menjalani hidup Kekristenannya.
Orang Kristen yang tidak memiliki usaha yang proporsional untuk menjalani hidup Kekristenannya, berarti ia melecehkan Tuhan dengan tidak memedulikan panggilan untuk hidup suci seperti Bapa di surga (1Ptr. 1:16). Ini berarti juga ia menolak Allah, sebab orang yang menolak hidup tidak bercacat tidak bercela berarti menolak Allah (1Tes. 4:7-8, “Allah memanggil kita bukan untuk melakukan apa yang cemar, melainkan apa yang kudus. Karena itu siapa yang menolak ini bukanlah menolak manusia, melainkan menolak Allah yang telah memberikan juga Roh-Nya yang kudus kepada kamu”).
Sola Gracia 🙏🏻
Tidak ada komentar:
Posting Komentar