Menjadi kehendak Tuhan agar orang percaya memiliki cara berpikir seperti cara berpikir Tuhan Yesus. Itulah yang dimaksud dengan memiliki pikiran dan perasaan Kristus. Hal ini harus diterima sebagai kemutlakan, artinya semua orang yang mengaku percaya kepada Yesus harus memiliki pikiran dan perasaan-Nya. Jadi, tidak boleh ada seorang Kristen yang menghindar dari panggilan untuk serupa dengan Yesus. Memiliki cara berpikir seperti cara berpikir Tuhan Yesus adalah suatu keniscayaan, artinya orang percaya dapat mencapai kehidupan yang sepikiran dan seperasaan dengan Yesus. Oleh sebab itu, orang percaya harus optimis untuk mencapai level tersebut. Tuhan menyediakan fasilitas supaya orang percaya dapat mencapainya. Dalam hal ini Tuhan tidak mungkin memberikan perintah yang orang percaya tidak bisa memenuhinya.
Terkait dengan hal di atas, orang percaya harus dapat membedakan antara transformasi dengan konversi agama. Berpindahnya suatu kelompok atau seseorang masuk agama Kristen adalah konversi, hal ini tidaklah identik dengan transformasi. Transformasi adalah perubahan pola pikir (mind-set) oleh pembaharuan pikiran yang dikerjakan oleh Roh Kudus menggunakan sarana Firman Tuhan. Orang yang melakukan konversi agama belum tentu mengalami transformasi sesuai dengan standar Alkitab. Oleh sebab itu, hendaknya kita tidak berpuas diri kalau hanya melihat orang non-Kristen menjadi orang Kristen, kemudian merasa telah memenangkan jiwa.
Betapa dangkalnya pengertian banyak agama yang merasa sudah membuat seseorang bertobat hanya karena masuk agamanya. Menjadi orang Kristen bukan berarti sudah bertobat dan menjadi manusia baru. Menjadi manusia baru sesungguhnya harus melalui proses panjang di mana seseorang mengalami perubahan kodrat, dari kodrat manusia ke kodrat Ilahi. Jadi, percuma menjadi Kristen kalau ternyata tidak mengalami proses transformasi untuk menjadi “man of God.” Menjadi manusia Allah (man of God) adalah kemutlakan yang sama dengan memiliki pikiran dan perasan Kristus.
Proses transformasi ini akan membangun manusia batiniah yang unggul seperti yang dikemukakan Paulus (2Kor. 4:16). Orang percaya bukan saja mengalami perubahan secara moral atau perilaku menjadi baik, tetapi juga perubahan filosofi hidup secara menyeluruh, yaitu perubahan dari logika duniawi ke logika rohani. Logika di sini maksudnya adalah pola dan landasan berpikir, sedangkan rohani artinya sesuatu yang memiliki nilai lebih dari hal-hal yang bersifat fana dari bumi ini. Logika rohani adalah pola pikir yang berbasis atau berlandaskan pada dunia yang akan datang.
Logika rohani ini dikemukakan Paulus dalam suratnya yang tertulis: “Sebab kami tidak memperhatikan yang kelihatan, melainkan yang tak kelihatan, karena yang kelihatan adalah sementara, sedangkan yang tak kelihatan adalah kekal.” Kata “memperhatikan” dalam teks aslinya adalah skopounton (σκοπούντων), dari akar kata skopeo (σκοπέω) yang artinya: to heed (memperhatikan secara serius); consider (memikirkan dengan hati-hati dan respek); to take aim at (mengambil arah atau tujuan). Paulus menyaksikan bahwa ia memberi perhatian serius dan mengarahkan tujuan kepada apa yang tidak kelihatan (unseen). Mengapa? Sebab yang kelihatan adalah sementara sedangkan yang tidak kelihatan adalah kekal. Sangatlah bodoh kalau seseorang tidak memperhatikan dan menghargai (consider) perkara-perkara yang bernilai kekal. Dalam Injil Matius Tuhan Yesus berkata: “Di bumi ngengat dan karat bisa merusak dan pencuri bisa membongkar serta mencurinya” (Mat. 6:19).
Landasan pola berpikir manusia hari ini pada umumnya bukan Kerajaan Tuhan, tetapi pada dunia. Inilah orang-orang yang telah termakan bujukan kuasa dunia dan terjerat di dalamnya. Tuhan Yesus sendiri mengalami bujukan tersebut, tetapi Tuhan dapat menepis dan menolaknya dengan tegas (Luk. 4:6-7). Ciri dari orang yang terkena bujukan Iblis adalah mengutamakan dan menghargai segala sesuatu yang ada dalam hidup hari ini lebih dari menghargai Tuhan. Inilah logika duniawi. Logika duniawi adalah pola pikir yang berbasis pada dunia hari ini, yaitu hal-hal yang kelihatan (blepomena: which are seen), yang bernilai sementara (pros kaira: temporal, for a season, for the occasion only; hanya semusim, sesaat). Tentu saja orang-orang seperti ini, tidak pernah menjadi anggota keluarga Kerajaan Surga.
Seorang yang menolak logika duniawi adalah seorang yang memiliki kualitas batiniah yang baik. Berbicara mengenai batiniah itu berarti berbicara mengenai kualitas keimanan seseorang dalam relasinya dengan Tuhan. Orang percaya haruslah seorang yang rohani. Dalam hal ini, setiap orang percaya seharusnya menyandang status “rohaniwan,” sebab kalau tidak menjadi rohaniwan berarti “duniawan.”
https://overcast.fm/+IqOB8xLyg
Tidak ada komentar:
Posting Komentar