Fakta yang tidak bisa dibantah dalam kehidupan ini, bahwa Tuhan bisa mengerat atau memotong orang-orang atau bangsa yang telah dipilih oleh Tuhan. Dalam hal ini harus diperhatikan bahwa orang yang terpilih sebagai “umat pilihan” belum tentu pasti masuk ke dalam anggota keluarga Kerajaan Surga atau sebagai pemenang. Ada umat yang terpilih sebagai umat pilihan -seperti bangsa Israel- tetapi tidak semua terberkati dan menikmati berkat sebagai umat pilihan, seperti misalnya tidak semua orang yang keluar dari Mesir sampai di tanah Kanaan. Demikian pula tidak semua orang yang terpilih sebagai orang Kristen, mendengar Injil, pergi ke gereja dan melakukan kegiatan pelayanan, pasti masuk menjadi anggota keluarga Kerajaan Surga atau menjadi anak-anak Allah seperti Tuhan Yesus.
Dalam hal tersebut di atas bukan Allah yang menolak bangsa Israel, tetapi bangsa Israellah yang menolak Allah. Dalam Roma 11: 1, tertulis: “Maka aku bertanya: Adakah Allah mungkin telah menolak umat-Nya? Sekali-kali tidak! Karena aku sendiri pun orang Israel, dari keturunan Abraham, dari suku Benyamin.” Perhatikan dalam teks ini bahwa Allah tidak mungkin menolak umat-Nya. Firman Tuhan tegas berkata “sekali-kali tidak.” Bagaimana kita bisa mengatakan bahwa Allah menolak umat-Nya dengan menutup kemungkinan seseorang dapat menerima anugerah-Nya? Bagaimana bisa kita menerima pandangan bahwa Allah menentukan orang yang selamat dan yang lain binasa? Oleh sebab itu kita harus kembali kepada pandangan Alkitab, bukan pandangan atau teologi manusia yang diakui sebagai pandangan Alkitab.
Paulus sebagai salah satu dari bangsa Israel menyatakan bahwa dirinya tidak menolak kasih karunia Allah: “Aku tidak menolak kasih karunia Allah. Sebab sekiranya ada kebenaran oleh hukum Taurat, maka sia-sialah kematian Kristus” (Gal. 2:21). Hal itu dimaksudkan Paulus untuk menyatakan bahwa ia tidak menolak kasih karunia, bukan karena Tuhan yang membuat dirinya tidak bisa menolak kasih karunia, tetapi karena ia menerima kebenaran dan iman bukan karena melakukan hukum Taurat. Paulus menerima anugerah atau kasih karunia karena tahu dan meyakini bahwa tidak ada kebenaran dengan melakukan hukum Taurat. Kebenaran hanya oleh darah Tuhan Yesus. Penerimaan Paulus atas anugerah Tuhan juga didasarkan pada pengertian dari pertimbangan-pertimbangannya. Dalam hal ini betapa pentingnya pemberitaan Injil, sebab iman datang dari pendengaran oleh Firman Tuhan.
Bangsa Israel adalah umat pilihan darah daging berdasarkan nenek moyang mereka. Pemilihan bangsa Israel sebagai umat pilihan tidak bertalian langsung dengan keselamatan masing-masing individu. Tetapi penolakan mereka terhadap Mesias mengakibatkan mereka tidak menjadi umat pilihan dalam keselamatan kekal. Ini berarti mereka menghadapi ancaman kematian kekal atau neraka. Selanjutnya, kalau orang percaya tidak dengar-dengaran, maka Tuhan pun akan menolaknya, sebab orang yang menolak hidup tidak bercacat dan tidak bercela berarti menolak Allah (1Tes. 4:7-8).
Kebenaran di atas ini diteguhkan oleh Firman Tuhan dalam Roma 11:17-24. Dalam tulisannya, Paulus menunjukkan bahwa kalau cabang asli -yaitu bangsa Israel- bisa dipotong, demikian pula dengan batang cangkokan, yaitu orang Kristen dari berbagai suku bangsa. Di ayat 22 tertulis: Sebab itu perhatikanlah kemurahan Allah dan juga kekerasan-Nya, yaitu kekerasan atas orang-orang yang telah jatuh, tetapi atas kamu kemurahan-Nya, yaitu jika kamu tetap dalam kemurahan-Nya; jika tidak, kamu pun akan dipotong juga. Ayat-ayat ini jelas menunjukkan bahwa kehidupan bangsa Israel paralel (atau gambaran secara tipologis) dengan kehidupan orang percaya di zaman anugerah atau bangsa Israel menjadi gambaran kehidupan orang percaya. Sebagaimana Tuhan mengerat bangsa Israel yang tidak dengar-dengaran, maka Tuhan juga mengerat orang Kristen yang tidak dengar-dengaran. Dalam tulisan Paulus itu ia juga menyatakan: “Sebab kalau Allah tidak menyayangkan cabang-cabang asli, Ia juga tidak akan menyayangkan kamu” (Rm. 11:21). Kamu di sini adalah penerima surat Roma, tak lain dan tak bukan adalah orang Kristen di Roma (Rm. 1:7)
Dalam tulisannya ini Paulus mengatakan: Kamu pun akan dipotong juga. Hal ini menunjukkan kebenaran yang tidak dapat dibantah bahwa orang yang sudah dipilih menjadi umat pilihan belum tentu terpilih menjadi umat pilihan yang benar-benar selamat diperkenan masuk anggota keluarga Kerajaan Surga. Allah menyediakan keselamatan dalam Tuhan Yesus Kristus, tetapi kalau seseorang menolak keselamatan itu yang dikalimatkan “menganggap najis darah perjanjian yang menguduskan dan menghina Roh Kudus,” maka mereka akan binasa. Tuhan pasti menghukum mereka. Itulah sebabnya penulis surat Ibrani menasihati orang percaya: “Jagalah supaya kamu jangan menolak Dia, yang berfirman. Sebab jikalau mereka, yang menolak Dia yang menyampaikan firman Allah di bumi, tidak luput, apa lagi kita, jika kita berpaling dari Dia yang berbicara dari surga?” (Ibr. 12:25).
https://overcast.fm/+IqOCJhjCc
Kumpulan dari Khotbah, Seminar dan hal lain yang berhubungan dengan Gereja Rehobot Ministry
Kamis, 28 Februari 2019
Rabu, 27 Februari 2019
RH Truth Daily Enlightenment 27 Februari 2019 MENGGUNAKAN INDEPENDENSI DENGAN BENAR
Sebenarnya Tuhan menghendaki semua bangsa Israel selamat, tetapi hal itu tidak terwujud sebab mereka menolaknya. Dengan demikian kalau bangsa itu menolak Allah, bukan karena Allah yang menentukan, tetapi mereka sendiri yang menghendaki demikian. Dalam hal ini jelaslah bahwa intervensi Allah terbatas, sebab Allah memberi independensi kepada manusia untuk menentukan “takdirnya.” Bangsa Israel harus menggunakan independensinya dengan benar. Tetapi kalau mereka mengarahkan hatinya kepada yang lain, maka mereka tidak dapat selamat.
Terkait dengan hal di atas ini Tuhan Yesus memberitakan Injil kepada umat Israel selama 3,5 tahun agar mereka bertobat. Tetapi ketika mereka menolak pemberitaan Injil yang Tuhan Yesus wartakan, maka mereka harus menanggung akibatnya. Tuhan memberitakan Injil untuk membuka pikiran manusia untuk dapat mengerti kebenaran dan mempertimbangkan dalam nalarnya. Injil memuat kebenaran yang harus didengar untuk menumbuhkan pertimbangan. Dalam pertimbangan nalar tersebut seseorang memiliki kehendak bebas sehingga harus memilih atau memutuskan apakah mau menerima Tuhan Yesus sebagai jalan keselamatan atau menolaknya.
Walaupun bangsa Israel adalah umat pilihan karena nenek moyang mereka kekasih Allah (seperti Abraham, Ishak dan Yakub), tetapi karena mereka menolak Injil, maka mereka berstatus sebagai seteru (musuh) Allah (Rm. 11:28). Bagaimana ini bisa terjadi? Ya, walaupun Allah memilih mereka sebagai umat pilihan anak keturunan Abraham, tetapi kalau mereka menolak Tuhan Yesus Kristus, maka mereka pun ditolak Allah. Satu pihak Allah memilih mereka untuk menjadi umat pilihan Perjanjian Baru agar selamat, tetapi kalau mereka menolak untuk dipilih menjadi umat pilihan Perjanjian Baru yang selamat, maka mereka pun binasa. Dalam hal ini nampak sangat jelas bahwa manusia memiliki hak dan potensi untuk menolak anugerah-Nya, walaupun Tuhan sudah memberi dorongan dengan mengadakan mukjizat agar bertobat. Itulah sebabnya sampai Tuhan murka dan bersumpah bahwa mereka tidak akan masuk ke tempat perhentian. Kalau sampai Tuhan murka dan bersumpah, pasti semua ini bukan rekayasa Allah. Allah tidak mungkin bersandiwara.
Seharusnya dengan melihat perbuatan Tuhan yang luar biasa di sepanjang perjalanan dari Mesir ke Kanaan, bangsa Israel bisa bertobat. Tetapi ternyata mereka tetap bersikap keras kepala. Dalam kaitan dengan hal ini, tidak ditemukan penjelasan bahwa Tuhan mengeraskan hati bangsa Israel sehingga mereka tidak sampai tanah Kanaan. Bangsa Israel itu sendiri yang mengeraskan hati dengan tidak mau tunduk dan dengar-dengaran kepada Tuhan walaupun mereka sudah melihat perbuatan Tuhan yang nyata luar biasa. Firman Tuhan mengatakan: Mereka yang mengeraskan hati mereka sendiri.
Kalau Tuhan sudah berulang-ulang memberi kesempatan seseorang orang untuk bertobat tetapi tidak bertobat, maka Tuhan bisa mengeraskan hati orang tersebut. Tuhan bukan seperti orang “sakit jiwa atau psikopat” yang sembarangan mengeraskan hati orang tanpa alasan. Kalau dalam Alkitab ditulis Tuhan mengeraskan hati seseorang, hal ini hendaknya tidak menjadi ukuran umum; artinya hendaknya kita tidak berpikir bahwa Tuhan secara sembarangan dan sewenang-wenang mengeraskan hati orang. Tuhan pasti memiliki alasan mengapa hati seseorang harus dikeraskan.
Dalam suratnya, Paulus mengatakan bahwa semua peristiwa mengenai bangsa Israel menjadi contoh bagi kita (1Kor. 10:11-12). Menjadi contoh artinya bahwa kegagalan sebagian besar orang Israel sampai Kanaan merupakan peringatan bagi kita. Perhatikan kata “peringatan bagi kita,” kita di sini menunjuk orang yang mengaku Kristen -bahkan sudah merasa sebagai orang percaya- bisa mengalami hal yang sama seperti yang dialami oleh bangsa Israel. Kata kita di sini juga menunjuk atau termasuk Paulus sebagai penulis kitab Korintus.
Dalam tulisannya ini Paulus hendak menganalogikan (menyejajarkan) kegagalan sebagian bangsa Israel dengan perjalanan hidup orang percaya. Perhatikan kalimat: “Semuanya ini telah terjadi sebagai contoh bagi kita untuk memperingatkan kita” (1Kor. 10:6). Ditegaskan kembali di ayat 11: Semuanya ini telah menimpa mereka sebagai contoh dan dituliskan untuk menjadi peringatan bagi kita yang hidup pada waktu, di mana zaman akhir telah tiba. Dalam 1 Korintus 10, jelas dikatakan bahwa semua itu menjadi contoh bagi kita yang hidup pada zaman akhir ini. Kata contoh dalam teks aslinya adalah tupos (τύπος), yang artinya juga pola (pattern). Jadi, sangatlah keliru kalau orang berpikir bahwa seorang Kristen tidak mungkin bisa gagal dalam pengiringannya kepada Tuhan Yesus. Semua yang terjadi dalam kehidupan bangsa Israel menjadi pola atau tatanan yang tetap (pattern). Kegagalan adalah bagian dari realitas kehidupan ini. Itulah sebabnya Tuhan berkali-kali mengatakan agar kita tetap setia sampai akhir. Kalimat zaman akhir hendak menunjuk zaman kita sekarang dan zaman sesudah kita nanti, jadi tidak hanya menunjuk sekelompok orang saja. Jelaslah, bahwa peringatan ini juga untuk semua orang Kristen.
https://overcast.fm/+IqOCmksBY
Terkait dengan hal di atas ini Tuhan Yesus memberitakan Injil kepada umat Israel selama 3,5 tahun agar mereka bertobat. Tetapi ketika mereka menolak pemberitaan Injil yang Tuhan Yesus wartakan, maka mereka harus menanggung akibatnya. Tuhan memberitakan Injil untuk membuka pikiran manusia untuk dapat mengerti kebenaran dan mempertimbangkan dalam nalarnya. Injil memuat kebenaran yang harus didengar untuk menumbuhkan pertimbangan. Dalam pertimbangan nalar tersebut seseorang memiliki kehendak bebas sehingga harus memilih atau memutuskan apakah mau menerima Tuhan Yesus sebagai jalan keselamatan atau menolaknya.
Walaupun bangsa Israel adalah umat pilihan karena nenek moyang mereka kekasih Allah (seperti Abraham, Ishak dan Yakub), tetapi karena mereka menolak Injil, maka mereka berstatus sebagai seteru (musuh) Allah (Rm. 11:28). Bagaimana ini bisa terjadi? Ya, walaupun Allah memilih mereka sebagai umat pilihan anak keturunan Abraham, tetapi kalau mereka menolak Tuhan Yesus Kristus, maka mereka pun ditolak Allah. Satu pihak Allah memilih mereka untuk menjadi umat pilihan Perjanjian Baru agar selamat, tetapi kalau mereka menolak untuk dipilih menjadi umat pilihan Perjanjian Baru yang selamat, maka mereka pun binasa. Dalam hal ini nampak sangat jelas bahwa manusia memiliki hak dan potensi untuk menolak anugerah-Nya, walaupun Tuhan sudah memberi dorongan dengan mengadakan mukjizat agar bertobat. Itulah sebabnya sampai Tuhan murka dan bersumpah bahwa mereka tidak akan masuk ke tempat perhentian. Kalau sampai Tuhan murka dan bersumpah, pasti semua ini bukan rekayasa Allah. Allah tidak mungkin bersandiwara.
Seharusnya dengan melihat perbuatan Tuhan yang luar biasa di sepanjang perjalanan dari Mesir ke Kanaan, bangsa Israel bisa bertobat. Tetapi ternyata mereka tetap bersikap keras kepala. Dalam kaitan dengan hal ini, tidak ditemukan penjelasan bahwa Tuhan mengeraskan hati bangsa Israel sehingga mereka tidak sampai tanah Kanaan. Bangsa Israel itu sendiri yang mengeraskan hati dengan tidak mau tunduk dan dengar-dengaran kepada Tuhan walaupun mereka sudah melihat perbuatan Tuhan yang nyata luar biasa. Firman Tuhan mengatakan: Mereka yang mengeraskan hati mereka sendiri.
Kalau Tuhan sudah berulang-ulang memberi kesempatan seseorang orang untuk bertobat tetapi tidak bertobat, maka Tuhan bisa mengeraskan hati orang tersebut. Tuhan bukan seperti orang “sakit jiwa atau psikopat” yang sembarangan mengeraskan hati orang tanpa alasan. Kalau dalam Alkitab ditulis Tuhan mengeraskan hati seseorang, hal ini hendaknya tidak menjadi ukuran umum; artinya hendaknya kita tidak berpikir bahwa Tuhan secara sembarangan dan sewenang-wenang mengeraskan hati orang. Tuhan pasti memiliki alasan mengapa hati seseorang harus dikeraskan.
Dalam suratnya, Paulus mengatakan bahwa semua peristiwa mengenai bangsa Israel menjadi contoh bagi kita (1Kor. 10:11-12). Menjadi contoh artinya bahwa kegagalan sebagian besar orang Israel sampai Kanaan merupakan peringatan bagi kita. Perhatikan kata “peringatan bagi kita,” kita di sini menunjuk orang yang mengaku Kristen -bahkan sudah merasa sebagai orang percaya- bisa mengalami hal yang sama seperti yang dialami oleh bangsa Israel. Kata kita di sini juga menunjuk atau termasuk Paulus sebagai penulis kitab Korintus.
Dalam tulisannya ini Paulus hendak menganalogikan (menyejajarkan) kegagalan sebagian bangsa Israel dengan perjalanan hidup orang percaya. Perhatikan kalimat: “Semuanya ini telah terjadi sebagai contoh bagi kita untuk memperingatkan kita” (1Kor. 10:6). Ditegaskan kembali di ayat 11: Semuanya ini telah menimpa mereka sebagai contoh dan dituliskan untuk menjadi peringatan bagi kita yang hidup pada waktu, di mana zaman akhir telah tiba. Dalam 1 Korintus 10, jelas dikatakan bahwa semua itu menjadi contoh bagi kita yang hidup pada zaman akhir ini. Kata contoh dalam teks aslinya adalah tupos (τύπος), yang artinya juga pola (pattern). Jadi, sangatlah keliru kalau orang berpikir bahwa seorang Kristen tidak mungkin bisa gagal dalam pengiringannya kepada Tuhan Yesus. Semua yang terjadi dalam kehidupan bangsa Israel menjadi pola atau tatanan yang tetap (pattern). Kegagalan adalah bagian dari realitas kehidupan ini. Itulah sebabnya Tuhan berkali-kali mengatakan agar kita tetap setia sampai akhir. Kalimat zaman akhir hendak menunjuk zaman kita sekarang dan zaman sesudah kita nanti, jadi tidak hanya menunjuk sekelompok orang saja. Jelaslah, bahwa peringatan ini juga untuk semua orang Kristen.
https://overcast.fm/+IqOCmksBY
Selasa, 26 Februari 2019
RH Truth Daily Enlightenment 26 Februari 2019 PERINGATAN UNTUK PERTOBATAN
Paulus menunjukkan bahwa sebagaimana orang-orang Israel ditewaskan di padang gurun, kita harus berhati-hati supaya kita juga jangan sampai gagal atau ditolak Allah. Dalam 1 Korintus 10:11 tertulis, “Semuanya ini telah menimpa mereka sebagai contoh dan dituliskan untuk menjadi peringatan bagi kita yang hidup pada waktu, di mana zaman akhir telah tiba.” Dengan penjelasan ini tidak bisa dibantah bahwa orang yang mengaku percaya dan mengikut Tuhan Yesus pun bisa ditolak. Perhatikan kalimat: “Peringatan bagi kita.” Hal ini menunjuk bukan hanya bagi bangsa Israel pada waktu itu, tetapi juga orang percaya pada masa ini, termasuk Paulus sendiri. Paulus menggunakan kata “kita”. Bisa dimengerti kalau Paulus berjuang agar dirinya tidak ditolak oleh Allah. Harus diperhatikan dengan cermat bahwa ketika Paulus berbicara mengenai penolakan, ia sedang berbicara mengenai usaha memperoleh “mahkota abadi” (1Kor. 9:25-26). Hal ini berarti jelas-jelas terkait dengan pergumulan jemaat dan diri Paulus sendiri
Sangatlah keliru kalau ada yang berpikir bahwa Tuhan menentukan hanya orang-orang tertentu yang sampai di Kanaan sedangkan yang lain ditewaskan di padang gurun. Tuhan merencanakan semua sampai tanah Kanaan, adapun kalau ternyata di perjalanan banyak yang tewas sehingga gagal sampai Kanaan, hal itu bukan karena kesalahan Tuhan tetapi kesalahan mereka sendiri. Tuhan tidak menentukan mereka tewas di padang gurun, tetapi pilihan mereka sendiri. Hal ini paralel atau sejajar dengan proses keselamatan atas individu. Tuhan berusaha membawa umat yang dipilih untuk menghuni Kerajaan Surga, tetapi keputusan dan pilihan masing-masing individu yang menentukan. Dalam 1 Korintus 10:11, Firman Tuhan mengatakan: “Semuanya ini telah menimpa mereka sebagai contoh dan dituliskan untuk menjadi peringatan bagi kita yang hidup pada waktu, di mana zaman akhir telah tiba.” Ditulis di sini “bagi kita,” artinya juga untuk penulis surat Ibrani sendiri.
Sebagaimana dalam perjalanan di padang gurun dari Mesir ke Kanaan Tuhan tidak menentukan orang yang tidak bisa menolak anugerah atau tidak bisa menerima anugerah untuk sampai tanah Kanaan, demikian pula keselamatan dalam Tuhan Yesus Kristus. Tuhan tidak pernah bertindak sehingga membuat seseorang tidak bisa menolak anugerah-Nya, juga sisi lain tidak bisa menerima anugerah-Nya. Hal ini perlu ditulis supaya kita yang hidup di zaman akhir ini tidak mengalami seperti yang dialami sebagian besar bangsa Israel yang tewas di padang gurun. Patut kita berhati-hati sebab banyak yang dipanggil, tetapi sedikit yang dipilih (Mat. 22:14). Peringatan Paulus kepada jemaat Korintus tersebut adalah peringatan untuk semua kita yang hidup sekarang ini. Dalam tulisan Paulus tersebut di 1 Korintus 10:1-4, hendak menunjukkan bagaimana Allah telah memperlihatkan perkara-perkara besar dan mereka mengalami hal-hal yang luar biasa, tetapi toh mereka gagal sampai tanah Kanaan. Hal ini menunjukkan bahwa untuk memiliki penurutan terhadap kehendak Allah bukan hal yang mudah. Melihat dan mengalami mukjizat bukanlah jaminan seseorang bisa bertobat sehingga selamat.
Dalam zaman Perjanjian Baru, Tuhan sudah mengadakan mukjizat agar mereka bertobat, tetapi mereka tetap tidak bertobat walaupun sudah membuat mukjizat. Mukjizat bukan tujuan, tetapi menjadi sarana agar mereka bertobat. Dalam hal ini nampaklah bagaimana Tuhan menginginkan orang-orang yang mendengar Injil bertobat dengan melihat mukjizat. Mukjizat sebagai alat bukti bahwa Allah hadir di tengah-tengah mereka dan menghendaki sesuatu yang harus mereka lakukan. Yang mereka harus lakukan adalah berbalik kepada Tuhan dan bertobat, tetapi ternyata mereka tidak bertobat.
Tuhan telah berintervensi sampai pada menunjukkan mukjizat, tetapi Tuhan tidak berintervensi sampai pada kehendak manusia tersebut. Intervensi Tuhan tetap terbatas sebab Tuhan memberikan independensi kepada manusia. Dalam hal ini untuk menghindarkan manusia dari kebinasaan Tuhan memberi peringatan-peringatan-Nya, tetapi Tuhan tidak mengambil alih kehendak bebas manusia. Dalam Alkitab kita menemukan begitu banyak tindakan Tuhan memberi peringatan-peringatan kepada manusia untuk tidak berbuat suatu kesalahan, tetapi keputusan akhir di tangan masing-masing individu.
Peringatan kepada Kain untuk tidak membunuh adiknya Habel, peringatan kepada Daud untuk tidak menghitung jumlah rakyatnya, peringatan kepada penduduk Niniwe, peringatan kepada Yudas dan banyak lagi contoh kasus dalam Alkitab mengenai hal ini. Dalam hal ini Tuhan dalam kedaulatan-Nya mengakui kedaulatan manusia dan tidak melanggarnya, sebab manusia harus menuai apa yang mereka sendiri tabur. Oleh sebab itu kalau seseorang mendapat teguran atau peringatan dari Tuhan, harus segera bertobat; sebab jika tidak, maka Tuhan akan membiarkan seseorang binasa.
https://overcast.fm/+IqOCCv1UM
Sangatlah keliru kalau ada yang berpikir bahwa Tuhan menentukan hanya orang-orang tertentu yang sampai di Kanaan sedangkan yang lain ditewaskan di padang gurun. Tuhan merencanakan semua sampai tanah Kanaan, adapun kalau ternyata di perjalanan banyak yang tewas sehingga gagal sampai Kanaan, hal itu bukan karena kesalahan Tuhan tetapi kesalahan mereka sendiri. Tuhan tidak menentukan mereka tewas di padang gurun, tetapi pilihan mereka sendiri. Hal ini paralel atau sejajar dengan proses keselamatan atas individu. Tuhan berusaha membawa umat yang dipilih untuk menghuni Kerajaan Surga, tetapi keputusan dan pilihan masing-masing individu yang menentukan. Dalam 1 Korintus 10:11, Firman Tuhan mengatakan: “Semuanya ini telah menimpa mereka sebagai contoh dan dituliskan untuk menjadi peringatan bagi kita yang hidup pada waktu, di mana zaman akhir telah tiba.” Ditulis di sini “bagi kita,” artinya juga untuk penulis surat Ibrani sendiri.
Sebagaimana dalam perjalanan di padang gurun dari Mesir ke Kanaan Tuhan tidak menentukan orang yang tidak bisa menolak anugerah atau tidak bisa menerima anugerah untuk sampai tanah Kanaan, demikian pula keselamatan dalam Tuhan Yesus Kristus. Tuhan tidak pernah bertindak sehingga membuat seseorang tidak bisa menolak anugerah-Nya, juga sisi lain tidak bisa menerima anugerah-Nya. Hal ini perlu ditulis supaya kita yang hidup di zaman akhir ini tidak mengalami seperti yang dialami sebagian besar bangsa Israel yang tewas di padang gurun. Patut kita berhati-hati sebab banyak yang dipanggil, tetapi sedikit yang dipilih (Mat. 22:14). Peringatan Paulus kepada jemaat Korintus tersebut adalah peringatan untuk semua kita yang hidup sekarang ini. Dalam tulisan Paulus tersebut di 1 Korintus 10:1-4, hendak menunjukkan bagaimana Allah telah memperlihatkan perkara-perkara besar dan mereka mengalami hal-hal yang luar biasa, tetapi toh mereka gagal sampai tanah Kanaan. Hal ini menunjukkan bahwa untuk memiliki penurutan terhadap kehendak Allah bukan hal yang mudah. Melihat dan mengalami mukjizat bukanlah jaminan seseorang bisa bertobat sehingga selamat.
Dalam zaman Perjanjian Baru, Tuhan sudah mengadakan mukjizat agar mereka bertobat, tetapi mereka tetap tidak bertobat walaupun sudah membuat mukjizat. Mukjizat bukan tujuan, tetapi menjadi sarana agar mereka bertobat. Dalam hal ini nampaklah bagaimana Tuhan menginginkan orang-orang yang mendengar Injil bertobat dengan melihat mukjizat. Mukjizat sebagai alat bukti bahwa Allah hadir di tengah-tengah mereka dan menghendaki sesuatu yang harus mereka lakukan. Yang mereka harus lakukan adalah berbalik kepada Tuhan dan bertobat, tetapi ternyata mereka tidak bertobat.
Tuhan telah berintervensi sampai pada menunjukkan mukjizat, tetapi Tuhan tidak berintervensi sampai pada kehendak manusia tersebut. Intervensi Tuhan tetap terbatas sebab Tuhan memberikan independensi kepada manusia. Dalam hal ini untuk menghindarkan manusia dari kebinasaan Tuhan memberi peringatan-peringatan-Nya, tetapi Tuhan tidak mengambil alih kehendak bebas manusia. Dalam Alkitab kita menemukan begitu banyak tindakan Tuhan memberi peringatan-peringatan kepada manusia untuk tidak berbuat suatu kesalahan, tetapi keputusan akhir di tangan masing-masing individu.
Peringatan kepada Kain untuk tidak membunuh adiknya Habel, peringatan kepada Daud untuk tidak menghitung jumlah rakyatnya, peringatan kepada penduduk Niniwe, peringatan kepada Yudas dan banyak lagi contoh kasus dalam Alkitab mengenai hal ini. Dalam hal ini Tuhan dalam kedaulatan-Nya mengakui kedaulatan manusia dan tidak melanggarnya, sebab manusia harus menuai apa yang mereka sendiri tabur. Oleh sebab itu kalau seseorang mendapat teguran atau peringatan dari Tuhan, harus segera bertobat; sebab jika tidak, maka Tuhan akan membiarkan seseorang binasa.
https://overcast.fm/+IqOCCv1UM
Senin, 25 Februari 2019
( Sunday Bible Teaching ) SBT, 24 Februari 2019
Mengapa Tuhan Yesus bangkit ? Apa karena kuasa Allah yang membangkitkan ?
Tuhan Yesus bangkit karena Tuhan Yesus saleh / suci
Tuhan juga bergumul, bukan sandiwara.
Ini benar - benar Tuhan Yesus diperhadapkan pilihan.
Mengikuti kehendak sendiri atau kehendak Bapa.
Kalau sandiwara, kita tidak bisa mengikuti teladanNya.
Ibrani 2 : 17
Karena kesalehanNya Dia didengarkan, artinya :
PermohonanNya untuk keselamatanNya didengarkan Bapa.
Kebangkitan Tuhan Yesus ketaatanNya kesalehanNya kepada Bapa itu prestasiNya.
Kalau tidak taat berarti Tuhan Yesus memberontak kepada Bapa 💓
Kalau prestasi Tuhan Yesus direkayasa, tidak ada yang kita teladani.
Tuhan Yesus berjuang untuk hidup saleh dan taat.
Dalam segala Dia sama dengan kita bisa lapar dan sakit, dan bisa gagal.
Ibrani 5 : 7
Kebangkitan Tuhan Yesus membuktikan Dia lulus.
Efesus 2 : 5 - 7
Dia memiliki kehendak bebas, bisa taat atau tidak taat.
Kita juga bisa memilih taat seperti Yang Mulia Tuhan Yesus taat.
Kita harus mengembalikan hidup Yesus di zaman ini.
Ibrani 5 : 8 - 9
Yesus juga belajar taat kepada Bapa 💓
Kitapun tidak bisa sekejap menjadi taat, tetapi harus belajar taat seperti Yesus.
Tuhan Yesus menyerahkan diri kepada Bapa.
Tangisan atau air mata yang berkualitas :
- Menangisi jiwa - jiwa, tetapi kita harus tangisi diri sendiri dulu.
- Ketika kita bertemu dengan Tuhan Yesus.
Kalau Tuhan Yesus mati untuk kita, maka kita juga harus mati, yaitu :
- Matikan duniawi
- Matikan kedagingan
- Matikan napsu
- Matikan ambisi
- Matikan ego
Kita mau seperti Tuhan Yesus, bukan kehendak kita tetapi kehendak Bapa 💓yang jadi.
Jadi kuasa Kebangkitan Yesus karena ketaatanNya kepada Bapa.
Kalau Yesus tidak taat kepada Bapa, Dia tidak dibangkitkan Bapa.
Yesus tidak menaruh curiga kepada Bapa.
Dan Yesus menyerahkan nyawaNya kepada Bapa 💓
Kita juga harus belajar tidak curiga kepada Bapa.
Allah Bapa berintegritas yang sempurna dan konsekuen dengan hakekatNya.
Yesus tidak mendapat kemudahan dari Bapa.
Tetapi Yesus berjuang sendiri.
Jadi seperti Yesus memang kita harus menang.
Mestinya kita yang ditinggalkan Bapa 💓 karena dosa kita.
Tetapi Yesus yang menggantikan kita.
Yesus mati dalam keadaan ditinggalkan Bapa.
Hanya dengan cara inilah
Yesus menyelamatkan kita.
Yesus bisa jadi Tuhan untuk kemuliaan Bapa.
JBU 🌷
Tuhan Yesus bangkit karena Tuhan Yesus saleh / suci
Tuhan juga bergumul, bukan sandiwara.
Ini benar - benar Tuhan Yesus diperhadapkan pilihan.
Mengikuti kehendak sendiri atau kehendak Bapa.
Kalau sandiwara, kita tidak bisa mengikuti teladanNya.
Ibrani 2 : 17
Karena kesalehanNya Dia didengarkan, artinya :
PermohonanNya untuk keselamatanNya didengarkan Bapa.
Kebangkitan Tuhan Yesus ketaatanNya kesalehanNya kepada Bapa itu prestasiNya.
Kalau tidak taat berarti Tuhan Yesus memberontak kepada Bapa 💓
Kalau prestasi Tuhan Yesus direkayasa, tidak ada yang kita teladani.
Tuhan Yesus berjuang untuk hidup saleh dan taat.
Dalam segala Dia sama dengan kita bisa lapar dan sakit, dan bisa gagal.
Ibrani 5 : 7
Kebangkitan Tuhan Yesus membuktikan Dia lulus.
Efesus 2 : 5 - 7
Dia memiliki kehendak bebas, bisa taat atau tidak taat.
Kita juga bisa memilih taat seperti Yang Mulia Tuhan Yesus taat.
Kita harus mengembalikan hidup Yesus di zaman ini.
Ibrani 5 : 8 - 9
Yesus juga belajar taat kepada Bapa 💓
Kitapun tidak bisa sekejap menjadi taat, tetapi harus belajar taat seperti Yesus.
Tuhan Yesus menyerahkan diri kepada Bapa.
Tangisan atau air mata yang berkualitas :
- Menangisi jiwa - jiwa, tetapi kita harus tangisi diri sendiri dulu.
- Ketika kita bertemu dengan Tuhan Yesus.
Kalau Tuhan Yesus mati untuk kita, maka kita juga harus mati, yaitu :
- Matikan duniawi
- Matikan kedagingan
- Matikan napsu
- Matikan ambisi
- Matikan ego
Kita mau seperti Tuhan Yesus, bukan kehendak kita tetapi kehendak Bapa 💓yang jadi.
Jadi kuasa Kebangkitan Yesus karena ketaatanNya kepada Bapa.
Kalau Yesus tidak taat kepada Bapa, Dia tidak dibangkitkan Bapa.
Yesus tidak menaruh curiga kepada Bapa.
Dan Yesus menyerahkan nyawaNya kepada Bapa 💓
Kita juga harus belajar tidak curiga kepada Bapa.
Allah Bapa berintegritas yang sempurna dan konsekuen dengan hakekatNya.
Yesus tidak mendapat kemudahan dari Bapa.
Tetapi Yesus berjuang sendiri.
Jadi seperti Yesus memang kita harus menang.
Mestinya kita yang ditinggalkan Bapa 💓 karena dosa kita.
Tetapi Yesus yang menggantikan kita.
Yesus mati dalam keadaan ditinggalkan Bapa.
Hanya dengan cara inilah
Yesus menyelamatkan kita.
Yesus bisa jadi Tuhan untuk kemuliaan Bapa.
JBU 🌷
Quote February 2019 #4
Today's Quote:
Seperti Tuhan Yesus menyambut orang berdosa, kita juga harus memedulikan mereka yang dipandang sebagai manusia rusak.
Dr. Erastus Sabdono,
17 Februari 2019
Today's Quote:
Orang yang sudah bisa meratapi dirinya sendiri, yaitu atas keberadaannya yang tidak sesuai dengan kehendak Allah, barulah dapat meratapi dan menangisi orang lain.
Dr. Erastus Sabdono,
18 Februari 2019
Today's Quote:
Betapa mudahnya bagi Tuhan untuk mengangkat kita dari suatu permasalahan, tetapi apabila permasalahan tersebut diizinkan Tuhan terjadi, maka sesungguhnya hati kitalah yang hendak digarap melalui masalah tersebut, sebab tidak ada satu peristiwa pun yang terjadi secara kebetulan.
Dr. Erastus Sabdono,
19 Februari 2019
Today's Quote:
Janganlah pertumbuhan rohani kita dikunci dengan perkataan ‘aku tidak bisa sempurna’, masing-masing orang harus berusaha semaksimal mungkin menjadi sempurna seperti yang Tuhan kehendaki.
Dr. Erastus Sabdono,
20 Februari 2019
Today's Quote: Ketika kesempurnaan menjadi tujuan utama kita, maka kita dapat mengerti apa artinya kemerdekaan itu.
Dr. Erastus Sabdono,
21 Februari 2019
oday's Quote:
Kita tidak perlu berharap dan menanti perlindungan Tuhan, karena kita sudah ada dalam perlindungan-Nya, sebab kita milik-Nya.
Dr. Erastus Sabdono,
22 Februari 2019
Today's Quote:
Apabila kita mengandalkan Tuhan, itu bukanlah bertalian dengan masalah jasmaniah tetapi bertalian dengan masalah “kesempurnaan” di mana kita harus berurusan dengan Tuhan setiap saat.
Dr. Erastus Sabdono,
23 Februari 2019
Today's Quote:
Orang yang tidak mengerti kebenaran, pertimbangannya tidak membawa kepada kehidupan kekal bersama Tuhan, tetapi mengarah ke api kekal, terbuang dari hadirat Allah.
Dr. Erastus Sabdono,
24 Februari 2019
Today's Quote:
Seseorang bisa hidup sebagai orang bermoral yang baik, tetapi jika tidak berjalan dengan Tuhan dan tidak mengenali kesucian-Nya, maka akan menjadi sombong rohani dan merasa layak masuk Surga.
Dr. Erastus Sabdono,
25 Februari 2019
Seperti Tuhan Yesus menyambut orang berdosa, kita juga harus memedulikan mereka yang dipandang sebagai manusia rusak.
Dr. Erastus Sabdono,
17 Februari 2019
Today's Quote:
Orang yang sudah bisa meratapi dirinya sendiri, yaitu atas keberadaannya yang tidak sesuai dengan kehendak Allah, barulah dapat meratapi dan menangisi orang lain.
Dr. Erastus Sabdono,
18 Februari 2019
Today's Quote:
Betapa mudahnya bagi Tuhan untuk mengangkat kita dari suatu permasalahan, tetapi apabila permasalahan tersebut diizinkan Tuhan terjadi, maka sesungguhnya hati kitalah yang hendak digarap melalui masalah tersebut, sebab tidak ada satu peristiwa pun yang terjadi secara kebetulan.
Dr. Erastus Sabdono,
19 Februari 2019
Today's Quote:
Janganlah pertumbuhan rohani kita dikunci dengan perkataan ‘aku tidak bisa sempurna’, masing-masing orang harus berusaha semaksimal mungkin menjadi sempurna seperti yang Tuhan kehendaki.
Dr. Erastus Sabdono,
20 Februari 2019
Today's Quote: Ketika kesempurnaan menjadi tujuan utama kita, maka kita dapat mengerti apa artinya kemerdekaan itu.
Dr. Erastus Sabdono,
21 Februari 2019
oday's Quote:
Kita tidak perlu berharap dan menanti perlindungan Tuhan, karena kita sudah ada dalam perlindungan-Nya, sebab kita milik-Nya.
Dr. Erastus Sabdono,
22 Februari 2019
Today's Quote:
Apabila kita mengandalkan Tuhan, itu bukanlah bertalian dengan masalah jasmaniah tetapi bertalian dengan masalah “kesempurnaan” di mana kita harus berurusan dengan Tuhan setiap saat.
Dr. Erastus Sabdono,
23 Februari 2019
Today's Quote:
Orang yang tidak mengerti kebenaran, pertimbangannya tidak membawa kepada kehidupan kekal bersama Tuhan, tetapi mengarah ke api kekal, terbuang dari hadirat Allah.
Dr. Erastus Sabdono,
24 Februari 2019
Today's Quote:
Seseorang bisa hidup sebagai orang bermoral yang baik, tetapi jika tidak berjalan dengan Tuhan dan tidak mengenali kesucian-Nya, maka akan menjadi sombong rohani dan merasa layak masuk Surga.
Dr. Erastus Sabdono,
25 Februari 2019
RH Truth Daily Enlightenment 25 Februari 2019 MENCARI PERKENANAN TUHAN
Kesaksian hidup pelayanan Paulus dapat terlihat dari 1 Korintus 9:15 yang tertulis: “Tetapi aku tidak pernah mempergunakan satu pun dari hak-hak itu. Aku tidak menulis semuanya ini, supaya aku pun diperlakukan juga demikian. Sebab aku lebih suka mati dari pada …! Sungguh, kemegahanku tidak dapat ditiadakan siapa pun juga.” Paulus lebih suka mati daripada… Dilihat dari konteksnya titik-titik di sini bisa berarti “menerima uang jemaat” atau fasilitas dari jemaat. Ini adalah kemegahan atau kebanggaan Paulus dalam pelayanan, bukan untuk meninggikan diri. Pola hidup dan pelayanan Paulus ini seakan-akan tindakan yang “menggugat” atau protes terhadap keberadaan pola pelayanan rasul-rasul lain. Mereka bisa memberitakan Injil tanpa bekerja tangan seperti Paulus, pergi pelayanan dengan istri difasilitasi oleh jemaat, sementara Paulus tidak. Itulah sebabnya dalam pernyataannya berkenaan dengan pelayanan Paulus mengatakan: “Perak atau emas atau pakaian tidak pernah aku ingini dari siapa pun juga. Kamu sendiri tahu, bahwa dengan tanganku sendiri aku telah bekerja untuk memenuhi keperluanku dan keperluan kawan-kawan seperjalananku. Dalam segala sesuatu telah kuberikan contoh kepada kamu, bahwa dengan bekerja demikian kita harus membantu orang-orang yang lemah dan harus mengingat perkataan Tuhan Yesus, sebab Ia sendiri telah mengatakan: Adalah lebih berbahagia memberi dari pada menerima” (Kis. 20:33-35).
Dalam hal tersebut di atas Paulus memiliki integritas yang tinggi. Ia tidak khawatir dan tidak takut ditolak oleh rasul-rasul lain dengan keberadaan yang secara tidak langsung bisa menggugat keberadaan mereka. Dalam kasus lain, Paulus sendiri -walaupun junior dibanding Petrus- tetapi ketika Petrus salah, Paulus berani menegurnya dengan tegas (Gal. 2:14). Dari hal ini jelas sekali, Paulus tidak takut ditolak oleh siapa pun, bahkan oleh rasul-rasul lainnya. Pandangan yang mengatakan bahwa Paulus berjuang melatih tubuh dan menguasainya agar tidak ditolak oleh manusia yang mendengar pemberitaan Injil adalah pandangan yang sangat keliru. Dalam Galatia 1:6-10 ketika Paulus berbicara mengenai Injil palsu, Paulus tegas mengatakan bahwa orang yang memberitakan Injil palsu patut dikutuk. Kemudian ia mengakhirinya dengan pernyataan: “… Sekiranya aku masih mau mencoba berkenan kepada manusia, maka aku bukanlah hamba Kristus” (Gal. 1:10).
Memang dalam perikop 1 Korintus 9 terdapat penjelasan bahwa Paulus berusaha membawa diri sedemikian rupa kepada orang-orang yang dilayani agar pemberitaan Firman yang disampaikan bisa diterima, tetapi bukan berarti ia bersikap kompromi. Bagi Paulus yang penting dan utama adalah bekerja keras tanpa memedulikan hak-haknya, tidak peduli Taurat yang menyatakan bahwa seorang pekerja rohani patut mendapat kehidupan nafkah, bahkan juga tidak peduli dengan pola pelayanan rasul-rasul lainnya (1Kor. 9:8-14). Bagi Paulus yang diupayakan dengan sungguh-sungguh adalah bagaimana ia dapat memenangkan sebanyak mungkin orang (1Kor. 9:19-22). Kata memenangkan dalam teks aslinya adalah kerdaino (κερδαίνω). Dalam arti sempit kata berarti memperoleh keuntungan (gain), tetapi dalam arti luas secara metaphora berarti memenangkan atau merebut orang agar atau untuk dapat melarikan diri atau menghindar dari kejahatan (of gain arising from shunning or escaping from evil).
Pengertian memenangkan orang yang diulang berkali-kali dalam perikop ini tentu tidak hanya berarti membawa orang menjadi Kristen, tetapi bagaimana mereka memiliki kehidupan yang sepadan dengan Injil yang mereka telah terima, yaitu tidak hidup dalam kejahatan (Flp. 1:27). Sangatlah miskin kalau pengertian memenangkan jiwa hanya berarti membawa orang menjadi seorang beragama Kristen. Memenangkan orang berarti mengubah manusia dari kehidupan yang tidak sesuai dengan kehendak Allah menjadi orang yang hidup dalam keselamatan Tuhan Yesus, yaitu dikembalikan ke rancangan semula atau menjadi serupa dengan Tuhan Yesus (Rm. 8:28-29).
Tentu sebagai pemberita kebenaran Injil, Paulus sendiri haruslah menunjukkan bagaimana hidup sebagai orang yang telah memiliki keselamatan dalam Yesus Kristus. Tentu Paulus berjuang agar dirinya yang sudah membawa orang kepada kehidupan yang terhindar dari kejahatan, jangan sampai dirinya sendiri ditolak oleh Allah. Itulah sebabnya Paulus juga berjuang melatih tubuhnya dan menguasai seluruhnya. Hal ini memberi pelajaran bagi semua hamba Tuhan, bahwa prestasi pelayanan tidak menentukan kedewasaan rohani dan perkenanan di hadapan Tuhan.
https://overcast.fm/+IqOBRulwM
Dalam hal tersebut di atas Paulus memiliki integritas yang tinggi. Ia tidak khawatir dan tidak takut ditolak oleh rasul-rasul lain dengan keberadaan yang secara tidak langsung bisa menggugat keberadaan mereka. Dalam kasus lain, Paulus sendiri -walaupun junior dibanding Petrus- tetapi ketika Petrus salah, Paulus berani menegurnya dengan tegas (Gal. 2:14). Dari hal ini jelas sekali, Paulus tidak takut ditolak oleh siapa pun, bahkan oleh rasul-rasul lainnya. Pandangan yang mengatakan bahwa Paulus berjuang melatih tubuh dan menguasainya agar tidak ditolak oleh manusia yang mendengar pemberitaan Injil adalah pandangan yang sangat keliru. Dalam Galatia 1:6-10 ketika Paulus berbicara mengenai Injil palsu, Paulus tegas mengatakan bahwa orang yang memberitakan Injil palsu patut dikutuk. Kemudian ia mengakhirinya dengan pernyataan: “… Sekiranya aku masih mau mencoba berkenan kepada manusia, maka aku bukanlah hamba Kristus” (Gal. 1:10).
Memang dalam perikop 1 Korintus 9 terdapat penjelasan bahwa Paulus berusaha membawa diri sedemikian rupa kepada orang-orang yang dilayani agar pemberitaan Firman yang disampaikan bisa diterima, tetapi bukan berarti ia bersikap kompromi. Bagi Paulus yang penting dan utama adalah bekerja keras tanpa memedulikan hak-haknya, tidak peduli Taurat yang menyatakan bahwa seorang pekerja rohani patut mendapat kehidupan nafkah, bahkan juga tidak peduli dengan pola pelayanan rasul-rasul lainnya (1Kor. 9:8-14). Bagi Paulus yang diupayakan dengan sungguh-sungguh adalah bagaimana ia dapat memenangkan sebanyak mungkin orang (1Kor. 9:19-22). Kata memenangkan dalam teks aslinya adalah kerdaino (κερδαίνω). Dalam arti sempit kata berarti memperoleh keuntungan (gain), tetapi dalam arti luas secara metaphora berarti memenangkan atau merebut orang agar atau untuk dapat melarikan diri atau menghindar dari kejahatan (of gain arising from shunning or escaping from evil).
Pengertian memenangkan orang yang diulang berkali-kali dalam perikop ini tentu tidak hanya berarti membawa orang menjadi Kristen, tetapi bagaimana mereka memiliki kehidupan yang sepadan dengan Injil yang mereka telah terima, yaitu tidak hidup dalam kejahatan (Flp. 1:27). Sangatlah miskin kalau pengertian memenangkan jiwa hanya berarti membawa orang menjadi seorang beragama Kristen. Memenangkan orang berarti mengubah manusia dari kehidupan yang tidak sesuai dengan kehendak Allah menjadi orang yang hidup dalam keselamatan Tuhan Yesus, yaitu dikembalikan ke rancangan semula atau menjadi serupa dengan Tuhan Yesus (Rm. 8:28-29).
Tentu sebagai pemberita kebenaran Injil, Paulus sendiri haruslah menunjukkan bagaimana hidup sebagai orang yang telah memiliki keselamatan dalam Yesus Kristus. Tentu Paulus berjuang agar dirinya yang sudah membawa orang kepada kehidupan yang terhindar dari kejahatan, jangan sampai dirinya sendiri ditolak oleh Allah. Itulah sebabnya Paulus juga berjuang melatih tubuhnya dan menguasai seluruhnya. Hal ini memberi pelajaran bagi semua hamba Tuhan, bahwa prestasi pelayanan tidak menentukan kedewasaan rohani dan perkenanan di hadapan Tuhan.
https://overcast.fm/+IqOBRulwM
RH Truth Daily Enlightenment 24 Februari 2019 MENJADI EFEKTIF DALAM PELAYANAN
Dalam tulisan Paulus kepada jemaat Korintus ia menyatakan: “Tetapi aku melatih tubuhku dan menguasainya seluruhnya, supaya sesudah memberitakan Injil kepada orang lain, jangan aku sendiri ditolak” (1Kor. 9:27). Ayat ini telah menimbulkan dan menjadi perdebatan yang hebat para teolog. Satu pihak menyatakan bahwa kata “ditolak” artinya ditolak oleh manusia, sedangkan pihak yang lain mengatakan bahwa ditolak tersebut artinya ditolak oleh Allah. Mana yang benar, Paulus takut ditolak oleh manusia atau Allah? Untuk menjawab ini kita harus melihat seluruh perikop ayat tersebut dan hubungannya dengan ayat sebelum dan sesudahnya. Ini berarti kita harus memperhatikan seluruh ayat dalam 1 Korintus 9 dan 1 Korintus 10.
Banyak kesalahan tafsir yang membangun pandangan doktrin yang salah disebabkan karena seseorang mengambil ayat dan melepaskan dari konteksnya. Seringkali hal ini terjadi dikarenakan hanya untuk membela suatu pandangan yang sudah ada dari seorang teolog masa lalu atau suatu premis dasar yang terlanjur diterima. Banyak teolog yang mempertahankan pandangannya mati-matian bahwa Paulus bukan bermaksud menulis ditolak oleh Allah, tetapi ditolak manusia. Pandangan mereka jadi tidak obyektif dan mereka membela pandangan tersebut secara membabi buta, mengapa? Sebab kalau yang dimaksudkan oleh Paulus ditolak berkenaan dengan penolakan Allah, maka doktrin keselamatan ditentukan oleh pemilihan dan keputusan Allah menjadi gugur. Itulah sebabnya dimunculkan pandangan yang dipaksakan. Mereka mengatakan bahwa Paulus berjuang melatih tubuhnya dan menguasai seluruhnya agar tidak ditolak oleh rasul-rasul atau pemberita Injil lainnya. Oleh sebab itu betapa pentingnya memahami ayat tersebut dengan benar, jujur dan obyektif.
Pandangan yang mengatakan bahwa yang dimaksud Paulus “ditolak” adalah ditolak oleh manusia, adalah pandangan yang benar-benar salah. Ini sangat tidak mungkin sebab Paulus dalam memberitakan Injil tidak memedulikan apakah ia menyenangkan manusia atau tidak (Gal. 1:10). Paulus seorang yang mencari kesukaan Allah, bahkan demi memenangkan jiwa, Paulus tidak mengikuti jejak para rasul lain, ia bekerja mencari nafkah sendiri untuk memenuhi kebutuhan pelayanannya. Di sini kita menemukan kecintaan Paulus kepada Tuhan dan pekerjaan-Nya, sehingga apa pun dia lakukan demi Tuhan dan Kerajaan-Nya.
Paulus bekerja keras agar ia dapat memberitakan Injil dengan efektif. Kerinduannya adalah mendapat bagian dalam pemberitaan Injil (1Kor. 9:23). Kalimat mendapat bagian dalam teks aslinya adalah sugkoinonos (συγκοινωνός), yang artinya bersama-sama dengan para rasul dan pemberitakan Injil lainnya memberitakan kebenaran Firman Tuhan. Pernyataan Paulus ini bukan berarti demi kebersamaan dengan para pemberita Injil lainnya. Dalam hal ini seakan-akan Paulus berjuang melatih tubuhnya dan menguasai seluruhnya supaya diterima oleh rasul-rasul. Hal ini bertentangan dengan karakter Paulus. Paulus mengatakan kalau ada orang yang memberitakan Injil tidak seperti yang diberitakannya -siapa pun dia- agar terkutuk (Gal. 1:8-9). Jangankan rasul atau siapa pun, malaikat pun terkutuk. Hal ini menunjukkan integritas Paulus yang tidak “menjilat,” mengorbankan integritas demi apa pun.
Jika kita membaca dari ayat 1 Korintus 9:1, Paulus menjelaskan mengenai keadaan dirinya dan Barnabas yang tidak memiliki hak sama seperti para rasul-rasul yang lain. Rasul-rasul lain dapat memberitakan Injil dengan istri dan mendapatkan nafkah dari pelayanan. Hal ini sudah menjadi kewajaran bahwa seorang pemberita Injil patut hidup dalam pelayanannya (1Kor. 9:4-14). Tetapi Paulus tidak demikian. Ia bekerja keras dengan tangannya untuk memenuhi biaya pelayanannya (Paulus membuat kemah). Paulus menyatakan bahwa ia bersedia melayani tanpa upah bahkan harus bekerja keras dengan tangannya sendiri, seakan-akan tidak memiliki hak untuk dibebaskan dari pekerjaan tangan (1Kor. 9:6). Paulus tidak mempersoalkan keadaan dirinya tersebut, baginya yang penting dirinya turut bersama-sama dengan mereka memberitakan Injil. Paulus bertindak demikian supaya pelayanan pemberitaan Injil tidak terhalangi atau ada rintangan (1Kor. 9:12). Masalah uang atau biaya pelayanan memang bisa menjadi rintangan pelayanan. Itulah sebabnya Paulus berusaha dengan pengorbanan yang luar biasa menanggulangi tantangan tersebut. Semua yang dilakukan Paulus dimaksudkan agar dirinya efektif dalam pelayanan pemberitaan Injil. Sejarah gereja mencatat karya Paulus memang sangat luar biasa, ia berhasil menjungkirbalikkan dunia kekafiran Eropa.
https://overcast.fm/+IqOD68OOk
Banyak kesalahan tafsir yang membangun pandangan doktrin yang salah disebabkan karena seseorang mengambil ayat dan melepaskan dari konteksnya. Seringkali hal ini terjadi dikarenakan hanya untuk membela suatu pandangan yang sudah ada dari seorang teolog masa lalu atau suatu premis dasar yang terlanjur diterima. Banyak teolog yang mempertahankan pandangannya mati-matian bahwa Paulus bukan bermaksud menulis ditolak oleh Allah, tetapi ditolak manusia. Pandangan mereka jadi tidak obyektif dan mereka membela pandangan tersebut secara membabi buta, mengapa? Sebab kalau yang dimaksudkan oleh Paulus ditolak berkenaan dengan penolakan Allah, maka doktrin keselamatan ditentukan oleh pemilihan dan keputusan Allah menjadi gugur. Itulah sebabnya dimunculkan pandangan yang dipaksakan. Mereka mengatakan bahwa Paulus berjuang melatih tubuhnya dan menguasai seluruhnya agar tidak ditolak oleh rasul-rasul atau pemberita Injil lainnya. Oleh sebab itu betapa pentingnya memahami ayat tersebut dengan benar, jujur dan obyektif.
Pandangan yang mengatakan bahwa yang dimaksud Paulus “ditolak” adalah ditolak oleh manusia, adalah pandangan yang benar-benar salah. Ini sangat tidak mungkin sebab Paulus dalam memberitakan Injil tidak memedulikan apakah ia menyenangkan manusia atau tidak (Gal. 1:10). Paulus seorang yang mencari kesukaan Allah, bahkan demi memenangkan jiwa, Paulus tidak mengikuti jejak para rasul lain, ia bekerja mencari nafkah sendiri untuk memenuhi kebutuhan pelayanannya. Di sini kita menemukan kecintaan Paulus kepada Tuhan dan pekerjaan-Nya, sehingga apa pun dia lakukan demi Tuhan dan Kerajaan-Nya.
Paulus bekerja keras agar ia dapat memberitakan Injil dengan efektif. Kerinduannya adalah mendapat bagian dalam pemberitaan Injil (1Kor. 9:23). Kalimat mendapat bagian dalam teks aslinya adalah sugkoinonos (συγκοινωνός), yang artinya bersama-sama dengan para rasul dan pemberitakan Injil lainnya memberitakan kebenaran Firman Tuhan. Pernyataan Paulus ini bukan berarti demi kebersamaan dengan para pemberita Injil lainnya. Dalam hal ini seakan-akan Paulus berjuang melatih tubuhnya dan menguasai seluruhnya supaya diterima oleh rasul-rasul. Hal ini bertentangan dengan karakter Paulus. Paulus mengatakan kalau ada orang yang memberitakan Injil tidak seperti yang diberitakannya -siapa pun dia- agar terkutuk (Gal. 1:8-9). Jangankan rasul atau siapa pun, malaikat pun terkutuk. Hal ini menunjukkan integritas Paulus yang tidak “menjilat,” mengorbankan integritas demi apa pun.
Jika kita membaca dari ayat 1 Korintus 9:1, Paulus menjelaskan mengenai keadaan dirinya dan Barnabas yang tidak memiliki hak sama seperti para rasul-rasul yang lain. Rasul-rasul lain dapat memberitakan Injil dengan istri dan mendapatkan nafkah dari pelayanan. Hal ini sudah menjadi kewajaran bahwa seorang pemberita Injil patut hidup dalam pelayanannya (1Kor. 9:4-14). Tetapi Paulus tidak demikian. Ia bekerja keras dengan tangannya untuk memenuhi biaya pelayanannya (Paulus membuat kemah). Paulus menyatakan bahwa ia bersedia melayani tanpa upah bahkan harus bekerja keras dengan tangannya sendiri, seakan-akan tidak memiliki hak untuk dibebaskan dari pekerjaan tangan (1Kor. 9:6). Paulus tidak mempersoalkan keadaan dirinya tersebut, baginya yang penting dirinya turut bersama-sama dengan mereka memberitakan Injil. Paulus bertindak demikian supaya pelayanan pemberitaan Injil tidak terhalangi atau ada rintangan (1Kor. 9:12). Masalah uang atau biaya pelayanan memang bisa menjadi rintangan pelayanan. Itulah sebabnya Paulus berusaha dengan pengorbanan yang luar biasa menanggulangi tantangan tersebut. Semua yang dilakukan Paulus dimaksudkan agar dirinya efektif dalam pelayanan pemberitaan Injil. Sejarah gereja mencatat karya Paulus memang sangat luar biasa, ia berhasil menjungkirbalikkan dunia kekafiran Eropa.
https://overcast.fm/+IqOD68OOk
RH Truth Daily Enlightenment 23 Februari 2019 MENENTUKAN KESELAMATAN DIRI SENDIRI
Dari sejarah panjang bangsa Israel keluar dari Mesir ke Kanaan, kita dapat memperoleh pelajaran bagaimana menghindarkan diri dari kegagalan. Bukan hanya kegagalan bisnis, bukan kegagalan berumah tangga, bukan kegagalan studi dan lain sebagainya, tetapi kegagalan diterima di “kemah abadi” atau di Kerajaan Surga. Ini adalah kegagalan yang paling mengerikan dalam kehidupan ini. Kalau gagal yang lain hanya berdampak sementara, tetapi kalau ditolak Tuhan, merupakan kegagalan fatal, abadi dan sangat dahsyat. Firman Tuhan ini kiranya dapat menghindarkan kita dari kegagalan tersebut.
Kegagalan sebagian bangsa Israel mencapai tanah Kanaan bukan karena kesalahan Tuhan. Bukan karena memang sebagian ditentukan Tuhan untuk dapat sampai tanah Kanaan dan yang lain dibiarkan gagal. Tuhan tidak memiliki kejahatan sama sekali, Ia bukan saja pasti tidak mengupayakan kecelakaan bagi umat pilihan-Nya, tetapi ia juga tidak akan membiarkan mereka celaka. Kalau ternyata pada akhirnya ada sebagian bangsa Israel yang gagal mencapai tanah Kanaan, hal itu disebabkan keputusan dan pilihan mereka sendiri.
Tuhan yang memilih Saul sebagai raja, tetapi ternyata Saul tidak menjadi raja yang baik. Ia tidak taat kepada Allah. Ia harus diturunkan dari takhtanya dan Daud menggantikan takhtanya. Apakah dalam hal ini Allah salah atau gagal memilih Saul? Kalau kita ikuti perjalanan kisah pemilihan Saul sebagai raja, Saul dipilih Tuhan sebagai raja dengan tanda yang jelas (1Sam. 9-10). Saul juga bukan orang yang jahat. Ia berprestasi dalam pemerintahannya (1Sam. 11). Tetapi ketidaktaatannya yang “kelihatannya kecil” telah menjatuhkannya dan membuat ia terbuang (1Sam. 13). Tentu Tuhan tidak merancang penolakan-Nya terhadap Saul, Saullah yang menentukan nasib takhtanya.
Demikian pula dalam kehidupan manusia pada umumnya, apakah seseorang pada akhirnya sampai Kerajaan Bapa atau di langit baru dan bumi yang baru atau tidak, bukanlah ditentukan oleh Tuhan tetapi pilihan dan keputusan manusia itu sendiri. Firman Tuhan jelas sekali berkata bahwa Ia tidak menghendaki seorang pun binasa (2Ptr. 3:9). Ia menginginkan semua orang berbalik dan bertobat, tetapi kalau manusianya menolak bertobat, Tuhan tidak memaksa seseorang untuk berbalik dan bertobat. Hal ini sama dengan bahwa Tuhan tidak menghendaki Adam dan Hawa memetik buah yang dilarang untuk dimakan, tetapi Tuhan tidak memaksa mereka untuk tidak memetiknya.
Tuhan juga tidak menghalangi ketika mereka memang berniat dengan kesadaran untuk memetiknya. Jadi, Tuhan tidak menentukan siapa yang akan binasa dan yang akan selamat. Manusia yang menentukan takdirnya sendiri. Nasib sebagian bangsa Israel yang keluar dari Mesir menuju Kanaan -yang pada akhirnya membuat mereka tidak menginjak tanah Kanaan- disebabkan karena kesalahan mereka sendiri. Mereka sendiri yang menentukan takdirnya. Tuhan bukan tidak sanggup memimpin bangsa Israel sampai tanah Kanaan, Tuhan juga bukan bermaksud menewaskan mereka di padang gurun. Sesungguhnya Tuhan hendak memenuhi janji-Nya kepada Abraham -yaitu menempatkan keturunan Abraham agar dapat menduduki dan mendiami tanah yang Allah janjikan- tetapi karena pemberontakan mereka, maka mereka tidak sampai tanah Kanaan.
Tuhan memilih bangsa Israel agar dapat keluar dari Mesir untuk ditempatkan di Kanaan, Tanah Perjanjian, tetapi ternyata sebagian besar mereka mati di padang gurun (1Kor. 10:5-6, 11-12). Kegagalan tersebut apakah disebabkan oleh pihak Tuhan (karena Tuhan tidak sanggup memindahkan bangsa itu ke Mesir) atau karena bangsa Israel sendiri yang keras kepala? Dalam Ibrani 3:7-11 dikemukakan bahwa bangsa Israel mengeraskan hati tidak mau taat kepada Allah, walaupun selama 40 tahun mereka telah melihat perbuatan-perbuatan ajaib yang luar biasa dari Tuhan dan Tuhan dengan sangat penuh perhatian telah menuntun mereka. Hal ini menunjukkan bahwa kegagalan mereka sampai tanah Kanaan sebab mereka keras kepala dan tidak tunduk kepada Tuhan.
Berkenaan dengan hal ini Tuhan berfirman bahwa semua itu menjadi pelajaran bagi kita yang hidup di zaman sekarang ini (1Kor. 10:11-12). Dalam hal ini jelas sekali, Firman Tuhan menunjukkan kepada kita bahwa apa yang terjadi dalam kehidupan bangsa Israel tersebut -khususnya kegagalan sebagian bangsa Israel sampai tanah Kanaan- menjadi gambaran kehidupan orang percaya dalam mencapai Kerajaan Surga. Kalau ada sebagian orang Kristen keras kepala dan tidak tunduk kepada kehendak Tuhan seperti bangsa Israel, maka sudah pasti Tuhan tidak akan mengizinkan mereka masuk Kerajaan Surga.
https://overcast.fm/+IqOAPVIho
Kegagalan sebagian bangsa Israel mencapai tanah Kanaan bukan karena kesalahan Tuhan. Bukan karena memang sebagian ditentukan Tuhan untuk dapat sampai tanah Kanaan dan yang lain dibiarkan gagal. Tuhan tidak memiliki kejahatan sama sekali, Ia bukan saja pasti tidak mengupayakan kecelakaan bagi umat pilihan-Nya, tetapi ia juga tidak akan membiarkan mereka celaka. Kalau ternyata pada akhirnya ada sebagian bangsa Israel yang gagal mencapai tanah Kanaan, hal itu disebabkan keputusan dan pilihan mereka sendiri.
Tuhan yang memilih Saul sebagai raja, tetapi ternyata Saul tidak menjadi raja yang baik. Ia tidak taat kepada Allah. Ia harus diturunkan dari takhtanya dan Daud menggantikan takhtanya. Apakah dalam hal ini Allah salah atau gagal memilih Saul? Kalau kita ikuti perjalanan kisah pemilihan Saul sebagai raja, Saul dipilih Tuhan sebagai raja dengan tanda yang jelas (1Sam. 9-10). Saul juga bukan orang yang jahat. Ia berprestasi dalam pemerintahannya (1Sam. 11). Tetapi ketidaktaatannya yang “kelihatannya kecil” telah menjatuhkannya dan membuat ia terbuang (1Sam. 13). Tentu Tuhan tidak merancang penolakan-Nya terhadap Saul, Saullah yang menentukan nasib takhtanya.
Demikian pula dalam kehidupan manusia pada umumnya, apakah seseorang pada akhirnya sampai Kerajaan Bapa atau di langit baru dan bumi yang baru atau tidak, bukanlah ditentukan oleh Tuhan tetapi pilihan dan keputusan manusia itu sendiri. Firman Tuhan jelas sekali berkata bahwa Ia tidak menghendaki seorang pun binasa (2Ptr. 3:9). Ia menginginkan semua orang berbalik dan bertobat, tetapi kalau manusianya menolak bertobat, Tuhan tidak memaksa seseorang untuk berbalik dan bertobat. Hal ini sama dengan bahwa Tuhan tidak menghendaki Adam dan Hawa memetik buah yang dilarang untuk dimakan, tetapi Tuhan tidak memaksa mereka untuk tidak memetiknya.
Tuhan juga tidak menghalangi ketika mereka memang berniat dengan kesadaran untuk memetiknya. Jadi, Tuhan tidak menentukan siapa yang akan binasa dan yang akan selamat. Manusia yang menentukan takdirnya sendiri. Nasib sebagian bangsa Israel yang keluar dari Mesir menuju Kanaan -yang pada akhirnya membuat mereka tidak menginjak tanah Kanaan- disebabkan karena kesalahan mereka sendiri. Mereka sendiri yang menentukan takdirnya. Tuhan bukan tidak sanggup memimpin bangsa Israel sampai tanah Kanaan, Tuhan juga bukan bermaksud menewaskan mereka di padang gurun. Sesungguhnya Tuhan hendak memenuhi janji-Nya kepada Abraham -yaitu menempatkan keturunan Abraham agar dapat menduduki dan mendiami tanah yang Allah janjikan- tetapi karena pemberontakan mereka, maka mereka tidak sampai tanah Kanaan.
Tuhan memilih bangsa Israel agar dapat keluar dari Mesir untuk ditempatkan di Kanaan, Tanah Perjanjian, tetapi ternyata sebagian besar mereka mati di padang gurun (1Kor. 10:5-6, 11-12). Kegagalan tersebut apakah disebabkan oleh pihak Tuhan (karena Tuhan tidak sanggup memindahkan bangsa itu ke Mesir) atau karena bangsa Israel sendiri yang keras kepala? Dalam Ibrani 3:7-11 dikemukakan bahwa bangsa Israel mengeraskan hati tidak mau taat kepada Allah, walaupun selama 40 tahun mereka telah melihat perbuatan-perbuatan ajaib yang luar biasa dari Tuhan dan Tuhan dengan sangat penuh perhatian telah menuntun mereka. Hal ini menunjukkan bahwa kegagalan mereka sampai tanah Kanaan sebab mereka keras kepala dan tidak tunduk kepada Tuhan.
Berkenaan dengan hal ini Tuhan berfirman bahwa semua itu menjadi pelajaran bagi kita yang hidup di zaman sekarang ini (1Kor. 10:11-12). Dalam hal ini jelas sekali, Firman Tuhan menunjukkan kepada kita bahwa apa yang terjadi dalam kehidupan bangsa Israel tersebut -khususnya kegagalan sebagian bangsa Israel sampai tanah Kanaan- menjadi gambaran kehidupan orang percaya dalam mencapai Kerajaan Surga. Kalau ada sebagian orang Kristen keras kepala dan tidak tunduk kepada kehendak Tuhan seperti bangsa Israel, maka sudah pasti Tuhan tidak akan mengizinkan mereka masuk Kerajaan Surga.
https://overcast.fm/+IqOAPVIho
Kamis, 21 Februari 2019
RH Truth Daily Enlightenment 22 Februari 2019 KESELAMATAN HARUS DIRESPONI
Dalam percakapan antara Tuhan dan Abraham mengenai rencana Tuhan membinasakan Sodom dan Gomora, Tuhan tidak menetapkan istri Lot binasa (Kej. 18:16-33). Bahkan malaikat yang diutus Tuhan menyelamatkan Lot dan keluarganya, serta mendesak Lot untuk mengajak kaumnya yang lain yang mau diselamatkan (Kej. 19). Dengan demikian tidak mungkin Tuhan menetapkan istri Lot untuk binasa dan tidak mungkin pula istri Lot dibuat Tuhan untuk tidak bisa menerima anugerah keselamatan, sementara anggota keluarga yang lain dibuat tidak bisa menolak anugerah-Nya. Tentu saja Tuhan mengasihi semua keluarga Lot dan merencanakan semuanya selamat dari bencana dan tentu saja termasuk istri Lot. Jadi, Tuhan tidak menghendaki seorang pun binasa. Kalau istri Lot gagal menerima usaha penyelamatan dari Allah, itu karena pilihan dan keputusannya sendiri.
Fakta ini penting bagi orang percaya di zaman Perjanjian Baru. Itulah sebabnya Tuhan Yesus memunculkan fakta ini dalam pengajaran-Nya (Luk. 17:32). Mengapa Tuhan Yesus menyebut istri Lot dalam pengajaran-Nya? Kalau kita memperhatikan ayat sebelum dan sesudahnya (Luk. 17:22-37), Tuhan Yesus menunjukkan pola hidup manusia akhir zaman yang tidak memedulikan keselamatan jiwanya: Mereka makan dan minum, mereka membeli dan menjual, mereka menanam dan membangun. Mereka sibuk sendiri dan tidak memedulikan keselamatan. Seperti zaman Lot, mereka tidak menyadari hujan belerang dan api akan menimpa mereka. Mereka menolak diungsikan. Walaupun Lot sudah memberitahu mereka akan datangnya penghukuman itu. Demikian pula dengan manusia hari ini, mereka menolak menerima keselamatan bukan karena dibuat tidak bisa menerima keselamatan atau anugerah, tetapi karena kehendaknya sendiri menolak anugerah Tuhan tersebut.
Kondisi manusia pada zaman Lot dan Nuh paralel dengan manusia menjelang kedatangan Tuhan Yesus nanti. Manusia mau menyelamatkan nyawa (psyke), mengumbar keinginan jiwanya yang tidak sesuai dengan kehendak Allah. Dalam Lukas 17:31 dituliskan, “Barangsiapa pada hari itu sedang di peranginan di atas rumah dan barang-barangnya ada di dalam rumah, janganlah ia turun untuk mengambilnya, dan demikian juga orang yang sedang di ladang, janganlah ia kembali.” Tuhan memperingatkan beberapa kali: “Janganlah… jangan.” Larangan ini menunjukkan bahwa manusia bisa menerima anugerah atau menolaknya. Faktanya banyak manusia menolak, sehingga tidak bisa diselamatkan. Tidak bisa diselamatkan karena tidak menghargai kesempatan yang Tuhan berikan. Dalam hal ini keselamatan harus diresponi oleh setiap individu sebab seseorang memiliki peluang untuk menerima atau menolak. Kalau pada zaman Lot dan Nuh keselamatan berbicara mengenai keselamatan jasmani dari api dan air bah, tetapi pada zaman Perjanjian Baru keselamatan berorientasi pada keselamatan jiwa abadi, yaitu surga kekal atau neraka kekal.
Tuhan memilih bangsa Israel agar dapat keluar dari Mesir untuk ditempatkan di Kanaan, tanah perjanjian, tetapi ternyata sebagian besar mereka mati di padang gurun (1Kor. 10:5-6, 11-12). Kegagalan tersebut apakah disebabkan oleh pihak Tuhan (karena Tuhan tidak sanggup memindahkan bangsa itu ke Mesir) atau karena bangsa Israel sendiri yang keras kepala? Fakta ini penting bagi orang percaya di zaman Perjanjian Baru. Itulah sebabnya Perjanjian Baru memunculkan fakta ini dalam pengajaran Tuhan Yesus. Dalam Ibrani 3:7-9 dikemukakan bahwa bangsa Israel mengeraskan hati tidak mau taat kepada Allah, walaupun selama 40 tahun mereka telah melihat perbuatan-perbuatan Tuhan. Dari tulisan ini nampak bahwa Tuhan sudah “berusaha” menunjukkan perbuatan besar-Nya agar mereka dengar-dengaran, tetapi ternyata mereka memutuskan tidak percaya.
Seharusnya dengan melihat perbuatan Tuhan, mereka bisa bertobat. Tetapi ternyata mereka keras kepala. Dalam kaitan dengan ini, tidak ditemukan penjelasan bahwa Tuhan mengeraskan hati mereka supaya tidak selamat. Kecuali setelah berulang-ulang Tuhan memberi kesempatan mereka untuk bertobat -tetapi mereka tidak bertobat- maka Tuhan bisa mengeraskan hati mereka. Kasus ini sangat berbeda dengan orang-orang yang hatinya dikeraskan oleh Tuhan, terutama bangsa-bangsa kafir atau orang-orang yang tidak layak menerima anugerah karena kejahatan mereka (Yos. 11:20; Kel. 4:21; 7:3; 9:12; 10:1,20,27; 11:10,14,17). Kalau dalam berbagai kesempatan Tuhan mengeraskan hati orang-orang tertentu, hal ini hendaknya tidak menjadi ukuran umum. Tuhan pasti memiliki alasan mengapa hati seseorang harus dikeraskan. Seperti hati Firaun dikeraskan oleh Tuhan, sebab memang pada dasarnya Firaun tidak akan melepaskan bangsa Israel keluar dari Mesir (Kel. 3:19).
https://overcast.fm/+IqOAVmynw
Fakta ini penting bagi orang percaya di zaman Perjanjian Baru. Itulah sebabnya Tuhan Yesus memunculkan fakta ini dalam pengajaran-Nya (Luk. 17:32). Mengapa Tuhan Yesus menyebut istri Lot dalam pengajaran-Nya? Kalau kita memperhatikan ayat sebelum dan sesudahnya (Luk. 17:22-37), Tuhan Yesus menunjukkan pola hidup manusia akhir zaman yang tidak memedulikan keselamatan jiwanya: Mereka makan dan minum, mereka membeli dan menjual, mereka menanam dan membangun. Mereka sibuk sendiri dan tidak memedulikan keselamatan. Seperti zaman Lot, mereka tidak menyadari hujan belerang dan api akan menimpa mereka. Mereka menolak diungsikan. Walaupun Lot sudah memberitahu mereka akan datangnya penghukuman itu. Demikian pula dengan manusia hari ini, mereka menolak menerima keselamatan bukan karena dibuat tidak bisa menerima keselamatan atau anugerah, tetapi karena kehendaknya sendiri menolak anugerah Tuhan tersebut.
Kondisi manusia pada zaman Lot dan Nuh paralel dengan manusia menjelang kedatangan Tuhan Yesus nanti. Manusia mau menyelamatkan nyawa (psyke), mengumbar keinginan jiwanya yang tidak sesuai dengan kehendak Allah. Dalam Lukas 17:31 dituliskan, “Barangsiapa pada hari itu sedang di peranginan di atas rumah dan barang-barangnya ada di dalam rumah, janganlah ia turun untuk mengambilnya, dan demikian juga orang yang sedang di ladang, janganlah ia kembali.” Tuhan memperingatkan beberapa kali: “Janganlah… jangan.” Larangan ini menunjukkan bahwa manusia bisa menerima anugerah atau menolaknya. Faktanya banyak manusia menolak, sehingga tidak bisa diselamatkan. Tidak bisa diselamatkan karena tidak menghargai kesempatan yang Tuhan berikan. Dalam hal ini keselamatan harus diresponi oleh setiap individu sebab seseorang memiliki peluang untuk menerima atau menolak. Kalau pada zaman Lot dan Nuh keselamatan berbicara mengenai keselamatan jasmani dari api dan air bah, tetapi pada zaman Perjanjian Baru keselamatan berorientasi pada keselamatan jiwa abadi, yaitu surga kekal atau neraka kekal.
Tuhan memilih bangsa Israel agar dapat keluar dari Mesir untuk ditempatkan di Kanaan, tanah perjanjian, tetapi ternyata sebagian besar mereka mati di padang gurun (1Kor. 10:5-6, 11-12). Kegagalan tersebut apakah disebabkan oleh pihak Tuhan (karena Tuhan tidak sanggup memindahkan bangsa itu ke Mesir) atau karena bangsa Israel sendiri yang keras kepala? Fakta ini penting bagi orang percaya di zaman Perjanjian Baru. Itulah sebabnya Perjanjian Baru memunculkan fakta ini dalam pengajaran Tuhan Yesus. Dalam Ibrani 3:7-9 dikemukakan bahwa bangsa Israel mengeraskan hati tidak mau taat kepada Allah, walaupun selama 40 tahun mereka telah melihat perbuatan-perbuatan Tuhan. Dari tulisan ini nampak bahwa Tuhan sudah “berusaha” menunjukkan perbuatan besar-Nya agar mereka dengar-dengaran, tetapi ternyata mereka memutuskan tidak percaya.
Seharusnya dengan melihat perbuatan Tuhan, mereka bisa bertobat. Tetapi ternyata mereka keras kepala. Dalam kaitan dengan ini, tidak ditemukan penjelasan bahwa Tuhan mengeraskan hati mereka supaya tidak selamat. Kecuali setelah berulang-ulang Tuhan memberi kesempatan mereka untuk bertobat -tetapi mereka tidak bertobat- maka Tuhan bisa mengeraskan hati mereka. Kasus ini sangat berbeda dengan orang-orang yang hatinya dikeraskan oleh Tuhan, terutama bangsa-bangsa kafir atau orang-orang yang tidak layak menerima anugerah karena kejahatan mereka (Yos. 11:20; Kel. 4:21; 7:3; 9:12; 10:1,20,27; 11:10,14,17). Kalau dalam berbagai kesempatan Tuhan mengeraskan hati orang-orang tertentu, hal ini hendaknya tidak menjadi ukuran umum. Tuhan pasti memiliki alasan mengapa hati seseorang harus dikeraskan. Seperti hati Firaun dikeraskan oleh Tuhan, sebab memang pada dasarnya Firaun tidak akan melepaskan bangsa Israel keluar dari Mesir (Kel. 3:19).
https://overcast.fm/+IqOAVmynw
RH Truth Daily Enlightenment 21 Februari 2019 KESEMPATAN DISELAMATKAN
Dalam kisah Nuh, Tuhan bukan hanya berniat menyelamatkan keluarga Nuh, tetapi juga orang-orang yang mau masuk ke dalam bahtera, tetapi orang-orang pada zamannya menolak dan tidak mau taat (Kej. 6-8; 1Ptr. 3:20). Pada zaman Nuh orang sibuk makan dan minum, kawin dan mengawinkan sampai tidak memedulikan keselamatan. Dalam Alkitab, Nuh disebut sebagai pemberita kebenaran (2Ptr. 2:5). Tentu Nuh sudah berusaha mengajak orang-orang untuk ikut “proyek penyelamatan”, tetapi ternyata tidak ada yang mau atau mereka semua menolak (1Ptr. 3:20). Dikatakan pula dalam 1 Petrus 3:20, bahwa Tuhan dengan sabar menantikan mereka untuk bertobat sementara Nuh membuat bahtera.
Bertahun-tahun Nuh memberitakan kebenaran atau seruan pertobatan dan Tuhan dengan sabar menunggu mereka untuk mengubah hati agar ikut proyek keselamatan bersama Nuh, tetapi mereka tetap mengeraskan hati. Sehingga Tuhan membinasakan mereka semua. Bahtera itu adalah jalan keselamatan agar mereka terhindar dari malapetaka. Bahtera itu adalah kasih karunia Tuhan untuk manusia pada waktu itu. Tetapi mereka menolaknya. Mereka dapat menolak apa yang baik yang Tuhan sediakan bagi mereka. Hal ini mengisyaratkan sangat jelas dan tidak terbantahkan bahwa manusia bisa menolak apa yang ditawarkan oleh Tuhan.
Yesus mengutip fenomena ini dalam pengajaran-Nya yang ditulis dalam Lukas 17:26-27 sebagai berikut: “Dan sama seperti terjadi pada zaman Nuh, demikian pulalah halnya kelak pada hari-hari Anak Manusia: Mereka makan dan minum, mereka kawin dan dikawinkan, sampai kepada hari Nuh masuk ke dalam bahtera, lalu datanglah air bah dan membinasakan mereka semua.” Fakta ini penting bagi orang percaya di zaman Perjanjian Baru. Itulah sebabnya Tuhan Yesus memunculkan fakta ini dalam pengajaran-Nya. Mengapa Tuhan Yesus menyebut-nyebut Nuh dalam pengajaran-Nya?
Kalau Tuhan mengutip kisah tersebut berarti kisah tersebut memuat kebenaran yang bisa dikenakan kepada manusia sepanjang zaman dan segala tempat. Tuhan Yesus menunjukkan pola hidup manusia akhir zaman seperti manusia pada zaman Nuh yang tidak memedulikan keselamatan jiwanya, dimana orang sibuk makan minum, kawin-mengawinkan. Alkitab mencatat bahwa sama seperti terjadi pada zaman Nuh, demikian pulalah halnya kelak pada hari-hari Anak Manusia: Mereka makan dan minum, mereka kawin dan mengawinkan, sampai kepada hari Nuh masuk ke dalam bahtera. Nuh memberitakan berita keselamatan, tetapi orang-orang itu menolak. Sehingga ketika air bah datang, maka mereka semua binasa. Kebinasaan itu bukan penentuan Tuhan, tetapi pilihan mereka.
Hal tersebut sama dengan Tuhan yang juga memberi kesempatan manusia hari ini untuk bertobat dan diselamatkan. Tuhan dengan sangat serius berusaha menyelamatkan manusia agar tidak binasa. Tuhan tidak hanya berusaha menyelamatkan sebagian manusia dengan memberi kasih karunia kepada sebagian orang dan mengunci sebagian dari mereka supaya tidak dapat menolak kasih karunia-Nya, tetapi Tuhan tidak menghendaki seorang pun binasa (2Ptr. 3:9). Memang faktanya sebagian besar manusia menolak. Hal ini menunjukkan bahwa manusia hari ini memang memiliki kesempatan dan hak untuk menolak anugerah masuk proyek bahtera keselamatan dalam Yesus Kristus. Kebinasaan itu bukan penentuan Tuhan, tetapi pilihan masing-masing individu.
Kebenaran yang dapat kita peroleh dari kisah tersebut adalah bahwa penolakan terhadap panggilan untuk membangun bahtera kehidupan sesuai pola Tuhan berarti kebinasaan. Orang percaya harus membangun kehidupannya sesuai dengan pola bangunan yang ditunjukkan oleh Yesus, yaitu diri-Nya sendiri. Seperti Nuh membangun bahtera sesuai dengan pola Tuhan, demikian pula orang percaya membangun bangunan bahtera hidupnya sesuai dengan pola Tuhan. Untuk ini, orang percaya harus belajar untuk mengerti bagaimana pola bangunan hidup yang sesuai dengan Tuhan Yesus.
Di zaman ini di mana banyak orang telah kehilangan gambar diri, dikarenakan oleh dunia yang telah merusak gambar diri banyak orang -termasuk orang Kristen- maka mereka tidak memiliki model yang harus diteladani. Banyak orang Kristen memiliki gambar diri yang tidak sesuai dengan pola atau gambar diri yang dikehendaki oleh Tuhan. Melalui kebenaran ini kiranya kita disadarkan untuk mulai membangun diri sesuai dengan gambar atau rupa Kristus. Pada akhirnya inilah prestasi kehidupan yang menjadi harta abadi seseorang.
https://overcast.fm/+IqOCsCx6Q
Bertahun-tahun Nuh memberitakan kebenaran atau seruan pertobatan dan Tuhan dengan sabar menunggu mereka untuk mengubah hati agar ikut proyek keselamatan bersama Nuh, tetapi mereka tetap mengeraskan hati. Sehingga Tuhan membinasakan mereka semua. Bahtera itu adalah jalan keselamatan agar mereka terhindar dari malapetaka. Bahtera itu adalah kasih karunia Tuhan untuk manusia pada waktu itu. Tetapi mereka menolaknya. Mereka dapat menolak apa yang baik yang Tuhan sediakan bagi mereka. Hal ini mengisyaratkan sangat jelas dan tidak terbantahkan bahwa manusia bisa menolak apa yang ditawarkan oleh Tuhan.
Yesus mengutip fenomena ini dalam pengajaran-Nya yang ditulis dalam Lukas 17:26-27 sebagai berikut: “Dan sama seperti terjadi pada zaman Nuh, demikian pulalah halnya kelak pada hari-hari Anak Manusia: Mereka makan dan minum, mereka kawin dan dikawinkan, sampai kepada hari Nuh masuk ke dalam bahtera, lalu datanglah air bah dan membinasakan mereka semua.” Fakta ini penting bagi orang percaya di zaman Perjanjian Baru. Itulah sebabnya Tuhan Yesus memunculkan fakta ini dalam pengajaran-Nya. Mengapa Tuhan Yesus menyebut-nyebut Nuh dalam pengajaran-Nya?
Kalau Tuhan mengutip kisah tersebut berarti kisah tersebut memuat kebenaran yang bisa dikenakan kepada manusia sepanjang zaman dan segala tempat. Tuhan Yesus menunjukkan pola hidup manusia akhir zaman seperti manusia pada zaman Nuh yang tidak memedulikan keselamatan jiwanya, dimana orang sibuk makan minum, kawin-mengawinkan. Alkitab mencatat bahwa sama seperti terjadi pada zaman Nuh, demikian pulalah halnya kelak pada hari-hari Anak Manusia: Mereka makan dan minum, mereka kawin dan mengawinkan, sampai kepada hari Nuh masuk ke dalam bahtera. Nuh memberitakan berita keselamatan, tetapi orang-orang itu menolak. Sehingga ketika air bah datang, maka mereka semua binasa. Kebinasaan itu bukan penentuan Tuhan, tetapi pilihan mereka.
Hal tersebut sama dengan Tuhan yang juga memberi kesempatan manusia hari ini untuk bertobat dan diselamatkan. Tuhan dengan sangat serius berusaha menyelamatkan manusia agar tidak binasa. Tuhan tidak hanya berusaha menyelamatkan sebagian manusia dengan memberi kasih karunia kepada sebagian orang dan mengunci sebagian dari mereka supaya tidak dapat menolak kasih karunia-Nya, tetapi Tuhan tidak menghendaki seorang pun binasa (2Ptr. 3:9). Memang faktanya sebagian besar manusia menolak. Hal ini menunjukkan bahwa manusia hari ini memang memiliki kesempatan dan hak untuk menolak anugerah masuk proyek bahtera keselamatan dalam Yesus Kristus. Kebinasaan itu bukan penentuan Tuhan, tetapi pilihan masing-masing individu.
Kebenaran yang dapat kita peroleh dari kisah tersebut adalah bahwa penolakan terhadap panggilan untuk membangun bahtera kehidupan sesuai pola Tuhan berarti kebinasaan. Orang percaya harus membangun kehidupannya sesuai dengan pola bangunan yang ditunjukkan oleh Yesus, yaitu diri-Nya sendiri. Seperti Nuh membangun bahtera sesuai dengan pola Tuhan, demikian pula orang percaya membangun bangunan bahtera hidupnya sesuai dengan pola Tuhan. Untuk ini, orang percaya harus belajar untuk mengerti bagaimana pola bangunan hidup yang sesuai dengan Tuhan Yesus.
Di zaman ini di mana banyak orang telah kehilangan gambar diri, dikarenakan oleh dunia yang telah merusak gambar diri banyak orang -termasuk orang Kristen- maka mereka tidak memiliki model yang harus diteladani. Banyak orang Kristen memiliki gambar diri yang tidak sesuai dengan pola atau gambar diri yang dikehendaki oleh Tuhan. Melalui kebenaran ini kiranya kita disadarkan untuk mulai membangun diri sesuai dengan gambar atau rupa Kristus. Pada akhirnya inilah prestasi kehidupan yang menjadi harta abadi seseorang.
https://overcast.fm/+IqOCsCx6Q
Selasa, 19 Februari 2019
RH Truth Daily Enlightenment 20 Februari 2019 MENOLAK KEBAIKAN TUHAN
Satu hal yang harus selalu disadari orang percaya dan mencengkeram jiwanya adalah tanggung jawab untuk menjalani hidup Kekristenannya dengan tujuan yang jelas. Tujuan tersebut adalah bagaimana menjadi anak-anak Allah yang dilayakkan masuk menjadi anggota keluarga Kerajaan Surga. Hal ini menjadi isi dan panggilan hidup orang percaya yang tidak boleh digantikan dengan yang lain. Untuk menjadi hal ini seseorang harus berjuang dengan mengerahkan seluruh potensi di dalam dirinya. Keadaan kekekalan seseorang ditentukan bagaimana ia mengisi hari hidupnya.
Ada sekelompok orang Kristen yang meyakini bahwa kalau Allah memilih seseorang untuk diselamatkan, maka orang tersebut tidak bisa menolak pemilihan atau anugerah yang Tuhan berikan (irresistible grace). Apakah benar kalau Allah memilih seseorang, maka orang itu tidak bisa menolak? Seakan-akan manusia itu terkunci oleh suatu dekrit atau ketetapan Tuhan. Menemukan jawaban dari pertanyaan ini, marilah kita memeriksa dengan teliti dan jujur isi Alkitab. Dalam menggali isi Alkitab berkenaan dengan pokok ini hendaknya pikiran bersikap netral, tidak terwarnai oleh warna teologi yang sudah ada. Jika pikiran sudah terwarnai sampai tersandera oleh suatu pandangan teologi -sehingga sampai tidak bisa berpikir obyektif- maka dalam hal ini Roh Kudus tidak akan bisa menuntun dan memperbaharui pikiran seseorang tersebut secara proporsional.
Kalau Tuhan membuat orang tidak bisa menolak anugerah-Nya, maka berarti pula Tuhan menentukan orang-orang tertentu yang tidak bisa menerima anugerah-Nya, yaitu mereka yang ditentukan pasti binasa. Sebab berbicara mengenai kedaulatan Alah yang membuat orang tidak bisa menolak anugerah-Nya, maka pasti ada orang yang berkeadaan sebaliknya. Pandangan ini menciderai Pribadi Allah, sebab Allah dituduh bersikap diskriminatif, tidak adil dan menginginkan kebinasaan sebagian manusia. Dan kalau diperhatikan keadaan manusia hari ini, bagian manusia yang akan binasa adalah bagian terbesar. Bagian terbanyak manusia yang hidup adalah orang-orang yang terkunci dalam dekrit atau ketetapan untuk binasa masuk neraka. Betapa jahatnya allah seperti itu. Tentu sebenarnya tidak demikian. Itu pandangan yang sangat keliru.
Dalam kedaulatan manusia yang memiliki independensi, manusia memiliki hak dan kemampuan untuk menolak kasih karunia. Diawali tindakan Adam menolak nasihat atau tuntunan Tuhan untuk tidak makan buah pengetahuan tentang yang baik dan jahat di taman Eden (Kej. 3). Tentu Adam tidak dirancang untuk makan buah yang terlarang tersebut. Adam dalam independensinya bertindak sesuai dengan kehendak bebasnya, ia makan buah yang sebenarnya bisa dihindari untuk dimakan. Akibat kesalahan Adam dan Hawa mereka membuat bumi terkutuk, mereka menjadi orang terhukum sampai pada kematian dan diusir dari taman Eden. Mereka tidak lagi menikmati keindahan ciptaan Tuhan secara proporsional. Tentu semua ini bukan dalam skenario Allah.
Demikian pula dengan kisah Kain. Kain menolak untuk tidak membunuh adiknya Habel, walaupun Allah sudah memberi peringatan kepadanya (Kej. 4). Sebenarnya Kain bisa menolak dosa yang menguasainya, tetapi ia lebih memilih dikuasai dosa dan menuruti hasratnya. Kain tidak dirancang untuk melakukan pembunuhan tersebut. Dengan kehendak bebasnya, Kain membiarkan hatinya menjadi panas sehingga pembunuhan tersebut terjadi. Akibat perbuatannya tersebut Kain menjadi seorang yang terhukum. Tuhan Berfirman: “…terkutuklah engkau, terbuang jauh dari tanah yang mengangakan mulutnya untuk menerima darah adikmu itu dari tanganmu. Apabila engkau mengusahakan tanah itu, maka tanah itu tidak akan memberikan hasil sepenuhnya lagi kepadamu; engkau menjadi seorang pelarian dan pengembara di bumi” (Kej. 4:11-12). Tragis sekali. Tuhan tidak merancang keadaan tragis tersebut atas hidup Kain. Kain menolak apa yang baik yang disediakan baginya. Hal ini menunjukkan bahwa manusia bisa menolak kebaikan Tuhan.
Allah tidak menghendaki kejatuhan manusia ke dalam dosa. Itulah sebabnya Allah memberi peringatan kepada manusia agar tidak mengkonsumsi buah pengetahun tentang yang baik dan jahat, agar manusia tidak mati. Kehidupan di taman Eden adalah berkat kebaikan Tuhan yang sama dengan kasih karunia, namun Adam memilih keluar dari taman itu. Hal ini menunjukkan bahwa manusia dapat menolak kebaikan Tuhan. Fakta ini bukan bermaksud membuat orang percaya menjadi gusar dan tidak memiliki kepastian keselamatan, tetapi membuat orang percaya untuk bertanggung jawab atas keselamatan yang disediakan atau diberikan oleh Tuhan. Lagi pula, kepastian keselematan tidak boleh hanya dibangun oleh keyakinan, tetapi dibangun dari pergaulan pribadi dengan Tuhan setiap hari, sehingga benar-benar menjadi seorang yang layak menjadi anggota keluarga Kerajaan Surga.
https://overcast.fm/+IqOC2GvMM
Ada sekelompok orang Kristen yang meyakini bahwa kalau Allah memilih seseorang untuk diselamatkan, maka orang tersebut tidak bisa menolak pemilihan atau anugerah yang Tuhan berikan (irresistible grace). Apakah benar kalau Allah memilih seseorang, maka orang itu tidak bisa menolak? Seakan-akan manusia itu terkunci oleh suatu dekrit atau ketetapan Tuhan. Menemukan jawaban dari pertanyaan ini, marilah kita memeriksa dengan teliti dan jujur isi Alkitab. Dalam menggali isi Alkitab berkenaan dengan pokok ini hendaknya pikiran bersikap netral, tidak terwarnai oleh warna teologi yang sudah ada. Jika pikiran sudah terwarnai sampai tersandera oleh suatu pandangan teologi -sehingga sampai tidak bisa berpikir obyektif- maka dalam hal ini Roh Kudus tidak akan bisa menuntun dan memperbaharui pikiran seseorang tersebut secara proporsional.
Kalau Tuhan membuat orang tidak bisa menolak anugerah-Nya, maka berarti pula Tuhan menentukan orang-orang tertentu yang tidak bisa menerima anugerah-Nya, yaitu mereka yang ditentukan pasti binasa. Sebab berbicara mengenai kedaulatan Alah yang membuat orang tidak bisa menolak anugerah-Nya, maka pasti ada orang yang berkeadaan sebaliknya. Pandangan ini menciderai Pribadi Allah, sebab Allah dituduh bersikap diskriminatif, tidak adil dan menginginkan kebinasaan sebagian manusia. Dan kalau diperhatikan keadaan manusia hari ini, bagian manusia yang akan binasa adalah bagian terbesar. Bagian terbanyak manusia yang hidup adalah orang-orang yang terkunci dalam dekrit atau ketetapan untuk binasa masuk neraka. Betapa jahatnya allah seperti itu. Tentu sebenarnya tidak demikian. Itu pandangan yang sangat keliru.
Dalam kedaulatan manusia yang memiliki independensi, manusia memiliki hak dan kemampuan untuk menolak kasih karunia. Diawali tindakan Adam menolak nasihat atau tuntunan Tuhan untuk tidak makan buah pengetahuan tentang yang baik dan jahat di taman Eden (Kej. 3). Tentu Adam tidak dirancang untuk makan buah yang terlarang tersebut. Adam dalam independensinya bertindak sesuai dengan kehendak bebasnya, ia makan buah yang sebenarnya bisa dihindari untuk dimakan. Akibat kesalahan Adam dan Hawa mereka membuat bumi terkutuk, mereka menjadi orang terhukum sampai pada kematian dan diusir dari taman Eden. Mereka tidak lagi menikmati keindahan ciptaan Tuhan secara proporsional. Tentu semua ini bukan dalam skenario Allah.
Demikian pula dengan kisah Kain. Kain menolak untuk tidak membunuh adiknya Habel, walaupun Allah sudah memberi peringatan kepadanya (Kej. 4). Sebenarnya Kain bisa menolak dosa yang menguasainya, tetapi ia lebih memilih dikuasai dosa dan menuruti hasratnya. Kain tidak dirancang untuk melakukan pembunuhan tersebut. Dengan kehendak bebasnya, Kain membiarkan hatinya menjadi panas sehingga pembunuhan tersebut terjadi. Akibat perbuatannya tersebut Kain menjadi seorang yang terhukum. Tuhan Berfirman: “…terkutuklah engkau, terbuang jauh dari tanah yang mengangakan mulutnya untuk menerima darah adikmu itu dari tanganmu. Apabila engkau mengusahakan tanah itu, maka tanah itu tidak akan memberikan hasil sepenuhnya lagi kepadamu; engkau menjadi seorang pelarian dan pengembara di bumi” (Kej. 4:11-12). Tragis sekali. Tuhan tidak merancang keadaan tragis tersebut atas hidup Kain. Kain menolak apa yang baik yang disediakan baginya. Hal ini menunjukkan bahwa manusia bisa menolak kebaikan Tuhan.
Allah tidak menghendaki kejatuhan manusia ke dalam dosa. Itulah sebabnya Allah memberi peringatan kepada manusia agar tidak mengkonsumsi buah pengetahun tentang yang baik dan jahat, agar manusia tidak mati. Kehidupan di taman Eden adalah berkat kebaikan Tuhan yang sama dengan kasih karunia, namun Adam memilih keluar dari taman itu. Hal ini menunjukkan bahwa manusia dapat menolak kebaikan Tuhan. Fakta ini bukan bermaksud membuat orang percaya menjadi gusar dan tidak memiliki kepastian keselamatan, tetapi membuat orang percaya untuk bertanggung jawab atas keselamatan yang disediakan atau diberikan oleh Tuhan. Lagi pula, kepastian keselematan tidak boleh hanya dibangun oleh keyakinan, tetapi dibangun dari pergaulan pribadi dengan Tuhan setiap hari, sehingga benar-benar menjadi seorang yang layak menjadi anggota keluarga Kerajaan Surga.
https://overcast.fm/+IqOC2GvMM
RH Truth Daily Enlightenment 19 Februari 2019 BUKAN PROMOSI KUASA-NYA
Sangatlah logis kalau di dalam dunia yang semakin sulit -karena berbagai krisis kehidupan- membuat banyak orang berbondong-bondong ke gereja untuk menemukan jalan keluar dari segala persoalan hidup “fana”. Persoalan hidup fana tersebut antara lain problem kesehatan, ekonomi, karir, rumah tangga, jodoh dan lain sebagainya. Jika dunia mengalami banyak kesulitan, biasanya orang mencari agama sebagai solusinya. Hal ini harus dipandang sebagai peluang yang sangat baik untuk memberitakan Injil dan menangkap jiwa-jiwa masuk ke dalam Kerajaan Tuhan. Tetapi jangan sampai gereja terjebak -seperti kebiasaan banyak gereja- yang hanya mempromosikan kuasa Tuhan sebagai solusi kehidupan yang sukar tersebut.
Banyak orang pergi ke gereja untuk menemukan jalan keluar dari persoalan hidup. Gereja menyambut dan mendoakan mereka. Tidak sedikit yang menemukan jalan keluar dari berbagai masalah hidup tersebut. Dari pihak gereja tentu menyediakan pelayanan holistik yang melibatkan berbagai bentuk bantuan untuk melicinkan jalannya misi, seperti pelayanan kesehatan, pendidikan umum, penyuluhan pertanian, perikanan dan lain sebagainya. Tetapi apakah sampai di sini keselamatan itu? Apakah ini Injil sepenuh? Hanya untuk inikah pelayanan gereja? Mereka yang menerima solusi dari persoalan hidup fana tersebut masih dalam pola pikir yang belum diperbaharui atau belum ditransformasi, sebab pada umumnya mereka adalah orang-orang yang salah asuh (dunia yang sesat telah mengasuh mereka).
Setelah ditebus oleh darah Yesus, seseorang harus mulai memperkarakan: Untuk apa semua sukses yang diperoleh ini? Dan untuk siapa? Tentu tidaklah salah dapat menjadi dokter, pengusaha kaya, insinyur dan lain sebagainya. Tetapi persoalannya adalah untuk siapa semua kesuksesan hidup yang didapat tersebut? Sebab Tuhan telah membeli orang percaya dengan darah yang mahal. Sekarang hidupnya bukan miliknya lagi, tetapi milik Tuhan. Seharusnya seluruh hidup orang percaya yang sudah ditebus diabdikan sepenuhnya bagi Tuhan. Untuk mengerti tujuan hidup ini, pikiran seseorang harus mengalami pendewasaan untuk memiliki pikiran dan perasaan Kristus atau menjadi manusia Allah agar dapat menjadi anggota keluarga Kerajaan.
Bagaimanapun, dunia bukanlah tempat hunian yang ideal. Sekalipun semua kebutuhan jasmani terpenuhi dan seseorang bisa hidup dalam ketenangan tanpa masalah apa pun, sesungguhnya ia pun juga tidak menikmati kebahagiaan yang sejati. Keadaan nyaman tersebut justru sangat berbahaya karena menempatkan seseorang di tempat yang rawan untuk menjadi mangsa kuasa kegelapan dan tergiring dalam kegelapan abadi. Faktanya, tidak mungkin hidup di bumi ini tanpa persoalan yang menyakitkan. Harus diingat bahwa dunia ini adalah produk yang gagal atau rusak karena kejatuhan manusia dalam dosa. Dunia akan selalu diwarnai kemiskinan, sakit penyakit, pertikaian, perang, krisis ekonomi, bencana alam, dan lain sebagainya. Sebenarnya, orang percaya dipanggil Tuhan untuk mewarisi langit baru bumi baru di mana tidak ada persoalan yang menyakitkan. Oleh sebab itu, pelayanan gereja tidak boleh menekankan pemenuhan kebutuhan jasmani.
Pelayanan gereja harus menekankan pembaharuan pikiran, sehingga jemaat diajar untuk memiliki pikiran dan perasaan Kristus supaya layak menjadi anggota keluarga Kerajaan Allah. Dalam hal ini betapa penting pembaharuan pikiran setiap hari. Oleh sebab itu pelayanan pastoral menjadi fasilitas tuntunan proses pembaharuan pikiran. Karenanya, pemberitaan Firman Tuhan dalam kebaktian haruslah meningkat makin keras dalam kualitas atau bobotnya. Hal ini disesuaikan dengan perjalanan umur rohani atau kedewasaan jemaat. Akhirnya jemaat membutuhkan Tuhan bukan karena masalah pemenuhan jasmani, tetapi karena mau menjadi anak-anak Allah yang layak masuk menjadi anggota keluarga Kerajaan-Nya.
Proses pembaharuan pikiran jemaat menjadi tugas gereja yang harus diselenggarakan secara terus menerus, tidak boleh digantikan dengan promosi kuasa Tuhan dan berkat jasmani untuk menarik perhatian jemaat supaya datang ke gereja. Apabila pikiran jemaat sudah terkontaminasi dengan menitikberatkan kepada pemenuhan kebutuhan jasmani, maka proses pembaharuan pikiran tidak akan dapat berlangsung dengan baik. Sungguh sangat menyedihkan banyak gereja yang orientasi pelayanannya tertuju kepada kehidupan di bumi ini. Tetapi mereka tidak menyadari, sebab mereka tidak mengenal kebenaran dan menganggap bahwa gaya hidup yang mereka miliki selama ini sudah wajar. Jemaat harus dapat berprinsip: asal ada makanan dan pakaian cukup. Hidup di bumi ini hanya untuk persiapan kekekalan. Jika seseorang tidak bersedia berprinsip dengan prinsip ini, maka ia tidak pernah mengenal Kekristenan yang benar.
https://overcast.fm/+IqOC3Epek
Banyak orang pergi ke gereja untuk menemukan jalan keluar dari persoalan hidup. Gereja menyambut dan mendoakan mereka. Tidak sedikit yang menemukan jalan keluar dari berbagai masalah hidup tersebut. Dari pihak gereja tentu menyediakan pelayanan holistik yang melibatkan berbagai bentuk bantuan untuk melicinkan jalannya misi, seperti pelayanan kesehatan, pendidikan umum, penyuluhan pertanian, perikanan dan lain sebagainya. Tetapi apakah sampai di sini keselamatan itu? Apakah ini Injil sepenuh? Hanya untuk inikah pelayanan gereja? Mereka yang menerima solusi dari persoalan hidup fana tersebut masih dalam pola pikir yang belum diperbaharui atau belum ditransformasi, sebab pada umumnya mereka adalah orang-orang yang salah asuh (dunia yang sesat telah mengasuh mereka).
Setelah ditebus oleh darah Yesus, seseorang harus mulai memperkarakan: Untuk apa semua sukses yang diperoleh ini? Dan untuk siapa? Tentu tidaklah salah dapat menjadi dokter, pengusaha kaya, insinyur dan lain sebagainya. Tetapi persoalannya adalah untuk siapa semua kesuksesan hidup yang didapat tersebut? Sebab Tuhan telah membeli orang percaya dengan darah yang mahal. Sekarang hidupnya bukan miliknya lagi, tetapi milik Tuhan. Seharusnya seluruh hidup orang percaya yang sudah ditebus diabdikan sepenuhnya bagi Tuhan. Untuk mengerti tujuan hidup ini, pikiran seseorang harus mengalami pendewasaan untuk memiliki pikiran dan perasaan Kristus atau menjadi manusia Allah agar dapat menjadi anggota keluarga Kerajaan.
Bagaimanapun, dunia bukanlah tempat hunian yang ideal. Sekalipun semua kebutuhan jasmani terpenuhi dan seseorang bisa hidup dalam ketenangan tanpa masalah apa pun, sesungguhnya ia pun juga tidak menikmati kebahagiaan yang sejati. Keadaan nyaman tersebut justru sangat berbahaya karena menempatkan seseorang di tempat yang rawan untuk menjadi mangsa kuasa kegelapan dan tergiring dalam kegelapan abadi. Faktanya, tidak mungkin hidup di bumi ini tanpa persoalan yang menyakitkan. Harus diingat bahwa dunia ini adalah produk yang gagal atau rusak karena kejatuhan manusia dalam dosa. Dunia akan selalu diwarnai kemiskinan, sakit penyakit, pertikaian, perang, krisis ekonomi, bencana alam, dan lain sebagainya. Sebenarnya, orang percaya dipanggil Tuhan untuk mewarisi langit baru bumi baru di mana tidak ada persoalan yang menyakitkan. Oleh sebab itu, pelayanan gereja tidak boleh menekankan pemenuhan kebutuhan jasmani.
Pelayanan gereja harus menekankan pembaharuan pikiran, sehingga jemaat diajar untuk memiliki pikiran dan perasaan Kristus supaya layak menjadi anggota keluarga Kerajaan Allah. Dalam hal ini betapa penting pembaharuan pikiran setiap hari. Oleh sebab itu pelayanan pastoral menjadi fasilitas tuntunan proses pembaharuan pikiran. Karenanya, pemberitaan Firman Tuhan dalam kebaktian haruslah meningkat makin keras dalam kualitas atau bobotnya. Hal ini disesuaikan dengan perjalanan umur rohani atau kedewasaan jemaat. Akhirnya jemaat membutuhkan Tuhan bukan karena masalah pemenuhan jasmani, tetapi karena mau menjadi anak-anak Allah yang layak masuk menjadi anggota keluarga Kerajaan-Nya.
Proses pembaharuan pikiran jemaat menjadi tugas gereja yang harus diselenggarakan secara terus menerus, tidak boleh digantikan dengan promosi kuasa Tuhan dan berkat jasmani untuk menarik perhatian jemaat supaya datang ke gereja. Apabila pikiran jemaat sudah terkontaminasi dengan menitikberatkan kepada pemenuhan kebutuhan jasmani, maka proses pembaharuan pikiran tidak akan dapat berlangsung dengan baik. Sungguh sangat menyedihkan banyak gereja yang orientasi pelayanannya tertuju kepada kehidupan di bumi ini. Tetapi mereka tidak menyadari, sebab mereka tidak mengenal kebenaran dan menganggap bahwa gaya hidup yang mereka miliki selama ini sudah wajar. Jemaat harus dapat berprinsip: asal ada makanan dan pakaian cukup. Hidup di bumi ini hanya untuk persiapan kekekalan. Jika seseorang tidak bersedia berprinsip dengan prinsip ini, maka ia tidak pernah mengenal Kekristenan yang benar.
https://overcast.fm/+IqOC3Epek
Senin, 18 Februari 2019
( Sunday Bible Teaching ) SBT, 18 Februari 2019
Keadaan dunia 🌍 makin mencemaskan.
Matius 24 : 12
2 Timotius 1 : 1 - 5
Dunia semakin sukar.
Kita tidak bisa menghindar, dunia tidak semakin baik.
- Krisis politik
- Krisis ekonomi
- Rusaknya ekosistim
- Munculnya berbagai epidemi penyakit yang tidak bisa diobati.
-Terorisme
Jangan mendengar nubuat bahwa dunia 🌎yang akan makin baik, itu salah.
Dengan mengerti kebenaran kita tidak terkejut dengan goncangan dunia ini.
Dengan keadaan dunia ini membuat orang - orang yang tidak berbelas kasihan.
- Anak - anak yang berontak kepada orang tua.
- Suami - suami yang mudah berkhianat kepada istri.
Kita tidak menggantungkan suasana hati kita kepada dunia 🌍
Yohanes 14 : 27
Kita harus menemukan dan menikmati damai sejahtera Allah.
Jangan kita terbelenggu atau tersandera suasana dunia ini.
Ini zaman sudah memasuki masa genting.
Tetapi orang percaya lebih sibuk dengan kepentingan pribadi dari pada kepentingan Tuhan.
Sikap kita menghadapi
dunia tidak menentu ini :
Belajar semakin melekat kepada Tuhan 💓 supaya dapat menikmati damai sejahtera Tuhan.
Tuhan tidak akan mengijinkan masalah melampau kekuatan kita.
Kemurtadan bukan berarti pindah agama.
Kemurtadan artinya :
Oramg masih ke gereja, menjadi aktivis, bahkan menjadi pendeta, tetapi hati nya tersandera dunia, ini pengkhianatan kepada Tuhan 💓
Kalau kita masih bisa dibahagiakan dunia ini kita membelakangi Tuhan.
Dunia tergoncang ini masa penampian, bukan masa penuaian.
Kita harus mengajak orang menjadi seperti Yesus, bukan hanya percaya Yesus saja.
Ke gereja bukan berharap mukjizat tetapi ke gereja 💒 untuk mendengar firman.
Untuk mempersiapkan diri menghadapi dunia yang semakin jahat.
Ibarat perang kita belum memakai baju perang, tetapi masih memakai piyama.
Iblis bermanover begitu aktif memakai orang untuk menindas orang percaya.
Jadi kalau Tuhan mengatakan jangan suam - suam kuku, karena akan dimuntahkan.
Dunia yang jahat tidak bisa kita hadapi dengan keadaan yang setengah - tengah.
Mau pilih Yesus harus sungguh - sungguh.
Mau pilih dunia, jangan pilih Yesus.
Kita harus mempertaruhkan segenap hidup kita, jangan setengah - tengah.
Kalau dunia 🌍 bergolak Kita fokuskan diri pulang.
Hati kita harus tertuju kepada janji Tuhan, bahwa Dia akan datang kembali dan membawa kita ke rumah Bapa.
Di mana Dia ada, kitapun ada.
Kita optimis Tuhan akan datang ke dua kalinya.
Jangan kita terlena dengan dunia, tetapi kita terbanglah bersama Tuhan Yesus yang akan menjemput kita
Maka kita harus berubah selama masih ada kesempatan.
JBU....🌷
Matius 24 : 12
2 Timotius 1 : 1 - 5
Dunia semakin sukar.
Kita tidak bisa menghindar, dunia tidak semakin baik.
- Krisis politik
- Krisis ekonomi
- Rusaknya ekosistim
- Munculnya berbagai epidemi penyakit yang tidak bisa diobati.
-Terorisme
Jangan mendengar nubuat bahwa dunia 🌎yang akan makin baik, itu salah.
Dengan mengerti kebenaran kita tidak terkejut dengan goncangan dunia ini.
Dengan keadaan dunia ini membuat orang - orang yang tidak berbelas kasihan.
- Anak - anak yang berontak kepada orang tua.
- Suami - suami yang mudah berkhianat kepada istri.
Kita tidak menggantungkan suasana hati kita kepada dunia 🌍
Yohanes 14 : 27
Kita harus menemukan dan menikmati damai sejahtera Allah.
Jangan kita terbelenggu atau tersandera suasana dunia ini.
Ini zaman sudah memasuki masa genting.
Tetapi orang percaya lebih sibuk dengan kepentingan pribadi dari pada kepentingan Tuhan.
Sikap kita menghadapi
dunia tidak menentu ini :
Belajar semakin melekat kepada Tuhan 💓 supaya dapat menikmati damai sejahtera Tuhan.
Tuhan tidak akan mengijinkan masalah melampau kekuatan kita.
Kemurtadan bukan berarti pindah agama.
Kemurtadan artinya :
Oramg masih ke gereja, menjadi aktivis, bahkan menjadi pendeta, tetapi hati nya tersandera dunia, ini pengkhianatan kepada Tuhan 💓
Kalau kita masih bisa dibahagiakan dunia ini kita membelakangi Tuhan.
Dunia tergoncang ini masa penampian, bukan masa penuaian.
Kita harus mengajak orang menjadi seperti Yesus, bukan hanya percaya Yesus saja.
Ke gereja bukan berharap mukjizat tetapi ke gereja 💒 untuk mendengar firman.
Untuk mempersiapkan diri menghadapi dunia yang semakin jahat.
Ibarat perang kita belum memakai baju perang, tetapi masih memakai piyama.
Iblis bermanover begitu aktif memakai orang untuk menindas orang percaya.
Jadi kalau Tuhan mengatakan jangan suam - suam kuku, karena akan dimuntahkan.
Dunia yang jahat tidak bisa kita hadapi dengan keadaan yang setengah - tengah.
Mau pilih Yesus harus sungguh - sungguh.
Mau pilih dunia, jangan pilih Yesus.
Kita harus mempertaruhkan segenap hidup kita, jangan setengah - tengah.
Kalau dunia 🌍 bergolak Kita fokuskan diri pulang.
Hati kita harus tertuju kepada janji Tuhan, bahwa Dia akan datang kembali dan membawa kita ke rumah Bapa.
Di mana Dia ada, kitapun ada.
Kita optimis Tuhan akan datang ke dua kalinya.
Jangan kita terlena dengan dunia, tetapi kita terbanglah bersama Tuhan Yesus yang akan menjemput kita
Maka kita harus berubah selama masih ada kesempatan.
JBU....🌷
RH Truth Daily Enlightenment 18 Februari 2019 SEBUAH KEMUTLAKKAN
Menjadi kehendak Tuhan agar orang percaya memiliki cara berpikir seperti cara berpikir Tuhan Yesus. Itulah yang dimaksud dengan memiliki pikiran dan perasaan Kristus. Hal ini harus diterima sebagai kemutlakan, artinya semua orang yang mengaku percaya kepada Yesus harus memiliki pikiran dan perasaan-Nya. Jadi, tidak boleh ada seorang Kristen yang menghindar dari panggilan untuk serupa dengan Yesus. Memiliki cara berpikir seperti cara berpikir Tuhan Yesus adalah suatu keniscayaan, artinya orang percaya dapat mencapai kehidupan yang sepikiran dan seperasaan dengan Yesus. Oleh sebab itu, orang percaya harus optimis untuk mencapai level tersebut. Tuhan menyediakan fasilitas supaya orang percaya dapat mencapainya. Dalam hal ini Tuhan tidak mungkin memberikan perintah yang orang percaya tidak bisa memenuhinya.
Terkait dengan hal di atas, orang percaya harus dapat membedakan antara transformasi dengan konversi agama. Berpindahnya suatu kelompok atau seseorang masuk agama Kristen adalah konversi, hal ini tidaklah identik dengan transformasi. Transformasi adalah perubahan pola pikir (mind-set) oleh pembaharuan pikiran yang dikerjakan oleh Roh Kudus menggunakan sarana Firman Tuhan. Orang yang melakukan konversi agama belum tentu mengalami transformasi sesuai dengan standar Alkitab. Oleh sebab itu, hendaknya kita tidak berpuas diri kalau hanya melihat orang non-Kristen menjadi orang Kristen, kemudian merasa telah memenangkan jiwa.
Betapa dangkalnya pengertian banyak agama yang merasa sudah membuat seseorang bertobat hanya karena masuk agamanya. Menjadi orang Kristen bukan berarti sudah bertobat dan menjadi manusia baru. Menjadi manusia baru sesungguhnya harus melalui proses panjang di mana seseorang mengalami perubahan kodrat, dari kodrat manusia ke kodrat Ilahi. Jadi, percuma menjadi Kristen kalau ternyata tidak mengalami proses transformasi untuk menjadi “man of God.” Menjadi manusia Allah (man of God) adalah kemutlakan yang sama dengan memiliki pikiran dan perasan Kristus.
Proses transformasi ini akan membangun manusia batiniah yang unggul seperti yang dikemukakan Paulus (2Kor. 4:16). Orang percaya bukan saja mengalami perubahan secara moral atau perilaku menjadi baik, tetapi juga perubahan filosofi hidup secara menyeluruh, yaitu perubahan dari logika duniawi ke logika rohani. Logika di sini maksudnya adalah pola dan landasan berpikir, sedangkan rohani artinya sesuatu yang memiliki nilai lebih dari hal-hal yang bersifat fana dari bumi ini. Logika rohani adalah pola pikir yang berbasis atau berlandaskan pada dunia yang akan datang.
Logika rohani ini dikemukakan Paulus dalam suratnya yang tertulis: “Sebab kami tidak memperhatikan yang kelihatan, melainkan yang tak kelihatan, karena yang kelihatan adalah sementara, sedangkan yang tak kelihatan adalah kekal.” Kata “memperhatikan” dalam teks aslinya adalah skopounton (σκοπούντων), dari akar kata skopeo (σκοπέω) yang artinya: to heed (memperhatikan secara serius); consider (memikirkan dengan hati-hati dan respek); to take aim at (mengambil arah atau tujuan). Paulus menyaksikan bahwa ia memberi perhatian serius dan mengarahkan tujuan kepada apa yang tidak kelihatan (unseen). Mengapa? Sebab yang kelihatan adalah sementara sedangkan yang tidak kelihatan adalah kekal. Sangatlah bodoh kalau seseorang tidak memperhatikan dan menghargai (consider) perkara-perkara yang bernilai kekal. Dalam Injil Matius Tuhan Yesus berkata: “Di bumi ngengat dan karat bisa merusak dan pencuri bisa membongkar serta mencurinya” (Mat. 6:19).
Landasan pola berpikir manusia hari ini pada umumnya bukan Kerajaan Tuhan, tetapi pada dunia. Inilah orang-orang yang telah termakan bujukan kuasa dunia dan terjerat di dalamnya. Tuhan Yesus sendiri mengalami bujukan tersebut, tetapi Tuhan dapat menepis dan menolaknya dengan tegas (Luk. 4:6-7). Ciri dari orang yang terkena bujukan Iblis adalah mengutamakan dan menghargai segala sesuatu yang ada dalam hidup hari ini lebih dari menghargai Tuhan. Inilah logika duniawi. Logika duniawi adalah pola pikir yang berbasis pada dunia hari ini, yaitu hal-hal yang kelihatan (blepomena: which are seen), yang bernilai sementara (pros kaira: temporal, for a season, for the occasion only; hanya semusim, sesaat). Tentu saja orang-orang seperti ini, tidak pernah menjadi anggota keluarga Kerajaan Surga.
Seorang yang menolak logika duniawi adalah seorang yang memiliki kualitas batiniah yang baik. Berbicara mengenai batiniah itu berarti berbicara mengenai kualitas keimanan seseorang dalam relasinya dengan Tuhan. Orang percaya haruslah seorang yang rohani. Dalam hal ini, setiap orang percaya seharusnya menyandang status “rohaniwan,” sebab kalau tidak menjadi rohaniwan berarti “duniawan.”
https://overcast.fm/+IqOB8xLyg
Terkait dengan hal di atas, orang percaya harus dapat membedakan antara transformasi dengan konversi agama. Berpindahnya suatu kelompok atau seseorang masuk agama Kristen adalah konversi, hal ini tidaklah identik dengan transformasi. Transformasi adalah perubahan pola pikir (mind-set) oleh pembaharuan pikiran yang dikerjakan oleh Roh Kudus menggunakan sarana Firman Tuhan. Orang yang melakukan konversi agama belum tentu mengalami transformasi sesuai dengan standar Alkitab. Oleh sebab itu, hendaknya kita tidak berpuas diri kalau hanya melihat orang non-Kristen menjadi orang Kristen, kemudian merasa telah memenangkan jiwa.
Betapa dangkalnya pengertian banyak agama yang merasa sudah membuat seseorang bertobat hanya karena masuk agamanya. Menjadi orang Kristen bukan berarti sudah bertobat dan menjadi manusia baru. Menjadi manusia baru sesungguhnya harus melalui proses panjang di mana seseorang mengalami perubahan kodrat, dari kodrat manusia ke kodrat Ilahi. Jadi, percuma menjadi Kristen kalau ternyata tidak mengalami proses transformasi untuk menjadi “man of God.” Menjadi manusia Allah (man of God) adalah kemutlakan yang sama dengan memiliki pikiran dan perasan Kristus.
Proses transformasi ini akan membangun manusia batiniah yang unggul seperti yang dikemukakan Paulus (2Kor. 4:16). Orang percaya bukan saja mengalami perubahan secara moral atau perilaku menjadi baik, tetapi juga perubahan filosofi hidup secara menyeluruh, yaitu perubahan dari logika duniawi ke logika rohani. Logika di sini maksudnya adalah pola dan landasan berpikir, sedangkan rohani artinya sesuatu yang memiliki nilai lebih dari hal-hal yang bersifat fana dari bumi ini. Logika rohani adalah pola pikir yang berbasis atau berlandaskan pada dunia yang akan datang.
Logika rohani ini dikemukakan Paulus dalam suratnya yang tertulis: “Sebab kami tidak memperhatikan yang kelihatan, melainkan yang tak kelihatan, karena yang kelihatan adalah sementara, sedangkan yang tak kelihatan adalah kekal.” Kata “memperhatikan” dalam teks aslinya adalah skopounton (σκοπούντων), dari akar kata skopeo (σκοπέω) yang artinya: to heed (memperhatikan secara serius); consider (memikirkan dengan hati-hati dan respek); to take aim at (mengambil arah atau tujuan). Paulus menyaksikan bahwa ia memberi perhatian serius dan mengarahkan tujuan kepada apa yang tidak kelihatan (unseen). Mengapa? Sebab yang kelihatan adalah sementara sedangkan yang tidak kelihatan adalah kekal. Sangatlah bodoh kalau seseorang tidak memperhatikan dan menghargai (consider) perkara-perkara yang bernilai kekal. Dalam Injil Matius Tuhan Yesus berkata: “Di bumi ngengat dan karat bisa merusak dan pencuri bisa membongkar serta mencurinya” (Mat. 6:19).
Landasan pola berpikir manusia hari ini pada umumnya bukan Kerajaan Tuhan, tetapi pada dunia. Inilah orang-orang yang telah termakan bujukan kuasa dunia dan terjerat di dalamnya. Tuhan Yesus sendiri mengalami bujukan tersebut, tetapi Tuhan dapat menepis dan menolaknya dengan tegas (Luk. 4:6-7). Ciri dari orang yang terkena bujukan Iblis adalah mengutamakan dan menghargai segala sesuatu yang ada dalam hidup hari ini lebih dari menghargai Tuhan. Inilah logika duniawi. Logika duniawi adalah pola pikir yang berbasis pada dunia hari ini, yaitu hal-hal yang kelihatan (blepomena: which are seen), yang bernilai sementara (pros kaira: temporal, for a season, for the occasion only; hanya semusim, sesaat). Tentu saja orang-orang seperti ini, tidak pernah menjadi anggota keluarga Kerajaan Surga.
Seorang yang menolak logika duniawi adalah seorang yang memiliki kualitas batiniah yang baik. Berbicara mengenai batiniah itu berarti berbicara mengenai kualitas keimanan seseorang dalam relasinya dengan Tuhan. Orang percaya haruslah seorang yang rohani. Dalam hal ini, setiap orang percaya seharusnya menyandang status “rohaniwan,” sebab kalau tidak menjadi rohaniwan berarti “duniawan.”
https://overcast.fm/+IqOB8xLyg
RH Truth Daily Enlightenment Februari 2019 17. POLA PIKIR "ORDE LAMA"
Yang membutakan mata pengertian setiap orang terhadap rancangan Tuhan dalam hidupnya adalah karena orang tersebut masih hidup dalam alam pikiran orde lama. Orde lama maksudnya adalah masih berpolapikir seperti anak-anak dunia, yaitu masih berhasrat meraih sebanyak-banyaknya apa yang disediakan dunia serta berusaha membangun Firdaus dalam dunia hari ini. Selama seseorang masih berharap dapat meneguk kebahagiaan dari dunia ini, ia akan terbelenggu oleh dunia; yang sama dengan terikat oleh kuasa kegelapan. Orang-orang seperti ini hidup dalam “orde lama,” tentu saja tidak bisa dididik oleh Tuhan Yesus guna mengalami perubahan menjadi manusia sesuai dengan rancangan Allah. Setiap orang dapat melepaskan diri dari belenggu dunia ini dan keterikatan dengan kuasa kegelapan oleh tekad dan niat pribadi. Yesus berkata bahwa kalau seseorang tidak melepaskan dirinya dari segala miliknya, ia tidak dapat menjadi murid Yesus guna mengalami perubahan (Luk. 14:33).
Segala milik yang dimaksud oleh Yesus dalam Lukas 14:33 di atas termasuk kesenangan menikmati dunia. Kelepasan dari kesenangan menikmati dunia harus dilakukan oleh diri sendiri, bukan oleh Tuhan. Kalau seseorang sudah melangkah melepaskan diri dari kesenangan menikmati dunia, barulah ia dapat menjadi murid atau diubahkan. Banyak orang berpikir bahwa melepaskan diri dari kesenangan menikmati dunia tidak bisa dilakukan sendiri, ia membutuhkan campur tangan Tuhan secara spektakuler oleh kuasa-Nya. Tetapi yang benar sesuai dengan Lukas 14:33, orang percaya yang harus melepaskan diri dari kesenangan menikmati dunia. Hal ini menunjukkan bahwa seseorang mengasihi Tuhan dan memilih Tuhan, dan hanya orang-orang mengasihi Tuhan yang digarap oleh Tuhan (Rm. 8:28).
Faktanya hari ini banyak orang Kristen yang masih hidup dalam belenggu dunia dan ikatan kuasa kegelapan. Tetapi mereka tidak menyadarinya, sebab mereka merasa bahwa kehidupan mereka wajar. Apalagi kalau seseorang merasa dirinya tidak melakukan pelanggaran hukum, aktif dalam gereja, bahkan menjadi pejabat sinode. Tidak sedikit orang-orang seperti ini merasa diri sebagai manusia rohani yang layak masuk Kerajaan Surga. Betapa menyedihkan kalau mereka diberi mimbar untuk berkhotbah, mengajar orang lain. Mereka akan mengajarkan ajaran yang tidak sesuai dengan nafas Injil dan mengimpartasi spirit (gairah) atau roh yang lain; bukan roh seperti yang dibagikan oleh Tuhan.
Orang-orang Kristen yang masih hidup dalam keinginan menikmati keindahan dunia biasanya mereka menjadikan Tuhan dan gereja-Nya sebagai alat untuk menciptakan kesenangan hidup sekarang. Dipihak lain, sangat menyedihkan banyak gereja yang tidak mengajarkan rancangan dan jalan Tuhan kepada jemaat. Gereja-gereja seperti itu melestarikan kehidupan jemaat yang terbelenggu oleh dunia dan masih terikat dengan kuasa kegelapan. Hal ini tidak disadari, sebab bagi para pemimpin gereja pun, hidup seperti itu masih ada dalam batas kewajaran. Menurut mereka yang tidak wajar adalah kalau hidup dalam pelanggaran moral umum atau tidak melakukan pelanggaran moral umum tetapi tidak ke gereja.
Oleh sebab itu, menurut mereka selama orang Kristen tidak terlibat dalam pelanggaran moral umum dan masih ke gereja, mereka dianggap memiliki kewajaran sebagai orang Kristen atau sebagai anak Allah. Sebenarnya mereka tidak tahu standar hidup yang harus dimiliki orang percaya, yaitu seperti Yesus. Yesus menolak tawaran Iblis, yaitu dunia dengan segala keindahannya. Kalau Yesus mengingini dunia dengan segala keindahannya, berarti Dia menyembah Iblis (Luk. 4:5-8). Dari hal ini dapat diperoleh kebenaran bahwa mengingini dunia berarti menyembah Iblis. Jadi, kalau seseorang masih mengingini kesenangan dari dunia ini, ia tidak hidup wajar sebagai anak-anak Allah. Orang-orang seperti ini tidak bisa diubah oleh Tuhan (karena tidak mau mengubah diri) untuk menjadi manusia sesuai dengan rancangan-Nya.
Selama seorang Kristen masih mengingini kesenangan dari dunia ini, berarti ia masih berpikir dengan pola pikir orde lama. Tidak mengherankan kalau mereka berurusan dengan Tuhan karena mau menggunakan kuasa Tuhan untuk menyelesaikan masalah-masalah pemenuhan kebutuhan jasmani. Sebenarnya ini sama dengan pola perdukunan yang dilakukan oleh orang-orang di luar gereja. Bedanya kalau orang-orang di luar gereja, demi menyelesaikan masalah-masalah pemenuhan kebutuhan jasmani menggunakan kuasa kegelapan, tetapi orang-orang Kristen yang berpola pikir orde lama menggunakan kuasa Tuhan. Mereka berpikir dengan menggunakan kuasa Tuhan seakan-akan mereka sudah berpihak kepada Tuhan, padahal sebenarnya mereka berpihak kepada diri sendiri. Dalam hal ini Tuhan hanya menjadi alat, bukan sebagai tujuan. Sejatinya, ini bentuk pelecehan terhadap Tuhan, yang mestinya kepada-Nya orang percaya berbakti dengan memberi hidup tanpa batas.
https://overcast.fm/+IqOCxvCUY
Segala milik yang dimaksud oleh Yesus dalam Lukas 14:33 di atas termasuk kesenangan menikmati dunia. Kelepasan dari kesenangan menikmati dunia harus dilakukan oleh diri sendiri, bukan oleh Tuhan. Kalau seseorang sudah melangkah melepaskan diri dari kesenangan menikmati dunia, barulah ia dapat menjadi murid atau diubahkan. Banyak orang berpikir bahwa melepaskan diri dari kesenangan menikmati dunia tidak bisa dilakukan sendiri, ia membutuhkan campur tangan Tuhan secara spektakuler oleh kuasa-Nya. Tetapi yang benar sesuai dengan Lukas 14:33, orang percaya yang harus melepaskan diri dari kesenangan menikmati dunia. Hal ini menunjukkan bahwa seseorang mengasihi Tuhan dan memilih Tuhan, dan hanya orang-orang mengasihi Tuhan yang digarap oleh Tuhan (Rm. 8:28).
Faktanya hari ini banyak orang Kristen yang masih hidup dalam belenggu dunia dan ikatan kuasa kegelapan. Tetapi mereka tidak menyadarinya, sebab mereka merasa bahwa kehidupan mereka wajar. Apalagi kalau seseorang merasa dirinya tidak melakukan pelanggaran hukum, aktif dalam gereja, bahkan menjadi pejabat sinode. Tidak sedikit orang-orang seperti ini merasa diri sebagai manusia rohani yang layak masuk Kerajaan Surga. Betapa menyedihkan kalau mereka diberi mimbar untuk berkhotbah, mengajar orang lain. Mereka akan mengajarkan ajaran yang tidak sesuai dengan nafas Injil dan mengimpartasi spirit (gairah) atau roh yang lain; bukan roh seperti yang dibagikan oleh Tuhan.
Orang-orang Kristen yang masih hidup dalam keinginan menikmati keindahan dunia biasanya mereka menjadikan Tuhan dan gereja-Nya sebagai alat untuk menciptakan kesenangan hidup sekarang. Dipihak lain, sangat menyedihkan banyak gereja yang tidak mengajarkan rancangan dan jalan Tuhan kepada jemaat. Gereja-gereja seperti itu melestarikan kehidupan jemaat yang terbelenggu oleh dunia dan masih terikat dengan kuasa kegelapan. Hal ini tidak disadari, sebab bagi para pemimpin gereja pun, hidup seperti itu masih ada dalam batas kewajaran. Menurut mereka yang tidak wajar adalah kalau hidup dalam pelanggaran moral umum atau tidak melakukan pelanggaran moral umum tetapi tidak ke gereja.
Oleh sebab itu, menurut mereka selama orang Kristen tidak terlibat dalam pelanggaran moral umum dan masih ke gereja, mereka dianggap memiliki kewajaran sebagai orang Kristen atau sebagai anak Allah. Sebenarnya mereka tidak tahu standar hidup yang harus dimiliki orang percaya, yaitu seperti Yesus. Yesus menolak tawaran Iblis, yaitu dunia dengan segala keindahannya. Kalau Yesus mengingini dunia dengan segala keindahannya, berarti Dia menyembah Iblis (Luk. 4:5-8). Dari hal ini dapat diperoleh kebenaran bahwa mengingini dunia berarti menyembah Iblis. Jadi, kalau seseorang masih mengingini kesenangan dari dunia ini, ia tidak hidup wajar sebagai anak-anak Allah. Orang-orang seperti ini tidak bisa diubah oleh Tuhan (karena tidak mau mengubah diri) untuk menjadi manusia sesuai dengan rancangan-Nya.
Selama seorang Kristen masih mengingini kesenangan dari dunia ini, berarti ia masih berpikir dengan pola pikir orde lama. Tidak mengherankan kalau mereka berurusan dengan Tuhan karena mau menggunakan kuasa Tuhan untuk menyelesaikan masalah-masalah pemenuhan kebutuhan jasmani. Sebenarnya ini sama dengan pola perdukunan yang dilakukan oleh orang-orang di luar gereja. Bedanya kalau orang-orang di luar gereja, demi menyelesaikan masalah-masalah pemenuhan kebutuhan jasmani menggunakan kuasa kegelapan, tetapi orang-orang Kristen yang berpola pikir orde lama menggunakan kuasa Tuhan. Mereka berpikir dengan menggunakan kuasa Tuhan seakan-akan mereka sudah berpihak kepada Tuhan, padahal sebenarnya mereka berpihak kepada diri sendiri. Dalam hal ini Tuhan hanya menjadi alat, bukan sebagai tujuan. Sejatinya, ini bentuk pelecehan terhadap Tuhan, yang mestinya kepada-Nya orang percaya berbakti dengan memberi hidup tanpa batas.
https://overcast.fm/+IqOCxvCUY
Sabtu, 16 Februari 2019
Quote February 2019 #3
Today's Quote:
Jangan berpikir semua masalah harus ada jalan keluarnya, itu bukan hal yang mutlak, satu hal yang mutlak adalah bagaimana kita menemukan Tuhan.
Dr. Erastus Sabdono,
11 Februari 2019
Today's Quote:
Jangan membatasi kebijakan Tuhan dengan pikiran kita yang terbatas.
Dr. Erastus Sabdono,
12 Februari 2019
Today's Quote:
Orang yang semakin ahli di bidangnya belum tentu mengasihi Tuhan, tetapi orang yang mengasihi Tuhan pasti semakin ahli di bidangnya, karena itulah bentuk ibadah yang benar.
Dr. Erastus Sabdono,
13 Februari 2019
Today's Quote:
Kebenaran yang murni pasti merubah karakter seseorang menjadi semakin sempurna.
Dr. Erastus Sabdono,
14 Februari 2019
Today's Quote:
Jangan menilai seseorang berdasarkan apa kata orang lain, tetapi alami sendiri.
Dr. Erastus Sabdono,
15 Februari 2019
Today's Quote:
Setiap kita harus mempunyai cermin untuk melihat kekudusan Tuhan.
Dr. Erastus Sabdono,
16 Februari 2019
Jangan berpikir semua masalah harus ada jalan keluarnya, itu bukan hal yang mutlak, satu hal yang mutlak adalah bagaimana kita menemukan Tuhan.
Dr. Erastus Sabdono,
11 Februari 2019
Today's Quote:
Jangan membatasi kebijakan Tuhan dengan pikiran kita yang terbatas.
Dr. Erastus Sabdono,
12 Februari 2019
Today's Quote:
Orang yang semakin ahli di bidangnya belum tentu mengasihi Tuhan, tetapi orang yang mengasihi Tuhan pasti semakin ahli di bidangnya, karena itulah bentuk ibadah yang benar.
Dr. Erastus Sabdono,
13 Februari 2019
Today's Quote:
Kebenaran yang murni pasti merubah karakter seseorang menjadi semakin sempurna.
Dr. Erastus Sabdono,
14 Februari 2019
Today's Quote:
Jangan menilai seseorang berdasarkan apa kata orang lain, tetapi alami sendiri.
Dr. Erastus Sabdono,
15 Februari 2019
Today's Quote:
Setiap kita harus mempunyai cermin untuk melihat kekudusan Tuhan.
Dr. Erastus Sabdono,
16 Februari 2019
RH Truth Daily Enlightenment 16 Februari 2019 MENEMUKAN TEMPAT YANG BENAR
Sebelum bertobat, pada dasarnya seseorang adalah manusia yang tidak bertuhan. Manusia sesat yang memilih jalannya sendiri. Walaupun baik dan bermoral di mata manusia lain, tetapi ia tidak menemukan siapa dirinya di hadapan Sang Khalik. Sebagai akibatnya, ia tidak menemukan tempatnya secara benar di hadapan Tuhan dan tidak menempatkan Tuhan di tempat yang benar dalam hidup ini. Setelah mengenal Tuhan, seseorang harus terus menerus belajar mengenal kebenaran-Nya, agar dapat menempatkan diri secara benar di hadapan-Nya dan menempatkan Tuhan di tempat yang benar dalam hidup ini.
Untuk dapat menempatkan diri secara benar di hadapan-Nya, seseorang harus mengenal rancangan dan jalan-Nya. Mengenal rancangan dan jalan-Nya sama dengan mengerti kehendak Allah apa yang baik, yang berkenan dan yang sempurna. Inilah inti seluruh kegiatan dalam gereja. Mencari Tuhan bukanlah usaha untuk menempatkan Tuhan demi keuntungan dan kesenangan bagi diri sendiri, tetapi usaha menempatkan diri secara benar di hadapan-Nya untuk kepentingan-Nya. Dalam hal ini tanpa sadar banyak orang telah memperlakukan Tuhan dengan tidak hormat. Sebab yang diupayakan adalah bagaimana Tuhan memperlakukan mereka sesuai kemauan manusia, bukan bagaimana menyenangkan hati-Nya. Di sini terjadi pembalikkan. Bukan Tuhan mensubordinasi (menguasai dan mengatur) manusia, tetapi manusia mau mensubordinasi Tuhan. Bukan Tuhan yang mendominasi manusia, tetapi manusia berusaha mendominasi Tuhan.
Untuk menempatkan diri secara benar di hadapan Tuhan seseorang membutuhkan waktu panjang dan kerja keras. Karena untuk menemukan kehendak dan rencana-Nya bukan sesuatu yang mudah. Dalam Alkitab dapat ditemukan bahwa setinggi langit dari bumi itulah rancangan-rancangan Tuhan (Yes. 55:8-9). Kata rancangan dalam teks aslinya adalah machashabah (מַחֲשָׁבָה) yang dapat diterjemahkan though, purpose, means. Dalam Alkitab Bahasa Inggris versi King James diterjemahkan: For my thoughts are not your thoughts, neither are your ways my ways, saith the LORD. Kata jalan (ways) dari teks asli derek. Kata ini bisa berarti jurusan. Manusia yang berdosa memiliki jurusan yang salah. Jurusan hidup yang salah inilah yang harus diubah. Kalau seseorang menjadikan Kekristenan hanya payung sementara menghadapi kesulitan hidup, maka ia belum menemukan jalan atau jurusan yang benar.
Hal di atas ini bertalian dengan pertobatan. Berbalik arah atau berubah haluan artinya kalau dulu pikiran hanya ditujukan (bertendensi) kepada perkara dunia, sekarang harus ditujukan ke Kerajaan-Nya. Kalau dulu orientasi berpikirnya adalah dunia, sekarang orientasi berpikirnya adalah surga. Setinggi langit dari bumi menunjuk jarak yang sangat jauh, nyaris tak terjembatani. Namun dalam hal ini bukan berarti Tuhan menutup pintu pengenalan akan rancangan-Nya, Tuhan berkenan menyatakan rancangan dan jalan-Nya. Tuhan memanggil semua suku bangsa termasuk bangsa non-Yahudi untuk menjadi umat-Nya dan diperkenan mengenal jalan-Nya (Yes. 55:5-7).
Untuk mengenal rancangan dan jalan Tuhan harus dengan segenap hati, jiwa, akal budi dan kekuatan. Jadi benar bahwa Kekristenan tidak boleh menjadi sambilan. Kekristenan haruslah menjadi petualangan di mana seseorang memburu kehendak-Nya agar dapat menempatkan diri secara benar di hadapan-Nya. Hendaknya orang percaya tidak menjadi seperti umat Israel yang berjalan dengan rancangannya sendiri (Yes. 65:2). Jadi kalau sudah menjadi orang Kristen, tetapi masih hidup dalam rancangan sendiri, hal ini berarti suatu kegagalan. Kalau menjadi orang Kristen hanya karena mau menikmati hidup di dunia lebih mudah dan nyaman, berarti orang tersebut belum mengerti atau belum menemukan rancangan Tuhan di dalam dirinya. Rancangan Tuhan adalah mengenai segala sesuatu akan Kerajaan-Nya yang akan datang.
Sejujurnya, ternyata hari ini banyak orang yang masih belum menemukan rancangan dan jalan Tuhan. Rancangan dan jalan Tuhan lebih dari sekadar rumah, mobil, pendidikan, jodoh dan apa pun yang orang percaya kejar. Kalau dulu fokus utama orang percaya adalah hal-hal tersebut, sekarang fokus orang percaya harus mulai berubah. Tentu orang percaya itu sendiri yang harus mengubah haluan tersebut. Bukan orang lain, bahkan bukan Tuhan, sebab Tuhan memberi kebebasan kepada masing-masing individu. Orang percaya sendiri yang dengan kesadaran dan kemauan harus mengubah arah hidup ini. Itulah pengertian bertobat yang benar, yaitu mengubah haluan.
https://overcast.fm/+IqOC1OV_U
Untuk dapat menempatkan diri secara benar di hadapan-Nya, seseorang harus mengenal rancangan dan jalan-Nya. Mengenal rancangan dan jalan-Nya sama dengan mengerti kehendak Allah apa yang baik, yang berkenan dan yang sempurna. Inilah inti seluruh kegiatan dalam gereja. Mencari Tuhan bukanlah usaha untuk menempatkan Tuhan demi keuntungan dan kesenangan bagi diri sendiri, tetapi usaha menempatkan diri secara benar di hadapan-Nya untuk kepentingan-Nya. Dalam hal ini tanpa sadar banyak orang telah memperlakukan Tuhan dengan tidak hormat. Sebab yang diupayakan adalah bagaimana Tuhan memperlakukan mereka sesuai kemauan manusia, bukan bagaimana menyenangkan hati-Nya. Di sini terjadi pembalikkan. Bukan Tuhan mensubordinasi (menguasai dan mengatur) manusia, tetapi manusia mau mensubordinasi Tuhan. Bukan Tuhan yang mendominasi manusia, tetapi manusia berusaha mendominasi Tuhan.
Untuk menempatkan diri secara benar di hadapan Tuhan seseorang membutuhkan waktu panjang dan kerja keras. Karena untuk menemukan kehendak dan rencana-Nya bukan sesuatu yang mudah. Dalam Alkitab dapat ditemukan bahwa setinggi langit dari bumi itulah rancangan-rancangan Tuhan (Yes. 55:8-9). Kata rancangan dalam teks aslinya adalah machashabah (מַחֲשָׁבָה) yang dapat diterjemahkan though, purpose, means. Dalam Alkitab Bahasa Inggris versi King James diterjemahkan: For my thoughts are not your thoughts, neither are your ways my ways, saith the LORD. Kata jalan (ways) dari teks asli derek. Kata ini bisa berarti jurusan. Manusia yang berdosa memiliki jurusan yang salah. Jurusan hidup yang salah inilah yang harus diubah. Kalau seseorang menjadikan Kekristenan hanya payung sementara menghadapi kesulitan hidup, maka ia belum menemukan jalan atau jurusan yang benar.
Hal di atas ini bertalian dengan pertobatan. Berbalik arah atau berubah haluan artinya kalau dulu pikiran hanya ditujukan (bertendensi) kepada perkara dunia, sekarang harus ditujukan ke Kerajaan-Nya. Kalau dulu orientasi berpikirnya adalah dunia, sekarang orientasi berpikirnya adalah surga. Setinggi langit dari bumi menunjuk jarak yang sangat jauh, nyaris tak terjembatani. Namun dalam hal ini bukan berarti Tuhan menutup pintu pengenalan akan rancangan-Nya, Tuhan berkenan menyatakan rancangan dan jalan-Nya. Tuhan memanggil semua suku bangsa termasuk bangsa non-Yahudi untuk menjadi umat-Nya dan diperkenan mengenal jalan-Nya (Yes. 55:5-7).
Untuk mengenal rancangan dan jalan Tuhan harus dengan segenap hati, jiwa, akal budi dan kekuatan. Jadi benar bahwa Kekristenan tidak boleh menjadi sambilan. Kekristenan haruslah menjadi petualangan di mana seseorang memburu kehendak-Nya agar dapat menempatkan diri secara benar di hadapan-Nya. Hendaknya orang percaya tidak menjadi seperti umat Israel yang berjalan dengan rancangannya sendiri (Yes. 65:2). Jadi kalau sudah menjadi orang Kristen, tetapi masih hidup dalam rancangan sendiri, hal ini berarti suatu kegagalan. Kalau menjadi orang Kristen hanya karena mau menikmati hidup di dunia lebih mudah dan nyaman, berarti orang tersebut belum mengerti atau belum menemukan rancangan Tuhan di dalam dirinya. Rancangan Tuhan adalah mengenai segala sesuatu akan Kerajaan-Nya yang akan datang.
Sejujurnya, ternyata hari ini banyak orang yang masih belum menemukan rancangan dan jalan Tuhan. Rancangan dan jalan Tuhan lebih dari sekadar rumah, mobil, pendidikan, jodoh dan apa pun yang orang percaya kejar. Kalau dulu fokus utama orang percaya adalah hal-hal tersebut, sekarang fokus orang percaya harus mulai berubah. Tentu orang percaya itu sendiri yang harus mengubah haluan tersebut. Bukan orang lain, bahkan bukan Tuhan, sebab Tuhan memberi kebebasan kepada masing-masing individu. Orang percaya sendiri yang dengan kesadaran dan kemauan harus mengubah arah hidup ini. Itulah pengertian bertobat yang benar, yaitu mengubah haluan.
https://overcast.fm/+IqOC1OV_U
RH Truth Daily Enlightenment Februari 2019 15. PEMBAHARUAN PIKIRAN OLEH FIRMAN TUHAN
Dalam doa Tuhan Yesus kepada Allah Bapa: “Kuduskanlah mereka dalam kebenaran; firman-Mu adalah kebenaran” (Yoh. 17:17). Doa ini memiliki isi yang pasti sangat penting, memuat kebenaran yang harus orang percaya pahami. Dari doa Yesus ini kita dapat menemukan nafas kebenaran yang sangat luar biasa, yang dapat membuka wawasan pikiran mengenali realitas hidup Kekristenan menurut standar Tuhan. Yesus mengucapkan kata-kata dengan emosi dan perasaan yang sangat mendalam, sebab dialog dalam doa tersebut dilakukan dengan Bapa di surga. Oleh sebab itu, mestinya setiap butir kalimat yang diucapkan Yesus, kita pahami maknanya.
Dalam doa-Nya, Yesus menyinggung mengenai pengudusan. Selama ini, orang hanya mengenali pengudusan oleh darah Yesus. Pengudusan memang terjadi oleh darah Yesus yang menempatkan seseorang menjadi milik Tuhan atau menjadi anak-anak Bapa di surga. Dengan pengudusan darah-Nya, Tuhan Yesus membawa orang percaya di hadapan Bapa di surga sebagai anak-anak-Nya, walaupun keadaan orang percaya masih jauh dari sempurna. Bapa memberikan Roh Kudus agar orang percaya dituntun kepada seluruh kebenaran melalui pembaharuan pikiran setiap hari. Tanpa Roh Kudus, seseorang tidak akan bisa mengalami pembaharuan pikiran sampai pada kesempurnaan. Jadi, pengudusan oleh darah Yesus harus ditindaklanjuti dengan pengudusan oleh Firman.
Pengudusan oleh darah Yesus menghapus dosa, tetapi pengudusan dengan Firman Tuhan adalah pembaharuan pikiran. Ketika Yesus berkata dalam doa-Nya: “…kuduskanlah mereka dalam kebenaran” (Yoh. 17:17). Kata kebenaran dalam teks ini adalah aletheia, yaitu kebenaran yang bertalian dengan pengertian akan Allah dan kehidupan ini menurut pandangan yang benar. Sebagai catatan penting bahwa Injil Yohanes ditulis ketika Kekristenan menghadapi pengajaran sesat gnostik pada abad pertama, di mana Injil dicampur dengan filsafat Yunani. Ajaran gnostik merusak bangunan berpikir iman Kristen yang tentu saja tidak akan dapat membangun manusia batiniah seperti yang dimiliki oleh Yesus.
Kata “kuduskanlah” dalam teks aslinya adalah hagiason(sanctify), dari kata hagiazo yang berarti bukan saja to make holy (membuat kudus) tetapi juga to venerate (mentally), menghargai nilai-nilai kesucian atau moral. Untuk dapat menghargai nilai-nilai kesucian atau moral, maka seseorang harus mengenal apa yang suci dan yang bermoral sempurna. Di sini Firman Tuhan memberikan pencerahan dalam pikiran, sehingga kita dapat menemukan atau menangkap kebenaran-kebenaran yang murni dari Alkitab. Bila dapat diilustrasikan, hidup orang percaya dapat digambarkan seperti hardware komputer. Pemulihan dengan Allah berarti komputer tersebut dihubungkan dengan sumber arus listrik. Tetapi apa artinya komputer dengan arus listrik tanpa software atau program aplikasi? Tuhan Yesus adalah kebenaran (aletheia), yaitu software-nya. Dalam hal ini Roh Kudus berperan sebagai yang mengunduh atau memasang aplikasinya. Sebab Roh Kuduslah yang memberi pengertian untuk memahami Firman-Nya. Pengudusan pikiran pada dasarnya sama seperti proses tersebut.
Kata hagiozo memiliki kata benda dan sekaligus sifat -yaitu hagios- yang berarti berbeda dari yang lain. Jadi menguduskan berarti juga “membuat berbeda dari yang lain.” Doa Tuhan Yesus mengarah agar orang percaya “terlindungi daripada yang jahat” dengan cara “menguduskan mereka dengan Firman Tuhan.” Di sini peran Firman Tuhan yang original atau murni sangatlah besar, sebab hanya Firman yang dapat mengubah pola hidup seseorang. Software yang salah yang telah di-install ke pikiran banyak orang harus digantikan dengan software baru. Hamba-hamba Tuhan berperan dalam meneruskan apa yang Tuhan telah ajarkan kepada murid-murid-Nya.
Di dalam Roma 12:2 tertulis: “Janganlah kamu menjadi serupa dengan dunia ini, tetapi berubahlah oleh pembaharuan budimu, sehingga kamu dapat membedakan manakah kehendak Allah: apa yang baik, yang berkenan kepada Allah dan yang sempurna.” Kata “sehingga” (εἰς) dalam ayat ini menunjukkan bahwa perubahan dalam hidup seseorang terjadi akibat proses. Jadi, seseorang tidak akan mengerti kehendak Allah, yaitu apa yang baik, yang berkenan dan yang sempurna tanpa mengalami pembaharuan pikiran setiap hari. Dalam hal ini, pembaharuan pikiran harus berlangsung dalam perjalanan waktu oleh kerja keras. Dengan demikian, bisa dimengerti betapa berharganya waktu atau kesempatan yang Tuhan berikan.
https://overcast.fm/+IqOBLz89Y
Dalam doa-Nya, Yesus menyinggung mengenai pengudusan. Selama ini, orang hanya mengenali pengudusan oleh darah Yesus. Pengudusan memang terjadi oleh darah Yesus yang menempatkan seseorang menjadi milik Tuhan atau menjadi anak-anak Bapa di surga. Dengan pengudusan darah-Nya, Tuhan Yesus membawa orang percaya di hadapan Bapa di surga sebagai anak-anak-Nya, walaupun keadaan orang percaya masih jauh dari sempurna. Bapa memberikan Roh Kudus agar orang percaya dituntun kepada seluruh kebenaran melalui pembaharuan pikiran setiap hari. Tanpa Roh Kudus, seseorang tidak akan bisa mengalami pembaharuan pikiran sampai pada kesempurnaan. Jadi, pengudusan oleh darah Yesus harus ditindaklanjuti dengan pengudusan oleh Firman.
Pengudusan oleh darah Yesus menghapus dosa, tetapi pengudusan dengan Firman Tuhan adalah pembaharuan pikiran. Ketika Yesus berkata dalam doa-Nya: “…kuduskanlah mereka dalam kebenaran” (Yoh. 17:17). Kata kebenaran dalam teks ini adalah aletheia, yaitu kebenaran yang bertalian dengan pengertian akan Allah dan kehidupan ini menurut pandangan yang benar. Sebagai catatan penting bahwa Injil Yohanes ditulis ketika Kekristenan menghadapi pengajaran sesat gnostik pada abad pertama, di mana Injil dicampur dengan filsafat Yunani. Ajaran gnostik merusak bangunan berpikir iman Kristen yang tentu saja tidak akan dapat membangun manusia batiniah seperti yang dimiliki oleh Yesus.
Kata “kuduskanlah” dalam teks aslinya adalah hagiason(sanctify), dari kata hagiazo yang berarti bukan saja to make holy (membuat kudus) tetapi juga to venerate (mentally), menghargai nilai-nilai kesucian atau moral. Untuk dapat menghargai nilai-nilai kesucian atau moral, maka seseorang harus mengenal apa yang suci dan yang bermoral sempurna. Di sini Firman Tuhan memberikan pencerahan dalam pikiran, sehingga kita dapat menemukan atau menangkap kebenaran-kebenaran yang murni dari Alkitab. Bila dapat diilustrasikan, hidup orang percaya dapat digambarkan seperti hardware komputer. Pemulihan dengan Allah berarti komputer tersebut dihubungkan dengan sumber arus listrik. Tetapi apa artinya komputer dengan arus listrik tanpa software atau program aplikasi? Tuhan Yesus adalah kebenaran (aletheia), yaitu software-nya. Dalam hal ini Roh Kudus berperan sebagai yang mengunduh atau memasang aplikasinya. Sebab Roh Kuduslah yang memberi pengertian untuk memahami Firman-Nya. Pengudusan pikiran pada dasarnya sama seperti proses tersebut.
Kata hagiozo memiliki kata benda dan sekaligus sifat -yaitu hagios- yang berarti berbeda dari yang lain. Jadi menguduskan berarti juga “membuat berbeda dari yang lain.” Doa Tuhan Yesus mengarah agar orang percaya “terlindungi daripada yang jahat” dengan cara “menguduskan mereka dengan Firman Tuhan.” Di sini peran Firman Tuhan yang original atau murni sangatlah besar, sebab hanya Firman yang dapat mengubah pola hidup seseorang. Software yang salah yang telah di-install ke pikiran banyak orang harus digantikan dengan software baru. Hamba-hamba Tuhan berperan dalam meneruskan apa yang Tuhan telah ajarkan kepada murid-murid-Nya.
Di dalam Roma 12:2 tertulis: “Janganlah kamu menjadi serupa dengan dunia ini, tetapi berubahlah oleh pembaharuan budimu, sehingga kamu dapat membedakan manakah kehendak Allah: apa yang baik, yang berkenan kepada Allah dan yang sempurna.” Kata “sehingga” (εἰς) dalam ayat ini menunjukkan bahwa perubahan dalam hidup seseorang terjadi akibat proses. Jadi, seseorang tidak akan mengerti kehendak Allah, yaitu apa yang baik, yang berkenan dan yang sempurna tanpa mengalami pembaharuan pikiran setiap hari. Dalam hal ini, pembaharuan pikiran harus berlangsung dalam perjalanan waktu oleh kerja keras. Dengan demikian, bisa dimengerti betapa berharganya waktu atau kesempatan yang Tuhan berikan.
https://overcast.fm/+IqOBLz89Y
RH Truth Daily Enlightenment Februari 2019 14. PIKIRAN YANG MENGENALI KEBENARAN
Tuhan Yesus menebus manusia supaya menjadi umat pilihan-Nya yang meninggalkan cara hidup yang diwarisi dari nenek moyang mereka (1Ptr. 1:18-19). Cara hidup nenek moyang adalah cara hidup yang tidak sesuai dengan cara hidup bangsawan surgawi. Dalam tulisannya, Petrus menegaskan agar orang percaya “menyiapkan akal budi” (1Ptr.1:13). Menyiapkan berasal dari kata gird up (Yun. Anazonnumi;ἀναζώννυμι), artinya bersiap-siap untuk bertindak atau menggunakan akal budi dengan seksama. Tentu ada relasi antara menyiapkan akal budi di 1Petrus 1:13 dengan cara hidup nenek moyang yang harus ditinggalkan di ayat 18. Dari hal ini dapatlah diperoleh kesimpulan bahwa langkah meninggalkan cara hidup yang diwarisi dari nenek moyang adalah menggunakan pikiran untuk mengenali kebenaran. Dengan mengenali kebenaran inilah seseorang dapat meninggalkan cara hidup orang yang tidak mengenal Tuhan.
Dalam dialog antara Tuhan Yesus dengan orang-orang Yahudi, Ia berkata: “Jikalau kamu tetap dalam firman-Ku, kamu benar-benar adalah murid-Ku dan kamu akan mengetahui kebenaran, dan kebenaran itu akan memerdekakan kamu.”(Yoh.8:31-32). Jalan memperoleh kemerdekaan adalah: Tetap dalam Firman, sehingga benar-benar menjadi murid Tuhan, mengerti kebenaran dan kebenaran itulah yang memerdekakan. Kemerdekaan di sini maksudnya adalah terlepas dari cara hidup yang tidak sesuai dengan kehendak Tuhan, yang diwarisi dari nenek moyang.
Dalam suratnya, Petrus menjelaskan bahwa pengenalan akan Tuhan ini menentukan kesucian hidup orang percaya. Ia menulis: “Karena kuasa ilahi-Nya telah menganugerahkan kepada kita segala sesuatu yang berguna untuk hidup yang saleh oleh pengenalan kita akan Dia, yang telah memanggil kita oleh kuasa-Nya yang mulia dan ajaib. Dengan jalan itu Ia telah menganugerahkan kepada kita janji-janji yang berharga dan yang sangat besar, supaya olehnya kamu boleh mengambil bagian dalam kodrat ilahi, dan luput dari hawa nafsu duniawi yang membinasakan dunia” (2Ptr. 1:3-4).
Ada beberapa pokok pikiran yang harus diperhatikan: Pertama, kuasa Ilahi menganugerahkan kuasa untuk hidup saleh. Hendaknya kuasa Tuhan bukan hanya dikaitkan dengan mukjizat dalam pelayanan. Dalam ayat ini maksud kuasa Ilahi Tuhan diberikan adalah untuk “hidup yang saleh” yaitu mengambil bagian dalam kodrat Ilahi. Kedua, kuasa Ilahi tersebut tersalur melalui “pengenalan akan Tuhan.” Perhatikan kalimat “oleh pengenalan kita akan Dia.” Dalam teks aslinya “dia tes epignoseos tou kaleosantos hemas” (διὰ τῆς ἐπιγνώσεως τοῦ καλέσαντος ἡμᾶ) (through the full knowledge of the One calling us). Ibarat pipa, menjadi saluran untuk mendayagunakan kuasa Ilahi yang berguna untuk hidup yang saleh adalah pengenalan akan Tuhan. Pengenalan akan Tuhan terletak pada pikiran yang telah dibaharui atau ditransformasi.
Tuhan Yesus mengemukakan: “Inilah hidup yang kekal itu, yaitu bahwa mereka mengenal Engkau, satu-satunya Allah yang benar, dan mengenal Yesus Kristus yang telah Engkau utus” (Yoh.17:3). Hidup kekal dalam hal ini hendaknya tidak diartikan sekadar hidup terus menerus nanti di surga karena terpancang pada kata “kekal.” Kata hidup kekal dalam ayat ini (Yun. zoen aionion) bukan hanya menunjuk kehidupan nanti di surga, tetapi hidup kekal sudah dimulai hari ini, ketika seorang percaya kepada Tuhan Yesus (Yoh. 3:16). Kata “hidup”(zoe) dalam ayat ini lebih menunjuk hidup yang sudah diperbaharui, tentu hidup yang “berkualitas.” Jadi, pengenalan akan Tuhan menentukan kualitas hidup seseorang. Kata hidup kekal bukan hanya berbicara mengenai “panjangnya hidup” sebab bukan hanya di surga ada kekekalan, di neraka pun juga ada kekal. Tetapi hidup kekal juga berbicara mengenai “dalamnya hidup,” mutu atau kualitas hidup. Dengan demikian jelaslah bahwa pengenalan akan Tuhan- yaitu pikiran yang dipenuhi dengan kebenaran- menentukan kualitas hidup manusia.
Dalam transformasi terdapat sarana yang mengubah hidup seseorang. Sarana tersebut adalah Firman Tuhan, baik Firman dalam arti logos maupun rhema. Firman Tuhan adalah sarana transformasi yang tidak dapat digantikan dengan apa pun. Proses ini berlangsung oleh pekerjaan Roh Kudus yang mengilhami orang percaya agar dapat mengerti Firman Tuhan. Untuk itu, pihak orang percaya harus juga berusaha untuk menggali dan menemukan Firman Tuhan yang benar dengan hati haus dan lapar. Proses ini melibatkan kerja keras hamba-hamba Tuhan yang memberitakan dan mengajar Firman Tuhan untuk membantu menggali dan menemukan kebenaran Firman Tuhan yang murni bagi jemaat Tuhan. Tanpa Firman Tuhan yang murni tidak akan pernah terjadi transformasi yang sesungguhnya. Dalam hal ini transformasi bisa berlangsung tidak cukup dengan berdoa, tetapi dengan mendengar, mengerti dan menerima Firman Tuhan yang murni.
https://overcast.fm/+IqODTV8pc
Dalam dialog antara Tuhan Yesus dengan orang-orang Yahudi, Ia berkata: “Jikalau kamu tetap dalam firman-Ku, kamu benar-benar adalah murid-Ku dan kamu akan mengetahui kebenaran, dan kebenaran itu akan memerdekakan kamu.”(Yoh.8:31-32). Jalan memperoleh kemerdekaan adalah: Tetap dalam Firman, sehingga benar-benar menjadi murid Tuhan, mengerti kebenaran dan kebenaran itulah yang memerdekakan. Kemerdekaan di sini maksudnya adalah terlepas dari cara hidup yang tidak sesuai dengan kehendak Tuhan, yang diwarisi dari nenek moyang.
Dalam suratnya, Petrus menjelaskan bahwa pengenalan akan Tuhan ini menentukan kesucian hidup orang percaya. Ia menulis: “Karena kuasa ilahi-Nya telah menganugerahkan kepada kita segala sesuatu yang berguna untuk hidup yang saleh oleh pengenalan kita akan Dia, yang telah memanggil kita oleh kuasa-Nya yang mulia dan ajaib. Dengan jalan itu Ia telah menganugerahkan kepada kita janji-janji yang berharga dan yang sangat besar, supaya olehnya kamu boleh mengambil bagian dalam kodrat ilahi, dan luput dari hawa nafsu duniawi yang membinasakan dunia” (2Ptr. 1:3-4).
Ada beberapa pokok pikiran yang harus diperhatikan: Pertama, kuasa Ilahi menganugerahkan kuasa untuk hidup saleh. Hendaknya kuasa Tuhan bukan hanya dikaitkan dengan mukjizat dalam pelayanan. Dalam ayat ini maksud kuasa Ilahi Tuhan diberikan adalah untuk “hidup yang saleh” yaitu mengambil bagian dalam kodrat Ilahi. Kedua, kuasa Ilahi tersebut tersalur melalui “pengenalan akan Tuhan.” Perhatikan kalimat “oleh pengenalan kita akan Dia.” Dalam teks aslinya “dia tes epignoseos tou kaleosantos hemas” (διὰ τῆς ἐπιγνώσεως τοῦ καλέσαντος ἡμᾶ) (through the full knowledge of the One calling us). Ibarat pipa, menjadi saluran untuk mendayagunakan kuasa Ilahi yang berguna untuk hidup yang saleh adalah pengenalan akan Tuhan. Pengenalan akan Tuhan terletak pada pikiran yang telah dibaharui atau ditransformasi.
Tuhan Yesus mengemukakan: “Inilah hidup yang kekal itu, yaitu bahwa mereka mengenal Engkau, satu-satunya Allah yang benar, dan mengenal Yesus Kristus yang telah Engkau utus” (Yoh.17:3). Hidup kekal dalam hal ini hendaknya tidak diartikan sekadar hidup terus menerus nanti di surga karena terpancang pada kata “kekal.” Kata hidup kekal dalam ayat ini (Yun. zoen aionion) bukan hanya menunjuk kehidupan nanti di surga, tetapi hidup kekal sudah dimulai hari ini, ketika seorang percaya kepada Tuhan Yesus (Yoh. 3:16). Kata “hidup”(zoe) dalam ayat ini lebih menunjuk hidup yang sudah diperbaharui, tentu hidup yang “berkualitas.” Jadi, pengenalan akan Tuhan menentukan kualitas hidup seseorang. Kata hidup kekal bukan hanya berbicara mengenai “panjangnya hidup” sebab bukan hanya di surga ada kekekalan, di neraka pun juga ada kekal. Tetapi hidup kekal juga berbicara mengenai “dalamnya hidup,” mutu atau kualitas hidup. Dengan demikian jelaslah bahwa pengenalan akan Tuhan- yaitu pikiran yang dipenuhi dengan kebenaran- menentukan kualitas hidup manusia.
Dalam transformasi terdapat sarana yang mengubah hidup seseorang. Sarana tersebut adalah Firman Tuhan, baik Firman dalam arti logos maupun rhema. Firman Tuhan adalah sarana transformasi yang tidak dapat digantikan dengan apa pun. Proses ini berlangsung oleh pekerjaan Roh Kudus yang mengilhami orang percaya agar dapat mengerti Firman Tuhan. Untuk itu, pihak orang percaya harus juga berusaha untuk menggali dan menemukan Firman Tuhan yang benar dengan hati haus dan lapar. Proses ini melibatkan kerja keras hamba-hamba Tuhan yang memberitakan dan mengajar Firman Tuhan untuk membantu menggali dan menemukan kebenaran Firman Tuhan yang murni bagi jemaat Tuhan. Tanpa Firman Tuhan yang murni tidak akan pernah terjadi transformasi yang sesungguhnya. Dalam hal ini transformasi bisa berlangsung tidak cukup dengan berdoa, tetapi dengan mendengar, mengerti dan menerima Firman Tuhan yang murni.
https://overcast.fm/+IqODTV8pc
RH Truth Daily Enlightenment Februari 2019 13. MENGASIHI TUHAN DENGAN PIKIRAN
Pikiran bisa menjadi tempat di mana Iblis dapat memiliki akses atau jalan untuk menguasai kehidupan seseorang dan melaksanakan kehendaknya. Bila hal ini terjadi maka kehendak Allah dijauhkan dan rencana-Nya dihambat, bahkan digagalkan. Itulah sebabnya Paulus menasihati orang percaya agar tidak memberi “kesempatan” kepada Iblis (Ef. 4:27). Kata kesempatan dalam teks aslinya adalah topon (τόπον), yang bisa berarti tempat (Ing. place). Kata topon juga berarti tempat berpijak (Ing. foothold). Tempat berpijak di sini sama dengan pangkalan. Tidak memberi kesempatan kepada Iblis artinya agar tidak mengisi pikiran dengan hal-hal yang tidak sesuai dengan kebenaran Tuhan.
Sebagai contoh kasus, seperti yang diungkapkan Tuhan Yesus dalam Matius 16:21-23. Tuhan Yesus memberitahukan kepada murid-murid-Nya bahwa Ia harus ke Yerusalem, sengsara, mati dan dibangkitkan. Tetapi Petrus menarik Yesus ke samping dan menegur dengan nama Allah. Petrus mengira ide atau pikiran tersebut berasal dari Allah, sedangkan pernyataan Tuhan Yesus dianggap bukan dari Allah. Maka Yesus berpaling dan berkata kepada Petrus: “Enyahlah Iblis. Engkau suatu batu sandungan bagi-Ku, sebab engkau bukan memikirkan apa yang dipikirkan Allah, melainkan apa yang dipikirkan manusia.” Tuhan Yesus mengusir Iblis dari diri Petrus, yaitu di dalam ide atau pikirannya. Pikiran Petrus menjadi batu sandungan atau halangan terhadap rencana Tuhan. Banyak orang beranggapan bahwa apa yang dipikirkan asal wajar-wajar saja- tidak melanggar hukum- maka hal tersebut bukan dari Iblis. Tetapi dari pernyataan Tuhan tersebut jelas bahwa semua pikiran yang bukan berasal dari Allah berarti dari Iblis.
Dalam hal ini bukan tanpa alasan apabila Paulus takut kalau-kalau pikiran jemaat disesatkan oleh Iblis. Dalam tulisannya ia berkata: “Tetapi aku takut, kalau- kalau pikiran kamu disesatkan dari kesetiaan kamu yang sejati kepada Kristus, sama seperti Hawa diperdayakan oleh ular itu dengan kelicikannya” (2Kor. 11:3). Dari pernyataan ini diperoleh pelajaran bahwa dosa masuk melalui penyesatan dalam pikiran, demikian juga penyesatan dalam gereja terjadi melalui pikiran. Penyesatan tersebut bisa melalui pengajaran yang tidak berlandaskan pada kebenaran Firman Tuhan. Pengajaran seperti itu disebarkan melalui khotbah yang tidak diangkat dari penafsiran yang benar. Pengajaran-pengajaran tersebut dikemas menjadi doktrin, dan tanpa disadari oleh anggota jemaat doktrin-doktrin tersebut diakui sebagai Firman Tuhan atau sejajar dengan Firman Tuhan.
Pengajaran hasil pikiran manusia yang bercampur dengan pemikiran dari roh-roh jahat memang melahirkan pengajaran yang logis dan mudah diterima, seolah-olah adalah Firman Tuhan. Pengajar atau penafsirnya berpikir bahwa simpulan dari idenya adalah suara Roh Kudus atau sebuah penemuan yang lahir dari hikmat Tuhan, padahal bukan dari Tuhan. Hal ini sangat mengerikan. Orang percaya harus waspada bahwa pikiran manusia dapat disesatkan oleh Iblis (2Kor. 11:3). Pikiran manusia atau idenya dapat menjadi kendaraan pikiran atau rencana Iblis. Dalam hal ini dapat ditemukan bahwa seorang pengajar atau pembicara di mimbar memiliki tanggung jawab dan pergumulan yang berat. Pertumbuhan rohani dan kualitas iman jemaat tergantung oleh isi pengajaran pembicara atau pengkhotbah dalam gereja. Itulah sebabnya Alkitab berkata bahwa seorang guru atau pengajar dihakimi dengan ukuran yang lebih berat (Yak. 3:1).
Tuhan memanggil orang percaya supaya dapat menggunakan akal budi semaksimal mungkin untuk menggali kekayaan Firman Tuhan dan mengerti dengan benar. Itulah sebabnya Tuhan Yesus menunjukkan bahwa seluruh hukum Taurat dan kitab para nabi tergantung pada hukum mengasihi Tuhan dengan segenap “akal budi” juga. Kata akal budi di sini dianoia, yang berarti pikiran atau pengertian (understanding). Menggunakan rasio semaksimal mungkin untuk memahami kebenaran Alkitab adalah sesuatu yang mutlak. Pikiran harus diaktifkan untuk menggumuli kebenaran Tuhan secara terus menerus. Berhenti menggunakan pikiran untuk menggumuli kebenaran Firman Tuhan berarti sebuah kemunduran yang mengarah kepada kehancuran.
Banyak orang Kristen yang cerdas dalam banyak bidang, tetapi tidak cerdas memahami kebenaran Alkitab. Mereka bersikap demikian karena merasa, bahwa untuk mengerti kebenaran Firman Tuhan dibutuhkan karunia khusus. Tidak sedikit mereka yang merasa untuk memahami kebenaran Tuhan bukanlah bagian hidup mereka. Seharusnya setiap orang percaya menggunakan akal budi (ratio) untuk memahami kebenaran Firman Tuhan (teologi). Hal ini merupakan sarana untuk bersekutu atau berinteraksi secara harmonis dengan Tuhan. Manusia yang tidak berteologi adalah manusia yang tidak bisa berinteraksi dengan Tuhan dengan harmonis. Jadi berteologi haruslah menjadi irama hidup setiap manusia. Masalahnya adalah bahwa teologi yang diajarkan haruslah Alkitabiah.
https://overcast.fm/+IqOAR6NmU
Sebagai contoh kasus, seperti yang diungkapkan Tuhan Yesus dalam Matius 16:21-23. Tuhan Yesus memberitahukan kepada murid-murid-Nya bahwa Ia harus ke Yerusalem, sengsara, mati dan dibangkitkan. Tetapi Petrus menarik Yesus ke samping dan menegur dengan nama Allah. Petrus mengira ide atau pikiran tersebut berasal dari Allah, sedangkan pernyataan Tuhan Yesus dianggap bukan dari Allah. Maka Yesus berpaling dan berkata kepada Petrus: “Enyahlah Iblis. Engkau suatu batu sandungan bagi-Ku, sebab engkau bukan memikirkan apa yang dipikirkan Allah, melainkan apa yang dipikirkan manusia.” Tuhan Yesus mengusir Iblis dari diri Petrus, yaitu di dalam ide atau pikirannya. Pikiran Petrus menjadi batu sandungan atau halangan terhadap rencana Tuhan. Banyak orang beranggapan bahwa apa yang dipikirkan asal wajar-wajar saja- tidak melanggar hukum- maka hal tersebut bukan dari Iblis. Tetapi dari pernyataan Tuhan tersebut jelas bahwa semua pikiran yang bukan berasal dari Allah berarti dari Iblis.
Dalam hal ini bukan tanpa alasan apabila Paulus takut kalau-kalau pikiran jemaat disesatkan oleh Iblis. Dalam tulisannya ia berkata: “Tetapi aku takut, kalau- kalau pikiran kamu disesatkan dari kesetiaan kamu yang sejati kepada Kristus, sama seperti Hawa diperdayakan oleh ular itu dengan kelicikannya” (2Kor. 11:3). Dari pernyataan ini diperoleh pelajaran bahwa dosa masuk melalui penyesatan dalam pikiran, demikian juga penyesatan dalam gereja terjadi melalui pikiran. Penyesatan tersebut bisa melalui pengajaran yang tidak berlandaskan pada kebenaran Firman Tuhan. Pengajaran seperti itu disebarkan melalui khotbah yang tidak diangkat dari penafsiran yang benar. Pengajaran-pengajaran tersebut dikemas menjadi doktrin, dan tanpa disadari oleh anggota jemaat doktrin-doktrin tersebut diakui sebagai Firman Tuhan atau sejajar dengan Firman Tuhan.
Pengajaran hasil pikiran manusia yang bercampur dengan pemikiran dari roh-roh jahat memang melahirkan pengajaran yang logis dan mudah diterima, seolah-olah adalah Firman Tuhan. Pengajar atau penafsirnya berpikir bahwa simpulan dari idenya adalah suara Roh Kudus atau sebuah penemuan yang lahir dari hikmat Tuhan, padahal bukan dari Tuhan. Hal ini sangat mengerikan. Orang percaya harus waspada bahwa pikiran manusia dapat disesatkan oleh Iblis (2Kor. 11:3). Pikiran manusia atau idenya dapat menjadi kendaraan pikiran atau rencana Iblis. Dalam hal ini dapat ditemukan bahwa seorang pengajar atau pembicara di mimbar memiliki tanggung jawab dan pergumulan yang berat. Pertumbuhan rohani dan kualitas iman jemaat tergantung oleh isi pengajaran pembicara atau pengkhotbah dalam gereja. Itulah sebabnya Alkitab berkata bahwa seorang guru atau pengajar dihakimi dengan ukuran yang lebih berat (Yak. 3:1).
Tuhan memanggil orang percaya supaya dapat menggunakan akal budi semaksimal mungkin untuk menggali kekayaan Firman Tuhan dan mengerti dengan benar. Itulah sebabnya Tuhan Yesus menunjukkan bahwa seluruh hukum Taurat dan kitab para nabi tergantung pada hukum mengasihi Tuhan dengan segenap “akal budi” juga. Kata akal budi di sini dianoia, yang berarti pikiran atau pengertian (understanding). Menggunakan rasio semaksimal mungkin untuk memahami kebenaran Alkitab adalah sesuatu yang mutlak. Pikiran harus diaktifkan untuk menggumuli kebenaran Tuhan secara terus menerus. Berhenti menggunakan pikiran untuk menggumuli kebenaran Firman Tuhan berarti sebuah kemunduran yang mengarah kepada kehancuran.
Banyak orang Kristen yang cerdas dalam banyak bidang, tetapi tidak cerdas memahami kebenaran Alkitab. Mereka bersikap demikian karena merasa, bahwa untuk mengerti kebenaran Firman Tuhan dibutuhkan karunia khusus. Tidak sedikit mereka yang merasa untuk memahami kebenaran Tuhan bukanlah bagian hidup mereka. Seharusnya setiap orang percaya menggunakan akal budi (ratio) untuk memahami kebenaran Firman Tuhan (teologi). Hal ini merupakan sarana untuk bersekutu atau berinteraksi secara harmonis dengan Tuhan. Manusia yang tidak berteologi adalah manusia yang tidak bisa berinteraksi dengan Tuhan dengan harmonis. Jadi berteologi haruslah menjadi irama hidup setiap manusia. Masalahnya adalah bahwa teologi yang diajarkan haruslah Alkitabiah.
https://overcast.fm/+IqOAR6NmU
Selasa, 12 Februari 2019
RH Truth Daily Enlightenment Februari 2019 12. TRANSFORMASI PIKIRAN
Perubahan pola berpikir mengakibatkan perubahan arah hidup. Ini lebih dari perubahan moral. Perubahan ini menyangkut seluruh filosofi hidupnya, ini berarti juga perubahan sikap hati atau sikap batin dan seluruh gaya hidup. Perubahan pola berpikir ini sejajar dengan pertobatan. Sebab pertobatan pada dasarnya adalah perubahan pola berpikir. Bertobat dari bahasa Ibrani shûb, yang berarti berbalik. Pertobatan bukan sekadar perubahan moral baru, tetapi arah hidup yang diubah. Arah hidup yang tadinya berorientasi atau tertuju kepada hal-hal dunia (materi), berpindah ke Kerajaan Surga (hal-hal surgawi). Dalam bahasa Yunani kata bertobat adalah metanoeo (μετανοέω), yang berarti perubahan pikiran. Transformasi yang terjadi dalam diri seseorang membuka pikiran dan kesadarannya, sehingga dapat menghayati dari mana ia datang dan ke mana ia pergi (Yoh.3:8-11). Bagi orang percaya, transformasi menyadarkan bahwa dirinya bukan berasal dari dunia ini.
Transformasi adalah perubahan yang berlangsung secara terus-menerus atau berkesinambungan, bukan sebuah momentum atau peristiwa yang terjadi dalam sekejap. Banyak orang berkata: “Kita menyongsong transformasi.” Padahal pengertian transformasi menunjuk kepada sebuah proses perubahan yang bertahap, berlangsung secara terus-menerus. Proses transformasi dapat digambarkan seperti sebuah garis panjang, bukan sebuah titik. Transformasi bukan sebuah momentum, tetapi sebuah proses yang terus berlangsung dalam hidup orang percaya. Transformasi sampai pada kesempurnaan seperti Bapa atau serupa dengan Yesus hanya terjadi dalam kehidupan orang percaya. Sebab orang percaya memiliki fasilitas keselamatan, yaitu Roh Kudus, Injil dan penggarapan melalui segala peristiwa kehidupan (Rm. 8:28)
Transformasi adalah sebuah proses perubahan perilaku seseorang dan komunitas. Hal ini terjadi dari hasil kerja keras orang percaya dalam memberitakan Injil dengan mengajarkan kebenaran. Perubahan dunia kekafiran pada abad mula-mula oleh Kekristenan adalah hasil pelayanan yang tak kenal lelah, bukan hanya karena pergumulan doa, tetapi juga karena kerja keras. Dalam hal ini bukan berarti doa tidak berperan, doa memiliki tempat sendiri, sementara tanggung jawab orang percaya juga memiliki tempatnya. Keduanya harus berjalan seiring. Dalam sejarah dapat dijumpai, bahwa setiap perubahan hampir selalu melalui mekanisme proses hasil perjuangan individu-individu, bukan sesuatu yang instan (mendadak). Suatu bangsa tidak akan bertobat dan mengalami pembaharuan kalau hanya didoakan, tetapi juga harus digarami oleh orang percaya yang bekerja keras memberi sepenuh hidupnya bagi Tuhan.
Proses transformasi adalah proses pembaharuan pikiran dalam hidup orang percaya, sehingga mereka mengerti kehendak Allah, apa yang baik, yang berkenan kepada Allah dan yang sempurna. Mengapa Tuhan menghendaki agar orang percaya terus menerus mengalami proses pembaruan pikiran? What’s got your mind, has got you (apa yang menguasai pikiran kamu, menguasai kamu). Dalam hal ini, dapat dimengerti betapa pentingnya pembaharuan pikiran. Tidak dapat dibantah bahwa pikiran seseorang sangat berperan dalam kehidupan. Pikiranlah yang menciptakan atau menetapkan standar hidup, dan seseorang terus bergerak sepanjang waktu untuk mencapai standar hidup tersebut. Pada umumnya manusia ingin mencapai apa yang juga dicapai oleh manusia di sekitarnya. Firman Tuhan berkata: “Janganlah serupa dengan dunia ini.” Alkitab versi King James menerjemahkan kalimat pertama ayat ini sebagai “and be not conformed to this world. ”Alkitab mengingatkan bahwa orang percaya tidak boleh menyamakan diri dengan standar hidup anak dunia. Dalam terjemahan Today’s English Version diterjemahkan: Do not conform yourselves to the standards of this world.
Mengubah pola berpikir seseorang bukan sesuatu yang mudah, tetapi sangat sulit, membutuhkan waktu, kerja keras. Tuhan tidak menyulap dalam sekejap pola berpikir seseorang sehingga dapat memiliki pola pikir yang baru. Pembaharuan pikiran di sini sama artinya dengan pembaharuan pengertian (understanding) yang terjadi secara berkesinambungan; terus-menerus. Pembaharuan pikiran ini bukanlah momentum atau peristiwa yang terjadi sesaat tetapi sebuah proses yang terus berjalan. Kata pikiran dalam Roma 12:2 adalah nous yaitu yang bertalian dengan kesadaran (consciousness) terhadap kebenaran yang membangun pemahaman makna hidup yang benar. Transformasi adalah pembaharuan pikiran yang membuka kesadaran, memberi pengertian dan melahirkan persepsi-persepsi Ilahi. Sebenarnya pada dasarnya transformasi adalah pembaharuan mindset.
https://overcast.fm/+IqOA8x7XQ
Transformasi adalah perubahan yang berlangsung secara terus-menerus atau berkesinambungan, bukan sebuah momentum atau peristiwa yang terjadi dalam sekejap. Banyak orang berkata: “Kita menyongsong transformasi.” Padahal pengertian transformasi menunjuk kepada sebuah proses perubahan yang bertahap, berlangsung secara terus-menerus. Proses transformasi dapat digambarkan seperti sebuah garis panjang, bukan sebuah titik. Transformasi bukan sebuah momentum, tetapi sebuah proses yang terus berlangsung dalam hidup orang percaya. Transformasi sampai pada kesempurnaan seperti Bapa atau serupa dengan Yesus hanya terjadi dalam kehidupan orang percaya. Sebab orang percaya memiliki fasilitas keselamatan, yaitu Roh Kudus, Injil dan penggarapan melalui segala peristiwa kehidupan (Rm. 8:28)
Transformasi adalah sebuah proses perubahan perilaku seseorang dan komunitas. Hal ini terjadi dari hasil kerja keras orang percaya dalam memberitakan Injil dengan mengajarkan kebenaran. Perubahan dunia kekafiran pada abad mula-mula oleh Kekristenan adalah hasil pelayanan yang tak kenal lelah, bukan hanya karena pergumulan doa, tetapi juga karena kerja keras. Dalam hal ini bukan berarti doa tidak berperan, doa memiliki tempat sendiri, sementara tanggung jawab orang percaya juga memiliki tempatnya. Keduanya harus berjalan seiring. Dalam sejarah dapat dijumpai, bahwa setiap perubahan hampir selalu melalui mekanisme proses hasil perjuangan individu-individu, bukan sesuatu yang instan (mendadak). Suatu bangsa tidak akan bertobat dan mengalami pembaharuan kalau hanya didoakan, tetapi juga harus digarami oleh orang percaya yang bekerja keras memberi sepenuh hidupnya bagi Tuhan.
Proses transformasi adalah proses pembaharuan pikiran dalam hidup orang percaya, sehingga mereka mengerti kehendak Allah, apa yang baik, yang berkenan kepada Allah dan yang sempurna. Mengapa Tuhan menghendaki agar orang percaya terus menerus mengalami proses pembaruan pikiran? What’s got your mind, has got you (apa yang menguasai pikiran kamu, menguasai kamu). Dalam hal ini, dapat dimengerti betapa pentingnya pembaharuan pikiran. Tidak dapat dibantah bahwa pikiran seseorang sangat berperan dalam kehidupan. Pikiranlah yang menciptakan atau menetapkan standar hidup, dan seseorang terus bergerak sepanjang waktu untuk mencapai standar hidup tersebut. Pada umumnya manusia ingin mencapai apa yang juga dicapai oleh manusia di sekitarnya. Firman Tuhan berkata: “Janganlah serupa dengan dunia ini.” Alkitab versi King James menerjemahkan kalimat pertama ayat ini sebagai “and be not conformed to this world. ”Alkitab mengingatkan bahwa orang percaya tidak boleh menyamakan diri dengan standar hidup anak dunia. Dalam terjemahan Today’s English Version diterjemahkan: Do not conform yourselves to the standards of this world.
Mengubah pola berpikir seseorang bukan sesuatu yang mudah, tetapi sangat sulit, membutuhkan waktu, kerja keras. Tuhan tidak menyulap dalam sekejap pola berpikir seseorang sehingga dapat memiliki pola pikir yang baru. Pembaharuan pikiran di sini sama artinya dengan pembaharuan pengertian (understanding) yang terjadi secara berkesinambungan; terus-menerus. Pembaharuan pikiran ini bukanlah momentum atau peristiwa yang terjadi sesaat tetapi sebuah proses yang terus berjalan. Kata pikiran dalam Roma 12:2 adalah nous yaitu yang bertalian dengan kesadaran (consciousness) terhadap kebenaran yang membangun pemahaman makna hidup yang benar. Transformasi adalah pembaharuan pikiran yang membuka kesadaran, memberi pengertian dan melahirkan persepsi-persepsi Ilahi. Sebenarnya pada dasarnya transformasi adalah pembaharuan mindset.
https://overcast.fm/+IqOA8x7XQ
Langganan:
Postingan (Atom)