Rabu, 07 Agustus 2019

( Sunday Bible Teaching ) SBT, 28 Juli 2019 Pdt.Dr. Erastus Sabdono

Apakah kita serius mau membalas kebaikan Tuhan ?
Kebaikan yang dimaksud adalah anugrah keselamatan yang membuat kita terbebas dari hukuman dosa, yang membuat kita yang kemudian bisa dikembalikan ke rancangan semula dan dimuliakan bersama - sama Tuhan Yesus.

Bukan sekedar kita memiliki rumah mobil dan fasilitas hidup.
Sebab berkat - berkat fana, kebutuhan jasmani bukanlah klimaks berkat Tuhan dan penyataan kebaikanNya.

Kita harus memahami peta lengkap dan rangkaian utuh apa yang Dia lakukan dalam hidup kita.
Dan mengerti maksud yamg Dia lakukan untuk kita.

Tentu kita menjadi orang Kristen yang dewasa, yang memiliki pengetahuan yang lengkap dari peta pekerjaan Tuhan dan rangkaian utuh yang Allah lakukan dan maksudNya melakukan semua itu, sehingga ketika kita berkata dengan apa kubalas kebaikanMu ?
Maka apa yang kita lakukan setimpal paling tidak mendekati apa yang Dia lakukan untuk kita.

Tuhan memberikan diriNya bagi kita.
Tuhan begitu ekstrim mencintai kita, maka kita membalas kebaikan Tuhan dengan cinta yang ekstrim.

Dan tidak ada cara lain menyenangkan hati Bapa selain kita terus berubah memiliki karakter Kristus dalam hidup kita yang dalam segala hal yang kita lakukan tidak bercacat dan tidak bercela.

Oleh sebab itu kita harus berani mengambil keputusan dan berkomitmen, bertekad bahwa satu - satunya agenda kita adalah mencari Dia, mengenal Dia, mengalami Dia.

Sebab dengan demikian kita bisa memahami peta lengkap dari pekerjaan Allah rangkaian yang utuh yang Dia lakukan.
Dan kita memahami maksud Allah melakukan itu.

Kita telah terjebak dengan filosofi yang salah.
Dari kecil, dari kanak - kanak kita bersekolah, kita kuliah, bekerja, menikah, membangun rumah tangga, menyelenggarakan bisnis dsbnya itu bukan karena kita mau menemukan Tuhan, bukan karena kita mau membalas kebaikan Tuhan, tetapi kita mau menikmati dunia.

Dan kebaikan Tuhan diukur dari pertolongan Tuhan atas studi, karier, kerja, keluarga dan semua yang bersifat fana itu.
Dan itu sudah menjadi standar orang beragama.

Kekristenan bukan agama tetapi jalan hidup.
Kalau kita sudah memahami  peta lengkap dari pekerjaanNya, rangkaian utuh dari karya - karyaNya maka kita mengerti tujuan hidup kita itu apa ?

Hidup ini tidak gratis.
Adam dan Hawa diciptakan untuk mengelola taman dan menaklukkan bumi ini, dan tentu yang ditaklukkan bukan hanya alam fisik, meta fisik, tetapi lusifer, kuasa gelap juga harus ditaklukkan.

Sekarang kita menjadi Anak - anak Allah yang ditebus oleh darah Yesus Kristus lebih mahal.
Sebab kita ditebus untuk jadi Anak - anak Allah.
Oleh sebab itu diperhitungkan sebagai orang yang berhutang untuk hidup menurut roh, bukan menurut daging.

Agenda hidup kita satu - satunya adalah ini :
- Bagaimana kita mengenal Tuhan ?
- Mengerti kehendakNya dan rencanaNya dalam hidup kita.
Semua kegiatan hidup kita tujuannya hanya ini.

- Menjadi Anak - anak Allah yang berkenan kepada Bapa.
- Menjadi kekasih Tuhan Yesus dan mempelai yang tidak bercacat tidak bercela yang perawan suci di hadapan Allah.

Agenda satu - satunya ini mengisi dan memaknai ini tidak mudah.
Tetapi kalau kita membiasakan diri tidak akan meleset.
Liciknya hati manusia dan pekerjaan iblis yang cerdas, orang bisa di lingkungan sekolah Theologi, orang di lingkungan gereja tapi sebenarnya tujuannya bukan Tuhan dan kerajaanNya.
Bukan karena mau menjadi anak - anak Allah yang mau berkenan.
Bukan karena mau menjadi mempelai Tuhan.
Tapi karena mau menjalankan roda
kehidupan di bumi ini.

Sebenarnya orang - orang seperti ini tidak menjadikan Tuhan sebagai tujuan.
Kita harus selalu waspada supaya kita tidak menyimpang.
Kalau kita memiliki agenda ini satu - satunya, artinya kita meninggalkan kesenangan dunia ini sama dengan kerelaan kehilangan nyawa.

Fakta yang tidak bisa dibantah, pada umumnya manusia telah sesat.
Manusia menggerakkan kegiatan hidupnya hanya untuk tujuan sementara.
Tujuan sementara adalah kebahagiaan di dunia ini dengan sarana fasilitas dan untuk itu orang kejar
Study demi gelar
Bisnis demi uang banyak bisa beli rumah, mobil, pasangan hidup sesuai dengan keinginan pribadi.
Membangun rumah tangga yang bahagia, punya anak - anak lalu menikmati kebersamaan bersama keluarga.
Bisa memiliki rumah yang baik, jalan - jalan ke luar negri atau jalan - jalan ke tempat wisata.
Ini filosofi yang dimiliki pada umumnya dan kita sendiri telah terjebak gaya hidup seperti ini.

Tidak salah berkeluarga, jalan - jalan ke luar negri.
Tetapi kalau itu menjadi kebahagiaan hidup kita yang menyingkirkan tujuan hidup yang harus kita miliki sebagai tujuan atau agenda hidup kita satu - satunya berarti kita telah menyimpang, berkhianat kepada Tuhan.
Gaya hidup yang tadi disebutkan itu dianggap sudah paling benar, normal, dan banyak orang hidup nyaman di dalamnya.
Dan bagi orang itu satu - satunya agenda.

Tuhanpun diharap mendukung agenda ini.
Beragama untuk mendukung agenda ini.
Tuhan tempat berteduh, tempat bernaung, berlindung.
Berbeda dengan cara Alkitab mengajarkan.

Ini hidup tidak wajar.
Tetapi ini yang ditawarkan kepada umat Tuhan ini, dipromosikan, dikenakan para rohaniwan, para pengerja - pengerjanya supaya bisa menjadi model dan jemaat harus mengarahkan diri ke gaya hidup ini.

Jadi agenda kita harus mengenal Tuhan, peta lengkap dari karya - karyaNya, rangkaian utuh dari pekerjaanNya dan maksud Tuhan melakukan semua ini.

Hal ini harus dibangun tahun - tahun yang panjang dengan belajar terus menerus.
Kita harus mengerti orang tua kita, lingkungan kita telah menggoreskan filosofi hidup yang di mata dunia wajar hidup kita dan oleh karena Tuhanpun dihadirkan untuk mendukung filosofi itu.
Makin lengkap fasilitas rasanya hidup lebih nyaman, lebih lengkap, dan lebih utuh.

Sekarang Tuhan mengajarkan kepada kita cara hidup yang dibilangkan Tuhan dihisapkan Tuhan berasal dari dunia ini.
Apa tidak aneh ? Aneh...
Tetapi ini yang harus ditawarkan.

Kalau kita memuja Tuhan Yesus karena kita mau memiliki pribadi seperti yang Dia miliki.
Kita ditebus untuk diubah.
Kita harus mengerti peta lengkap dan rangkaian utuh yang dikerjakan dan mengapa Dia melakukan itu untuk kita ? 

Kalau urusan dengan Tuhan adalah hal yang tidak bisa dilakukan oleh siapapun. 
Ketika kita berkomitmen ikut Tuhan sungguh - sungguh, maka Tuhan akan menuntun kita.       

Galatia 2 : 19 - 20
Hidup kita harus memperagakan hidupnya Tuhan Yesus.
Yesus memberikan diriNya untuk kita kenakan.
Kita harus menghidupkan hidup Kristus dalam hidup kita, itulah cara membalas kebaikan Tuhan.

Tidak ada yang bernilai selain Tuhan.
Kita adalah orang - orang yang berhutang menurut roh bukan menurut daging.

JBU 🌷

Renungan harian 06 Agustus 2019 DOSA DIIZINKAN MASUK

     Fakta yang tidak dapat disangkal bahwa pada umumnya manusia berinisiatif melakukan tindakan dari diri sendiri, baik yang melanggar larangan Allah atau menurutinya. Dengan demikian manusia sepenuhnya bertanggung jawab atas segala sesuatu yang dilakukan. Allah tidak ikut mengambil bagian dalam kesalahan yang dilakukan manusia atau kebaikan yang dilakukan manusia. Allah berdiri di luar sebagai Hakim, Allah bukan pelakunya dan tidak menjadi penyebab suatu kesalahan atau kebaikan. Kalau Allah ikut terlibat dalam tindakan manusia, maka Allah tidak bisa berdiri sebagai Hakim. Hakim harus berada di luar tindakan yang dihakimi. Kalau Allah ikut terlibat dalam kejatuhan manusia, maka Allah tidak seharusnya menghalau atau mengusir manusia dari Eden (Kej. 24).

     Kalau Allah ikut terlibat dalam pengambilan keputusan, maka Allah harus ikut memikul akibatnya bersama dengan manusia. Betapa jahatnya sosok “allah” yang menetapkan suatu kejadian dimana di dalamnya manusia harus melakukan suatu perbuatan. Kemudian menghakimi dan menghukum manusia tersebut, menyatakan bersalah dan menghukumnya. Semua terjadi seperti sebuah sandiwara. Padahal, hukuman yang diberikan adalah api kekal dimana manusia terpisah dari Allah selamanya. Betapa kejamnya “allah” seperti ini. Konsep mengenai Allah seperti ini merupakan penistaan terhadap Allah yang agung dan mulia. Allah yang benar, tidaklah demikian.

     Fakta bahwa manusia diberi kehendak bebas nampak dalam fakta bahwa ada pihak yang diizinkan oleh Allah untuk mencobai atau membujuk manusia supaya melanggar firman Allah. Dalam hal ini sulit dikatakan bahwa Allah tidak mengizinkan dosa masuk dalam kehidupan. Dosa di sini maksudnya adalah kemungkinan manusia tidak mencapai standar kesucian Allah, di mana manusia bisa kehilangan kemuliaan Allah. Allah memang mengizinkan dosa masuk dalam kehidupan, tetapi Allah tidak menetapkan -apalagi mengupayakan- agar dosa dilakukan oleh manusia. Dosa masuk dalam kehidupan manusia karena keputusan manusia itu sendiri. Jika ada pertanyaan mengapa Allah mengizinkan dosa bisa masuk? Jawabnya adalah: itulah konsekuensi manusia memiliki kehendak bebas.

     Dalam Kejadian 2 -di balik peringatan Allah kepada manusia untuk tidak makan buah yang dilarang, yaitu buah pengetahuan tentang yang baik dan jahat- ada semacam perjanjian atau aturan main antara Allah dengan manusia dan pihak ketiga yang tidak kelihatan, yaitu si jahat. Allah memberi kehendak bebas kepada manusia untuk digunakan dengan bijaksana. Manusia memiliki kedaulatan dan kemandirian atau independensi. Manusia bisa memetik buah yang dilarang dan makan buah tersebut, atau bisa tidak menyentuhnya. Di satu pihak Elohim memberi kebebasan kepada manusia; dan di pihak lain, Dia tidak melarang Iblis mencobai atau membujuk manusia.

     Dalam hal di atas ini Allah seperti menggelar sebuah gelanggang pertandingan, bukan panggung sandiwara. Dalam gelanggang tersebut ada pihak-pihak yang terlibat, yaitu Elohim Yahweh sendiri, Iblis, dan manusia. Allah membiarkan semua berlangsung dengan fair. Tidak ada rekayasa atau sebuah pengaturan yang dipaksakan. Dalam gelanggang tersebut Allah dalam kedaulatan-Nya menetapkan aturannya. Semua harus tunduk pada aturan yang ditetapkan oleh Allah, bahkan diri Allah sendiri. Aturan itu ada di dalam diri Allah sebagai hakim dan penyelenggara kehidupan ini. Masing-masing pihak memiliki kedaulatan atau independensi, baik manusia, malaikat, Iblis, dan Allah sendiri. Dalam hal ini Allah masuk ke dalam dimensi waktu dan pergumulan ciptaan-Nya.

     Dengan memandang kehidupan dari perspektif yang benar, yaitu bahwa manusia hidup dalam tanggung jawab memikul kehendak bebas dalam dirinya, maka seseorang bisa menempatkan diri sebagai makhluk ciptaan pada proporsi yang tepat di hadapan Allah, juga keterkaitannya dengan kuasa jahat atau Iblis. Kita juga bisa menempatkan Allah pada tempat yang benar, selain kita juga bisa memahami di mana tempat kuasa jahat atau Iblis. Selanjutnya, tanggung jawab hidup bisa tampil secara wajar.

     Dengan pemahaman dari perspektif yang benar tersebut, orang percaya dapat memperlakukan dan menyelenggarakan hidup ini dengan benar, serta berusaha menjadi makhluk seperti yang dikehendaki oleh Sang Pencipta. Orang percaya dapat mengerti dan menerima bahwa manusia tidak hanya menjadi obyek bagi Allah, tetapi juga subyek sekutu dan kawan sekerja Allah, sesuai dengan rancangan Elohim semula. Tetapi kalau seseorang ceroboh dalam hidup ini, bukan tidak mungkin ia dapat menempatkan diri sebagai seteru Allah. Dalam hal ini menjadi sekutu atau seteru Allah bukanlah penetapan Allah, tetapi buah dari kehendak bebas seseorang. Di sini kita menemukan kehormatan manusia yang diberikan oleh Allah, bahwa manusia memiliki hak menentukan takdir atau keadaannya sendiri (Kej. 4:6-7; Gal. 6:7).


https://overcast.fm/+IqOAF6WK4

Renungan Harian 05 Agustus 2019 TERGANTUNG INDIVIDU

     Dalam tatanan yang Allah ciptakan atau tentukan, pilihan dan keputusan yang dapat dilakukan manusia tidak ditentukan oleh penyebab di luar dirinya, namun ditentukan oleh motif dari diri sendiri, yaitu hasil dari pertimbangan nalar atau rasio yang dimilikinya. Adapun kemampuan manusia mempertimbangkan sesuatu yang menghasilkan sebuah keputusan dan pilihan tergantung dari kemampuannya berpikir. Adapun kemampuan berpikir atau berlogika yang dimiliki seseorang sangat ditentukan oleh apa yang masuk ke dalam pikirannya melalui jendela mata dan telinganya atau panca inderanya, serta segala sesuatu yang dialaminya.

     Itulah sebabnya setiap individu diberi kebebasan dalam memilih apa yang masuk ke dalam pikirannya. Dalam hal ini kehendak bebas masing-masing individu memainkan perannya setiap hari, sebab ada banyak pilihan yang diperhadapkan kepada masing-masing individu. Pilihan tersebut adalah “menu” apakah yang dikonsumsi untuk jiwanya. “Menu” yang dikonsumsi menentukan kualitas pikirannya. Kualitas pikiran menentukan kualitas seluruh hidupnya. Dengan demikian sangatlah jelas bahwa masing-masing individu menentukan kualitas hidupnya.

     Dengan demikian, kita harus menerima fakta adanya kehendak bebas yang diberikan oleh Allah kepada manusia yang menentukan kualitas hidupnya sendiri. Kalau seseorang tidak mengakui fakta ini, berarti ia menjadi mistis atau berpikir secara supranatural, seakan-akan tindakan manusia ditentukan oleh faktor yang bersifat adikodrati. Faktanya memang ada kecenderungan orang beragama yang berpikir mistis seperti ini. Itulah sebabnya mereka tidak memahami kebenaran yang murni berdasarkan Alkitab mengenai kehendak bebas tersebut. Mereka mengajarkan bahwa di balik kehendak manusia terdapat campur tangan Allah (secara mistis) dalam memengaruhi dan mengendalikan tindakan manusia. Oleh karena kehendak manusia dihubungkan dengan intervensi Allah di balik keputusan manusia, maka doktrin ini menjadi absurd (tidak masuk akal dan kacau).

     Tidak dapat disangkal, bahwa kitab Kejadian telah meletakkan landasan pengertian kebebasan kehendak yang benar. Kitab Kejadian mengungkapkan hal ini dengan sederhana, jujur, jelas, dan cerdas. Allah menaruh dua pohon di tengah Taman Eden, menunjukkan dengan sangat jelas bahwa manusia diberi kehendak bebas. Dalam kehendak bebasnya, manusia harus memilih antara kehidupan atau kematian dari kerelaan kehendaknya, apakah manusia mau taat atau tidak taat. Allah tidak mengendalikan nasib manusia; manusia mengendalikan nasibnya sendiri.

     Dalam pengertian bebas yang proporsional atau natural, Allah harus membiarkan manusia menentukan sendiri pilihannya, tanpa intervensi dari pihak mana pun, juga dari pihak Allah. Dalam pengertian bebas yang benar, Allah juga membiarkan ular yang adalah personifikasi Iblis masuk ke dalam taman dan mencobai serta membujuk manusia untuk berbuat sesuatu, yaitu melanggar apa yang seharusnya tidak dilakukan oleh Adam (Kej. 2:16-17; 3:1-14). Allah tidak berusaha menghindarkan manusia dari pencobaan tersebut, karena Allah memberi kehendak bebas kepada manusia. Allah memberi nasihat, peringatan, dan ancaman kalau manusia berani melanggar Firman-Nya, tetapi pada akhirnya manusia sendiri yang harus mengambil keputusan. Bahkan Allah juga tidak akan mencegah manusia berbuat salah kalau memang itu yang menjadi keputusannya. Inilah konsekuensi menjadi makhluk yang diciptakan dengan kehendak bebas. Tidak ada seorang pun manusia yang bebas dari tatanan ini.

     Dalam pengertian kebebasan yang proporsional, termuat makna dimana manusia harus mempertimbangkan sendiri segala sesuatu yang hendak dilakukan dan dirinyalah yang menjadi pengambil keputusan akhir (Kej. 3:6). Sebelum makan buah yang dilarang tersebut, mereka sudah mempertimbangkannya. Hal ini menunjukkan bahwa keputusan makan buah tersebut adalah keputusan yang lahir dari pertimbangkan mereka sendiri. Allah memberi nasihat, peringatan, dan bila perlu teguran, tetapi keputusan akhir tetap pada manusia. Keputusan tersebut menentukan keadaan manusia di kemudian hari, tanpa bisa dibatalkan.

     Allah tidak pernah menjadi kausalitas atau penyebab kejahatan atau dosa. Allah tidak pernah menetapkan manusia untuk jatuh dalam dosa dan melakukan kejahatan. Dalam hal ini, sangat jelas tak terbantahkan bahwa Allah tidak mengendalikan manusia. Manusia mengendalikan dirinya sendiri. Jadi, kalau manusia melakukan sebuah tindakan, itu bukan karena rekayasa Allah atau skenario Allah. Memang Allah yang menciptakan kemungkinan ciptaan-Nya bisa melakukan kesalahan, tetapi bukan dirancang untuk (harus) melakukan kesalahan. Kesalahan sangat bisa terjadi karena peluang untuk itu selalu ada. Tetapi hendaknya manusia memilih untuk tidak berbuat salah.


https://overcast.fm/+IqODp6dos

Renungan Harian 04 Agustus 2019 KEHENDAK BEBAS

     Salah satu tatanan rohani yang tidak bisa tidak harus dikenakan atau dijalani dalam kehidupan umat manusia adalah kehendak bebas. Penting sekali untuk memahami tatanan ini. Kegagalan memahami tatanan ini menjadi kegagalan memahami keselamatan pula. Ada pandangan teologi mengenai keselamatan yang tidak tepat, karena tidak tepat dalam memahami hal kehendak bebas. Pemahaman yang salah mengenai kehendak bebas yang berdampak terhadap pemahaman mengenai keselamatan, berdampak pula pada perilaku orang percaya. Pemahaman yang salah mengenai kehendak bebas dan keselamatan menyebabkan pengajaran tersebut hanya seputar atau lebih menekankan pada format logika tetapi kurang dalam implikasi, implementasi, dan aplikasi konkretnya.

     Harus dipahami bahwa manusia diciptakan menurut gambar dan rupa Elohim. Elohim adalah Pribadi yang memiliki kehendak bebas. Elohim Pribadi yang bebas, artinya tidak ada sesuatu yang mengatur Dia. Elohim mengatur diri-Nya sendiri. Di dalam diri Elohim terdapat tatanan yaitu kehendak bebas, demikian juga manusia yang adalah gambar-Nya adalah pribadi bebas. Sebagaimana Elohim adalah Pribadi yang memiliki kehendak bebas, maka manusia juga memiliki keberadaan yang sama. Manusia juga harus mengatur dirinya sendiri. Inilah yang dimaksud dengan kehendak bebas. Manusia adalah makhluk yang independen. Independen di sini maksudnya adalah bahwa manusia tanpa dikontrol dan dikendalikan pihak di luar dirinya menentukan keadaannya sendiri. Karena fakta ini, maka manusia harus bertanggung jawab atas dirinya sendiri. Setiap individu tidak dapat mengelak jika dimintai pertanggungjawaban.

     Dalam istilah Bahasa Latin, kehendak bebas disebut liberum arbitrium. Liber artinya bebas, sedangkan arbitrium artinya kehendak. Inilah kehendak bebas atau free will yang Sang Khalik menaruhnya di dalam diri manusia. Kata lain dari kehendak adalah kemauan, hasrat, dan keinginan. Kehendak ini lahir dari pikiran dan perasaan yang Allah taruh dalam diri manusia. Dalam tulisan ini lebih banyak menggunakan kata kehendak. Manusia diciptakan dengan kehendak dan kehendaknya bersifat bebas. Jika tidak demikian, maka manusia tidak memiliki nilai yang tinggi. Dengan menaruh dan menetapkan kehendak bebas dalam diri manusia, Sang Khalik sendiri, yaitu Pencipta semesta alam, Sesembahan mulia yang menghargai manusia sebagai ciptaan-Nya, artinya Allah tidak bersikap sewenang-wenang atas manusia. Manusia diberi kebebasan dalam memperlakukan dirinya.

     Kehendak bebas artinya manusia dapat memilih taat kepada Allah atau memberontak kepada-Nya. Dengan demikian kehendak bebas berarti manusia menentukan nasib dan keadaan dirinya sendiri. Dalam hal ini manusia bisa mengasihi Allah dengan segenap hati (secara proporsional) atau tidak mengasihi Allah secara proporsional atau tidak mengasihi Allah secara pantas. Dalam kehendak bebas tersebut manusia dengan pilihannya dapat membenci Allah dan tidak menghormati-Nya atau mengasihi Allah dan menghormati-Nya. Bila berbicara mengenai mengasihi atau menghormati, ini adalah bagian terdalam dari diri manusia, yaitu di dalam hati dan perasaannya. Tentu saja ini adalah bagian atau wilayah manusia yang tidak diintervensi oleh siapa pun, bahkan Allah sendiri. Kalau Allah berintervensi di dalamnya, maka manusia secara total atau mutlak menjadi boneka yang kehilangan integritas dan personalitinya (kepribadian), sebab memang tidak membutuhkan integritas dan personaliti lagi. Jadi, integritas dan personalitinya bukan muncul dari dirinya sendiri dan tidak dikendalikan oleh dirinya sendiri. Ini pandangan yang keliru.

     Sebenarnya, kehendak bebas bisa didefinisikan sebagai konsep yang menyatakan bahwa keadaan perilaku manusia tidak mutlak ditentukan oleh kausalitas di luar dirinya, tetapi merupakan akibat atau hasil dari keputusan dan pilihan yang dibuat melalui sebuah aksi dan reaksi dari diri sendiri. Keputusan dan pilihan tersebut ditentukan oleh komponen dalam diri manusia, yaitu pikiran dan perasaannya. Allah memberi manusia komponen untuk dapat membuat pilihan yang pasti akan menentukan atau paling tidak memengaruhi keadaan dirinya. Komponen itu adalah pikiran dan perasaan. Dari pikiran dan perasaan ini seseorang memiliki kemampuan mempertimbangkan sesuatu. Dari hasil pertimbangannya tersebut seseorang dapat mengambil keputusan atau memilih. Inilah kehendak bebas. Jika manusia tidak memiliki pikiran dan perasaan maka manusia tidak memerlukan kehendak bebas. Justru karena ada pikiran dan perasaan tersebut manusia dapat memiliki atau harus memiliki kehendak bebas. Dalam hal ini Allah menghendaki kita memiliki pikiran dan perasaan seperti yang terdapat juga dalam Kristus Yesus.


https://overcast.fm/+IqOA1dxmA

Renungan Harian 03 Agustus 2019 JURUBICARA TUHAN

     Sejak manusia jatuh dalam dosa, manusia kehilangan kemuliaan Allah, artinya manusia tidak mampu mencapai standar kesucian Allah. Dengan keadaan ini bukan berarti semua manusia menjadi biadab seperti hewan. Manusia masih bisa berbuat baik dalam kebaikan ukuran manusia yang terbatas. Allah masih memperkenan Taurat atau hukum-Nya tertulis di hati manusia (Rm. 2:14-16). Tentu hal ini berlangsung melalui proses estafet dari Adam kepada keturunannya. Untuk meneguhkan hal ini, maka Elohim Yehovah atau Yahweh (baca: Adonai) memberikan hukum-Nya kepada Musa di Sinai. Dan ternyata bahwa hukum yang ditulis di loh batu senada dengan hukum-hukum atau pengertian apa yang baik dan yang patut dilakukan yang dipahami oleh manusia di ujung bumi mana pun. Tuhan memberikan hukum-hukum-Nya kepada umat Israel menjadi tatanan moral untuk mengatur perilaku mereka. Dari sini lahirlah agama Yahudi (Yudaisme) atau agama Musa.

     Kedatangan Anak Tunggal Bapa ke dunia mengakhiri zaman agama, maksudnya agama Yahudi yang dipeluk bangsa Israel pada waktu itu. Yesus datang mengajarkan kebenaran untuk membawa manusia kepada rancangan Allah semula, yaitu berkeadaan segambar dan serupa dengan Elohim. Kebenaran itu sebenarnya sama dengan tatanan yang ada pada diri Elohim. Itulah sebabnya Yesus disebut sebagai Hikmat Allah, Dialah Sang Kebenaran itu (1Kor. 1:24; Yoh. 145:6). Kekristenan bukan agama, artinya Kekristenan tidak hanya diatributi atau ditandai atau diberi ciri dengan hukum-hukum dalam arti peraturan atau syariat yang mengatur moral, tetapi jalan hidup; yang dimaksud adalah pengenalan akan Allah yang membuat orang percaya mengenakan kodrat Ilahi, seperti yang dikenakan oleh Yesus (2Ptr. 1:3-4).

     Memahami penjelasan di atas, langkah yang harus orang percaya lakukan adalah belajar kebenaran. Alkitab adalah satu-satunya sumber kebenaran, dan kebenaran itulah yang memerdekakan (Yoh. 8:31-32). Kebenaran itu juga menguduskan (Yoh. 17:17). Kebenaran itu sama dengan Injil, yaitu kuasa Allah yang menyelamatkan (Rm. 1:16-17). Tetapi masalahnya adalah bagaimana memahami Alkitab, karena masing-masing penafsir Alkitab berbeda. Ibarat peramu obat, masing-masing memiliki formula. Tentu setiap peramu akan menyatakan dirinya peramu yang paling benar, obatnya paling mujarab.

     Setiap orang berhak menyatakan formulanya adalah formula yang paling baik. Itu berarti formula orang lain tidak baik, bahkan bisa berarti salah. Ibarat obat, bisa meracuni dan membunuh. Tetapi etikanya, seseorang tidak berhak menyebut nama orang sebagai peramu yang salah atau sesat, sebab hal ini bukan saja melanggar etika kehidupan, tetapi juga melanggar hukum. Jika seseorang melakukan hal tersebut, berarti ia menunjukkan kesombongannya dan perilaku yang tidak etis. Sudah bisa dipastikan orang-orang seperti itu tidak takut akan Allah secara proporsional. Kebenaran yang dikemukakan oleh seorang pengkhotbah atau teolog dengan pandangan teologinya bukan pada perkataan atau tulisannya, tetapi pada buah hidupnya pribadi dan dampak dari pelayanannya.

     Kebenaran perkataan seseorang tidak bisa dibuktikan di atas kertas atau pernyataan lisan dalam khotbah. Tetapi harus dibuktikan secara konkret dari kualitas buah kehidupan orang itu, yaitu perilakunya dalam segala hal, dan buah dari kehidupan orang yang mendengar atau mengkonsumsi khotbahnya. Setiap jemaat harus memiliki nurani untuk membaca atau merasakan apakah seorang sungguh-sungguh jurubicara Tuhan atau tidak. Setiap orang Kristen berhak memilih gereja atau pembicara yang didengarnya. Dalam hal ini setiap orang percaya harus memperkarakannya di hadapan Tuhan agar memperoleh petunjuk dan kepekaan untuk membedakan siapa yang menjadi jurubicara Tuhan dan yang bukan jurubicara Tuhan.

     Kebenaran itu memerdekakan, artinya orang yang mendengar kebenaran itu hidupnya diubah. Perubahan tersebut ditandai dengan kesucian, fokus ke langit baru bumi baru dan memaksimalkan potensi untuk mengubah sesama. Oleh sebab itu kebenaran yang disampaikan harus sungguh-sungguh benar atau sesuai dengan jiwa atau nafas Alkitab, bukan pandangan teolog, atau buah pikiran manusia. Kekayaan Alkitab yang tidak terbatas akan mengeluarkan kebenaran-kebenaran yang sesuai dengan kebutuhan zaman.

     Fakta yang tidak dapat dibantah, semua warisan teologi yang terpapar tidak atau belum cukup menopang kehidupan Kekristenan. Sebagai buktinya, kemerosotan Kekristenan di Barat dan belahan dunia lain. Dunia hari ini membutuhkan kebenaran yang mengalir dari hati Tuhan berdasarkan yang tertulis di dalam Alkitab untuk pemulihan kehidupan Kekristenan orang percaya di zaman ini. Dari diri Allah yang hikmat-Nya tidak terbatas, dan oleh pertolongan Roh Kudus dapat diperoleh kebenaran-kebenaran yang merupakan tatanan Allah untuk pemulihan kehidupan orang percaya zaman ini.


https://overcast.fm/+IqODviNwM

Renungan Harian 02 Agustus 2019 TATANAN ROHANI

     Sebagaimana manusia harus memahami secara mutlak hukum-hukum atau tatanan alam yang bertalian dengan hidup setiap hari di dunia ini, maka manusia juga harus memahami hukum kehidupan atau tatanan rohani yang merupakan tata perilaku manusia yang bertalian dengan Allah. Hal tersebut bukan hanya sangat penting, tetapi juga mutlak guna kehidupan kekal serta hubungan harmoninya dengan Pribadi Agung; Allah semesta alam. Hukum kehidupan ini disebut sebagai hukum rohani. Hukum rohani memuat fakta-fakta dalam alam rohani yang pasti membawa dampak pula pada kehidupan jasmani atau hukum-hukum alam ini. Dan manusia tidak dapat terpisah dari padanya. Hukum atau tatanan rohani ini mengalir atau keluar dari Pribadi Agung Sang khalik.

     Hukum rohani tidak lebih rendah nilainya dari hukum alam yang kelihatan, yang bisa dibuktikan secara sains. Adapun hukum rohani nanti dalam penghakiman terakhir bisa dibuktikan kebenarannya secara sempurna; artinya kalau manusia memerhatikan dan tunduk dengan segenap hati, maka memiliki hidup yang berkualitas. Dengan memahami hukum rohani ini, manusia dapat menempatkan diri secara pantas di hadapan Allah dan menempatkan Allah secara terhormat di dalam hidupnya. Sebagai akibat atau buahnya, manusia yang menghargai dan mengenakan hukum-hukum rohani secara konsekuen dan konsisten akan menuai kehidupan kekal (Gal. 6:8).

     Hukum rohani menyangkut ketetapan yang Allah tentukan berasal dari diri pribadi Allah Bapa yang Mahakudus, Maha Bijaksana, dan Mahaadil. Dalam hukum rohani terdapat ketetapan-ketetapan yang harus dihargai, baik oleh pihak Allah maupun pihak mana pun atau siapa pun. Allah pasti konsekuen terhadap tatanan atau hukum yang ditetapkan-Nya tersebut yang menjadi semacam rule of life dalam kehidupan ini. Integritas Allah yang sempurna dalam menegakkan tatanan tersebut menempatkan manusia sebagai makhluk yang agung, karena manusia diperkenan masuk dalam gelanggang kehidupan yang harus menghargai tatanan Allah. Benda mati dan binatang tidak masuk dalam gelanggang ini.

     Kalau orang-orang Kristen yang baru dan orang-orang beragama pada umumnya berorientasi pada hukum Allah dalam pengertian perintah, peraturan, atau syariat, tetapi orang percaya yang dewasa berorientasi pada hukum dalam pengertian kodrat, natur, atau ketetapan. Inilah yang membuat orang percaya bukan saja bisa melakukan hukum (to do), tetapi bisa memahami hukum kehidupan ini sehingga bisa berkeadaan melakukan apa yang dikehendaki oleh Allah (to be). Dalam hal ini kesucian bukan hanya berarti tidak berbuat dosa, tetapi tidak bisa berbuat dosa. Kesucian bukan hanya berangkat dari melakukan perintah, peraturan, atau syariat Allah, tetapi melakukan kehendak-Nya, memuaskan, dan menyenangkan hati-Nya.

     Dengan memahami hukum dalam pengertian yang kedua, maka seseorang akan menemukan jawaban mengapa Allah menciptakan manusia, mengapa harus ada dua buah pohon di Taman Eden, mengapa Tuhan Yesus harus mati, apa arti kebangkitan-Nya itu, dan lain sebagainya. Hal ini akan membuka pengertian kita terhadap kebenaran Alkitab yang menakjubkan dan membuktikan bahwa Kekristenan memuat kebenaran Allah yang tidak tertandingi. Kebenaran-kebenaran tersebut membangun kecerdasan rohani yang memampukan orang percaya memiliki pikiran dan perasaan Kristus.

     Maksud pembahasan mengenai tatanan Allah dimaksudkan agar orang percaya dapat menjalani hidup dengan benar sesuai dengan hukum kehidupan yang harus diperhatikan dengan serius. Kalau seseorang tidak memerhatikan hukum-hukum alam, maka akan celaka; demikian pula kalau seseorang tidak memerhatikan dan tunduk kepada hukum-hukum rohani, akan binasa. Hukum kehidupan kita adalah Allah sendiri. Itulah sebabnya kita harus mengenal Dia. Mengenal Dia berarti mengenal tatanan tertinggi yang membawa manusia kepada kesucian seperti kesucian-Nya.

     Memang pada akhirnya orang percaya hidup bukan berdasarkan tatanan hukum tertulis yang mengatur dirinya, tetapi tatanan yang terbangun dalam dirinya berdasarkan kebenaran yang mengubah sehingga seseorang memiliki pikiran dan perasaan Kristus; itulah tatanan rohani. Sehingga segala sesuatu yang dilakukan selalu sesuai dengan pikiran dan perasaan Tuhan. Seseorang memang bisa membangun dirinya berdasarkan tatanan hukum yang dipahami, tetapi secerdas-cerdasnya orang yang terbiasa diatur oleh hukum, tidak akan secerdas orang yang dipimpin Roh Kudus sehingga bisa bertindak seperti Tuhan (Gal. 2:19-20). Orang percaya harus membangun tatanan itu dalam dirinya, tetapi Tuhan tidak perlu membangun tatanan di dalam diri-Nya, sebab tatanan-Nya sudah permanen dan sempurna.


https://overcast.fm/+IqOAK3Muo

Renungan Harian 01 Agustus 2019 TATANAN ALAM

     Dalam lingkungan orang beragama, berbicara mengenai hukum selalu dikaitkan dengan “perintah atau peraturan atau syariat.” Berbeda dalam Kekristenan, kalau diteliti dengan cermat, Alkitab bukan hanya menunjukkan adanya hukum dalam arti perintah atau peraturan atau syariat, tetapi juga berbicara mengenai tatanan, kodrat, atau natur. Tatanan di sini maksudnya adalah suatu ketetapan yang diadakan oleh Allah yang secara mutlak pasti berlaku untuk keteraturan bumi dan alam semesta. Karena Tuhan adalah Allah Yang Esa, maka alam semesta juga pasti mono, artinya tidak ada alam semesta lain dengan Allah yang lain.

     Dalam kehidupan fisik di alam ini juga terdapat adanya hukum-hukum, seperti Hukum Gravitasi, Hukum Archimedes, Hukum Relativitas, Hukum Polaritas, dan lain sebagainya. Hukum-hukum ini merupakan tatanan atau ketetapan yang bersifat mutlak untuk sebuah keteraturan secara umum. Tanpa hukum-hukum atau tatanan yang Allah ciptakan di alam semesta ini, maka alam semesta akan kacau balau. Tidak pernah ada kehidupan tanpa tatanan. Allah menciptakan tatanan sehingga ciptaan-Nya menjadi sempurna. Inilah yang dikatakan oleh Firman Allah dalam Kejadian 1:31: Maka Allah melihat segala yang dijadikan-Nya itu, sungguh amat baik. Jadilah petang dan jadilah pagi, itulah hari keenam. Kalimat “sungguh amat baik” pasti juga menyangkut tatanan yang membuat kehidupan di bumi dapat berlangsung dengan tertib.

     Hukum-hukum atau tatanan alam bukan berbicara mengenai peraturan atau perintah yang ditujukan langsung kepada manusia untuk ditaati seperti sebuah peraturan, tetapi fakta dalam kehidupan yang pasti berlaku. Tatanan ini pasti berlangsung atau eksis tanpa ada yang dapat membatalkan atau mengubah. Untuk itu manusia secara mutlak harus memahami dengan benar dan menghargai, serta tunduk tanpa syarat terhadap hukum-hukum atau tatanan alam tersebut. Bagaimanapun, semua makhluk hidup mau tidak mau harus tunduk kepada hukum-hukum atau tatanan alam tersebut, sebab hukum-hukum atau tatanan alam tersebut mengatur dan mengikat semua makhluk hidup dan semua benda mati. Hukum dalam arti ini bisa merupakan sebuah tatanan yang abadi di bumi ini dan seluruh jagat raya.

     Mengapa dikatakan tatanan bagi seluruh alam semesta? Karena hukum-hukum atau tatanan alam merupakan sistem yang bersifat tetap atau permanen dan mutlak atau absolut, maka terhadap hukum-hukum tersebut semua makhluk harus menyesuaikan diri dengan menundukkan diri secara mutlak, dan tidak boleh melanggarnya. Mempertimbangkan hukum-hukum atau tatanan alam ini, dapat dipahami betapa terbatasnya keberadaan manusia. Kepada hukum-hukum alam yang diciptakan oleh Sang Pencipta manusia harus tunduk, apalagi kepada Penciptanya. Pemahaman mengenai hukum-hukum atau tatanan alam ini sebenarnya dapat membangkitkan kekaguman terhadap Allah yang menciptakan langit dan bumi dengan kegentaran yang patut kepada-Nya.

     Dari pengertian dan penghargaan terhadap hukum-hukum alam tersebut, manusia mau menaatinya karena tidak bisa menghindarinya dan memang tidak boleh dihindari. Mengapa tidak bisa dihindari? Sebab memang semua itu merupakan fakta yang bertalian langsung dalam kehidupan manusia dan keberlangsungan alam semesta. Manusia hidup pasti berurusan dengan hukum-hukum tersebut. Oleh sebab itu manusia harus memahaminya dengan benar. Dengan memahaminya dengan benar, maka manusia bisa memanfaatkan bagi kesejahteraannya. Seperti misalnya dengan memahami Hukum Archimedes, maka orang bisa membuat kapal dan lain sebagainya. Kalau hukum dalam arti perintah diadakan untuk keteraturan hidup perilaku manusia -dimana manusia harus dengan rela atas kehendak bebasnya mematuhinya- maka kalau hukum alam, manusia rela tidak rela harus tunduk.

     Tatanan Allah ini merupakan tindakan Allah dalam memberikan providensia kepada manusia. Allah tidak pernah meninggalkan perbuatan tangan-Nya; hal ini diekspresikan atau diwujudkan bukan hanya dalam penyediaan berkat jasmani agar makhluk hidup tetap bisa melangsungkan eksistensinya (Mzm. 104:14; Mat. 5:45; 6:26-28), tetapi Allah juga menegakkan tatanan-Nya. Dalam providensia-Nya, Allah menjaga musim-musim yang tetap (Kis. 17:26). Kalau siklus alam menjadi berubah, semua itu bukan karena kesalahan Allah, tetapi manusia telah merusak sendiri alam dan ekosistem bumi. Hawa panas, banjir, dan bencana alam lain juga terjadi karena manusia berperan di dalamnya. Tetapi hukum-hukum tatanan alam yang mengatur keteraturan alam semesta pasti dijaga Allah, sehingga tidak ada makhluk yang dapat mengubahnya. Seperti misalnya Hukum Gravitasi Bumi sangat sulit atau bahkan mustahil bagi manusia untuk mengubah atau membatalkannya. Tetapi dengan memahami hukum ini, manusia melakukan penelitian dan menghasilkan karya-karya yang berguna untuk kesejahteraannya.


https://overcast.fm/+IqOAIjd3k