Kamis, 18 Juli 2019

Renungan Harian 16 Juli 2019 PERSELINGKUHAN ROHANI

     Supaya keselamatan bisa terwujud dalam kehidupan orang Kristen, gereja dan pelayanan tidak boleh menjadi bisnis untuk suatu keuntungan dalam bentuk apa pun, kecuali mengubah cara berpikir jemaat agar terbuka terhadap kebenaran dan bisa diselamatkan. Tuhan Yesus mengatakan bahwa kebenaran itulah yang memerdekakan (Yoh. 8:31-32). Kemerdekaan di sini adalah kemerdekaan dari percintaan dunia. Dalam hal ini diingatkan bahwa seorang yang menjadi rohaniwan belum tentu sudah merdeka dari percintaan dunia. Padahal percintaan dunia adalah perselingkuhan dengan dunia. Percintaan dunia artinya masih ingin hidup wajar seperti manusia lain, bahkan kalau bisa melebihi mereka dalam harta dan kehormatan.

     Orang-orang seperti di atas ini mencari tempatnya di mata manusia lain di bumi, tetapi tidak mencari tempatnya di hati Tuhan. Baginya, mencari tempat di hati Tuhan adalah abstrak, bukan realitas hidup hari ini. Padahal Tuhan Yesus sendiri yang berkata: “Kasihilah Tuhan Allahmu dengan segenap hati, jiwa dan akal budi.” Dengan penjelasan lain, Tuhan Yesus menghendaki agar orang percaya menemukan tempatnya di hati Tuhan, sebab kalau seseorang mengasihi Tuhan dengan cara demikian berarti ia menjadikan Tuhan sebagai kekasih hatinya. Dan orang yang menjadikan Tuhan sebagai kekasih hatinya pasti menjadi kekasih Tuhan. Menjadi kekasih Tuhan inilah yang harus diusahakan lebih dari mengusahakan segala hal. Inilah aspek lain dari keselamatan, yaitu menjadi jemaat sebagai mempelai wanita-Nya dan Kristus sebagai mempelai prianya. Pertemuan antara dua pihak ini akan terjadi di suatu acara yang Alkitab katakan sebagai “pesta Anak Domba.” Ciri dari orang percaya yang menjadi mempelai Tuhan Yesus adalah sangat merindukan perjumpaan itu.

     Jadi, dapat ditegaskan bahwa orang yang merdeka dari percintaan dunia berarti tidak memberhalakan sesuatu atau tidak selingkuh terhadap Tuhan atau tidak memiliki kekasih yang lain. Kemerdekaan itulah yang membuat seseorang dapat membangun hubungan batin atau hati dengan Allah. Selama ada perselingkuhan, maka seseorang tidak akan mendapat tempat di hati Tuhan, sebab Tuhan pun tidak mendapat tempat yang pantas dalam hidupnya. Orang-orang ini tidak dapat menjadi mempelai Tuhan. Inilah yang ditakutkan Paulus, pikiran jemaat disesatkan dari kesetiaan yang sejati kepada Kristus, seperti Hawa diperdaya oleh ular (2Kor. 11:2-4). Dengan demikian jelaslah bahwa orang yang ada dalam percintaan dengan dunia, sama seperti manusia pertama memetik buah yang dilarang oleh Allah. Hal itu jangan sampai kita lakukan. Kesempatan untuk hidup hanya satu kali. Seharusnya kita memetik buah pohon kehidupan kebenaran Firman Tuhan yang memerdekakan dan menyelamatkan.

     Selama masih ada kekasih lain, maka Tuhan tidak dapat menjadi kekasih hati seorang Kristen. Konyolnya dalam kehidupan banyak orang Kristen, Tuhan dijadikan alat untuk memperoleh atau semakin melekat dengan kekasih lain tersebut. Itulah sebabnya Tuhan Yesus berkata bahwa orang percaya tidak dapat mengabdi kepada dua tuan. Siapa kekasihnya, kepadanya seseorang mengabdi. Kalau masih ada kekasih lain itu berarti berhala. Betapa hal ini sangat mendukakan hati Tuhan. Tetapi banyak orang Kristen menganggap cara hidup ini adalah cara hidup yang wajar, sebab memang beragama atau bertuhan dimaksudkan agar memperoleh bantuan dari Tuhan untuk menyelesaikan masalah-masalah kehidupan di bumi ini. Inilah standar hidup orang yang beragama. Tetapi Kekristenan tidaklah demikian. Menjadi Kristen berarti dirancang menjadi kekasih Tuhan.

     Tuhan menunjukkan bagaimana menjadi kekasih Tuhan. Tidak semua orang memiliki kesempatan menjadi kekasih Tuhan. Kalau hal ini disia-siakan, betapa celakanya. Oleh sebab itu orang percaya harus mengusahakan dengan sangat serius lebih dari mengusahakan segala sesuatu. Sebab Tuhan tidak menghendaki hubungan antara umat dengan Dia seperti bertepuk sebelah tangan. Selama ini orang berbicara mengenai kasih Tuhan yang luar biasa, tetapi apakah kasih kita kepada Tuhan juga luar biasa? Betapa naifnya, kalau kita berpikir bahwa kita boleh menerima kasih Tuhan yang luar biasa tetapi kita tidak mengasihi Dia secara seimbang dengan kasih yang diberikan kepada kita. Betapa naifnya kalau kita menginginkan memiliki tempat di hati Tuhan, tetapi kita tidak menempatkan Tuhan di hati kita secara terhormat dan benar. Memang kasih agape yang diberikan Tuhan adalah kasih yang tidak melihat kelayakan dan keadaan kita dalam menerima kasih itu. Sebagai anak-anak Allah yang memiliki nalar sehat dan menerima materai Roh Kudus yang dapat menuntun kita kepada segala kebenaran, kita harus mengasihi Tuhan dengan segenap hati, jiwa, dan akal budi (Ul. 6:5). Kita dapat membalas kasih Tuhan dengan mengasihi Dia secara pantas, yaitu dengan segenap hati, jiwa, dan akal budi.


https://overcast.fm/+IqOCW1Oss

Renungan Harian 15 Juli 2019 MENGASIHI TUHAN

     Sejatinya, ketika seseorang mengasihi Tuhan dengan segenap hati, jiwa, dan akal budi, maka ia akan berhenti dari segala pencarian dan pengembaraan hidup. Tidak ada lagi yang menarik dalam hidup ini yang menjadi keinginannya, selain berusaha menyenangkan hati Tuhan. Tuhan seperti magnet yang sangat kuat menarik hidup dan segala kegiatannya. Segala sesuatu yang dilakukan pasti ditujukan bagi Dia. Hal ini tidak akan pernah bisa dijelaskan dengan lengkap dan tidak akan pernah bisa dimengerti sampai seseorang benar-benar mengalaminya sendiri. Dengan mengalami hal ini berarti seseorang sudah menemukan kekayaan hidup atau menemukan hidup itu sendiri. Hendaknya kita tidak berpikir bahwa seseorang bisa memiliki kehidupan tanpa mengasihi Tuhan dengan benar, sebab ia akan menjadi sampah abadi dan binasa dalam api kekal. Hal ini sama dengan di-“terminate,” to put an end (diakhiri, dihentikan) atau dirusak untuk ditiadakan.

     Oleh sebab itu hendaknya kita tidak merasa sudah memiliki anugerah hanya karena merasa sudah percaya kepada Tuhan Yesus. Ingatlah, keselamatan adalah usaha Tuhan mengembalikan manusia kepada rancangan semula, dalam hal ini rancangan semula-Nya adalah menjadikan manusia menjadi pribadi yang mengasihi Tuhan dengan segenap hidup. Jika belum mencapai hal ini berarti anugerah belum dimiliki. Tuhan menebus kita supaya kita keluar dari cara hidup yang sia-sia (1Ptr. 1:17-18), dengan berusaha menjadi manusia seperti yang dikehendaki-Nya. Menjadi manusia seperti yang dikehendaki Allah adalah bersekutu dengan Dia; bukan untuk bisa memanfaatkan Tuhan dalam menjalani hidup dengan caranya sendiri, tetapi menjadi pribadi yang mengasihi Tuhan dengan segenap hati, jiwa, dan akal budi sehingga melakukan segala sesuatu demi kepentingan Tuhan semata-mata.

     Jadi, orang yang tidak mengasihi Tuhan dengan segenap hati, jiwa, dan akal budi, berarti ia tidak mengasihi dirinya sendiri. Hal ini sama artinya dengan membinasakan dirinya sendiri. Banyak orang mengasihi diri sendiri secara salah, yaitu menghiasi diri dengan berbagai perhiasan, memenuhi diri dengan segala fasilitas, dan berusaha menarik orang untuk menghormati dirinya. Sikap seperti ini justru mencelakakan dirinya sendiri. Orang yang tidak mengasihi dirinya sendiri adalah orang yang tidak akan dapat mengasihi sesama manusia, sebab untuk mengasihi orang lain dasar atau pijakannya adalah dengan mengasihi diri sendiri. Itulah sebabnya hukum kedua yang dikatakan “sama dengan itu” (mengasihi Tuhan dengan segenap hati, jiwa, dan akal budi) adalah mengasihi sesama seperti mengasihi diri sendiri (Mat. 22:37-40). Tidak mengasihi sesama berarti “pembunuh.” Seorang pembunuh tidak mendapat bagian dalam Kerajaan Surga, dan dengan cara inilah seseorang tidak mengasihi diri sendiri.

     Mengasihi Tuhan dengan segenap hati, jiwa, dan akal budi tidak cukup diwujudkan hanya dengan memeluk suatu agama dan membela agama tersebut. Seakan-akan Allah membutuhkan seseorang untuk berpihak kepada-Nya dan berjuang demi agamanya supaya ditegakkan, serta mencari sebanyak mungkin pengikut. Betapa miskinnya allah seperti ini. Biasanya kelompok ini rela melakukan kekerasan demi kepentingan agamanya, seakan-akan Allah merestui tindakan kekerasan demi kepentingan-Nya. Kalau dalam Kekristenan terdapat orang-orang yang mengupayakan sebanyak mungkin orang beragama lain menjadi orang Kristen, hal itu karena mereka berkeyakinan bahwa dengan mengaku percaya secara akali kepada Tuhan Yesus maka diselamatkan terhindar dari neraka. Selain itu selama hidup di dunia akan diberkati dengan pemenuhan kebutuhan jasmani dan perlindungan-Nya. Dalam pengertian ini seakan-akan Tuhan sudah cukup merasa puas dengan banyaknya orang menjadi Kristen, tidak pergi ke dukun dan terlibat dengan praktik okultisme. Sebenarnya ini adalah pikiran yang salah. Kita harus memformat ulang Kekristenan dan pelayanan gereja yang salah ini. Kekristenan harus fokus pada penyempurnaan pribadi terlebih dahulu.

     Sebenarnya yang terpenting adalah orang percaya dipanggil terlebih dahulu untuk mengasihi Tuhan dengan tidak menghargai dunia lebih dari sekadar “mengkristenkan” orang beragama lain. Kita harus sungguh-sungguh menyadari bahwa dunia dengan segala keindahan-Nya adalah semu belaka. Harta dunia adalah mamon yang tidak jujur dan tidak bisa dipercayai, artinya untuk sementara saja harta tersebut bisa menopang. Untuk itu suasana jiwa kita harus mulai diubah, bahwa yang dapat membahagiakan hati bukanlah fasilitas, tetapi pengharapan suatu hari nanti akan bertemu dengan Tuhan (1Ptr. 1:3-5). Selanjutnya berusaha untuk mulai mengaktifkan nuraninya, untuk mengetahui apakah yang dilakukan benar-benar menyenangkan hati Tuhan atau sebenarnya untuk menyenangkan diri sendiri. Bukan tidak mungkin ketika seseorang melakukan pelayanan gereja seperti melakukan penginjilan, sebenarnya ia sedang mencari keuntungan pribadi. Hal ini sudah terbukti, tidak sedikit kegiatan pelayanan adalah usaha mencari nafkah.

https://overcast.fm/+IqOAXY31o

Renungan Harian 14 Juli 2019 MENYERAHKAN WILAYAH HIDUP KEPADA TUHAN

     Mematikan keinginan daging di mana ada natur dosa adalah proses yang paling sulit dalam kehidupan orang percaya. Banyak mereka yang menghindarinya, bahkan berusaha menjauh. Mereka merasa memiliki hak untuk mengatur hidupnya sesuai dengan selera dan keinginannya sendiri. Salib bagi mereka adalah ancaman kebahagiaan atau dipandangnya sebagai pola hidup tidak normal. Tetapi bagi yang mengerti kebenaran, salib adalah jalan kehidupan. Salib mengandung kekayaan yang tidak terhingga. Salib adalah alat transaksi menerima kemuliaan bersama dengan Tuhan Yesus (Rm. 8:17). Tidak ada kehidupan dan kemuliaan tanpa kematian. Tidak ada Kekristenan sejati tanpa salib. Kehidupan Kekristenan tanpa salib adalah kepalsuan. Inilah Kekristenan produk Iblis yang menipu banyak orang, tetapi laku keras di pasaran.

     Lebih banyak orang Kristen yang menolak memikul salib, sehingga memilih meletakkan salibnya dan menikmati keinginan daging, dosa, serta dunia dengan segala keindahannya seperti anak-anak dunia menikmatinya. Pada waktu itu proses penyaliban daging terhambat bahkan berhenti. Bagi mereka yang memiliki komitmen tulus untuk mengasihi Tuhan, akan ditegur dengan pukulan agar kembali ke “Taman Getsemani dan Via Dolorosa” Tuhan. Tetapi mereka yang tidak memiliki komitmen mengasihi Tuhan bisa dibiarkan sampai kematian menjemput mereka dan mereka tidak pernah memikul salib. Kalau Tuhan memberikan pukulan atau dengan berbagai cara mengingatkan kita untuk kembali ke jalan salib, maka kita tidak boleh mengabaikannya, sebab kalau kita tidak memedulikan maka tidak akan ada peringatan lagi. Ini berarti kerugian yang tiada tara.

     Saat kesempatan memikul salib berlalu atau lewat, berarti kesempatan untuk menerima keselamatan juga hilang. Salib merupakan cara Allah mengajarkan bagaimana kita dapat mengerjakan keselamatan dengan takut dan gentar (Flp. 2:12). Bagaimana seseorang bisa memiliki pikiran dan perasaan Kristus, mengosongkan diri, dan taat sampai mati di kayu salib kalau tidak memiliki pengalaman yang sama dengan Dia? (Flp. 2:5-7). Kalau Tuhan Yesus mengalami penyaliban secara fisik, maka orang percaya cukup mengalami penyaliban dari natur daging dosa, tanpa penderitaan fisik (Ibr. 12:2-4). Itulah sebabnya Kekristenan tidak boleh menjadi sekadar sambilan dalam kehidupan ini. Keristenan harus menjadi seluruh kehidupan kita. Kita harus rela memiliki kehidupan yang disita untuk belajar memikul salib.

     Sesungguhnya proses menyangkal diri dan memikul salib adalah proses memperluas wilayah hidup dalam diri seseorang untuk dapat dimiliki oleh Tuhan. Hal tersebut akan terus dialami sampai seluruh wilayah hidup orang tersebut dikuasai sepenuhnya oleh Tuhan Yesus Kristus sebagai Penebusnya. Seseorang yang menolak memasuki proses menyangkal diri dan penyaliban diri berarti tidak bersedia dimiliki oleh Tuhan (Gal. 5:24-25). Itu berarti hidupnya dimiliki oleh kuasa kegelapan yang akhirnya tidak bisa diklaim sebagai milik Allah. Inilah orang-orang yang menjual diri kepada dunia atau kepada setan; orang-orang yang kawin dengan dunia sampai distempel Iblis. Orang-orang seperti ini disebutkan oleh Alkitab sebagai pezina (Yun. moikhalides; μοιχαλίδες), orang-orang yang tidak setia, yang menjadikan dirinya sebagai musuh Allah (Yak. 4:4).

     Paulus menangisi orang-orang Kristen seperti ini yang ditulis dalam suratnya kepada jemaat Filipi: “Karena, seperti yang telah kerap kali kukatakan kepadamu, dan yang kunyatakan pula sekarang sambil menangis, banyak orang yang hidup sebagai seteru salib Kristus” (Flp. 3:18). Tulisan kepada jemaat Filipi tersebut tidak ditujukan kepada orang kafir, tetapi kepada orang Kristen yang tidak mau menyalibkan daging dengan segala hawa nafsunya. Oleh karenanya, Paulus menganjurkan mereka untuk meneladani dirinya, seperti ia telah meneladani kehidupan Tuannya (Gal. 2:19-20). Jika seseorang tidak meneladani kehidupan Tuhan Yesus berarti ia menjadikan dirinya musuh salib.

     Jika Tuhan masih memberi kesempatan kita untuk bertobat, menyangkal diri dan memikul salib berarti masih ada peluang untuk kita dapat disempurnakan. Tetapi kalau seluruh wilayah hidup kita belum diserahkan kepada Tuhan atau banyak dikuasai oleh diri sendiri, ini berarti bahwa kita tidak menundukkan diri kepada Tuhan Yesus. Ketika berhadapan dengan Tuhan nanti, mereka akan mendapat perlakuan seperti yang dikatakan Tuhan Yesus dalam Lukas 19:27, “Akan tetapi semua seteruku ini, yang tidak suka aku menjadi rajanya, bawalah mereka ke mari dan bunuhlah mereka di depan mataku.” Tuhan Yesus akan bersikap tegas terhadap mereka yang tidak tunduk kepada-Nya, yaitu kepada mereka yang tidak mau memberikan wilayah hidupnya bagi Tuhan. Ketika seseorang menyangkal diri dan memikul salibnya, ia belajar untuk memberikan persembahan kepada Tuhan, dari jumlah kecil sampai seluruh hidupnya tanpa batas. Jika demikian maka barulah ia bisa diklaim sebagai milik Tuhan. Sampai tingkat ini, seseorang tidak bisa dimiliki lagi oleh kuasa mana pun.

https://overcast.fm/+IqOCXQB08

Renungan Harian 13 Juli 2019 MENYALIBKAN DIRI

     Bila kita memandang salib Tuhan Yesus di Bukit Golgota, hendaknya pikiran kita tidak hanya ditujukan kepada pengorbanan-Nya yang menebus kita dari dosa, sehingga kita dapat menjadi milik Allah dan diselamatkan. Mestinya ketika seorang Kristen semakin bertumbuh dewasa, maka ia menemukan bahwa salib memancarkan tantangan berat yang harus disikapi atau harus ditindaklanjuti secara nyata. Sebenarnya salib juga menunjukkan bahwa kehidupan manusia dengan pola dan gayanya harus diakhiri. Salib di Bukit Kalvari juga membawa pesan bahwa Allah berkenan memberikan hidup baru bagi mereka yang bersedia mengikuti jejak Tuhan Yesus. Bila tidak memahami tantangan tersebut dan tidak bersedia mengikuti jejak Tuhan Yesus, maka kuasa salib menjadi sia-sia.

     Kuasa salib maksudnya adalah tujuan salib itu diadakan. Inilah faktanya, bahwa banyak orang Kristen yang percaya salib, tetapi tidak memiliki kehidupan yang istimewa seperti yang dibawa oleh Tuhan Yesus. Mereka belum memiliki kehidupan yang berdamai dengan Allah, belum bersekutu dan belum menjadi sahabat dan anak Bapa yang benar. Inilah hidup baru yang dikehendaki oleh Allah untuk dimiliki orang percaya, sebuah kehidupan yang berkualitas. Itulah sebabnya Tuhan Yesus selalu menyatakan bahwa setiap orang yang mau mengikut Dia harus menyangkal diri dan memikul salib. Tidak ada orang yang mengaku Kristen bisa tidak menyangkal diri dan memikul salib. Itulah juga sebabnya Kekristenan sebenarnya bukanlah agama untuk kebanyakan orang (Luk. 13:23-24).

     Firman Tuhan mengajarkan bahwa manusia lama kita telah turut disalibkan, supaya tubuh dosa kita hilang kuasanya, agar kita tidak menghambakan diri lagi kepada dosa (Rm. 6:6). Penyaliban diri dimaksudkan agar dosa tidak berkuasa atas tubuh kita yang fana ini. Pengalaman hidup seperti ini terus terang jarang dialami oleh orang Kristen, sebab mereka memandang terlalu mahal harganya atau terlalu sulit untuk dilakukan. Tetapi justru inilah keunggulan anak-anak Tuhan. Kalau seorang Anak Bapa sudah menerima penebusan oleh darah Tuhan Yesus maka ia harus menjadi hamba bagi Tuhan yang menebus dan memilikinya. Itu berarti ia tidak boleh menjadi hamba dosa. Dosa di sini artinya segala sesuatu yang meleset dari kehendak Allah. Jadi, orang percaya bukan saja harus melakukan hukum-hukum Tuhan, tetapi juga melakukan segala sesuatu yang Tuhan inginkan. Jika tidak demikian, berarti seseorang menjadi hamba dosa. Untuk ini dibutuhkan kesungguhan dan keberanian untuk menjadi hamba Tuhan. Untuk ini pula orang percaya harus merasa sebagai orang yang akan dieksekusi hukuman salib, supaya kita juga bisa masuk proses penyaliban.

     Tidak ada yang lebih membanggakan dan membahagiakan hati Allah Bapa, selain kesediaan kita untuk menyangkal diri dan memikul salib seperti yang Tuhan Yesus jalani (Mat. 10:38, 16:24; Mrk. 8:34; Luk. 9:23, 14:27). Menyangkal diri artinya bersedia memiliki cara hidup yang berbeda dengan dunia. Untuk ini seseorang perlu belajar sungguh-sungguh dengan tekun dan tentu saja membutuhkan waktu yang tidak singkat. Selanjutnya juga memikul salib, artinya bersedia menderita demi kesukaan hati Allah Bapa. Inilah sebenarnya inti Injil itu. Kabar baik sungguh-sungguh menjadi kabar baik kalau orang percaya bersedia menyangkal diri dan memikul salib. Injil palsu diajarkan tanpa hal ini. Dalam penyangkalan diri dan memikul salib tersebut orang percaya diajar untuk memiliki hidup baru. Hidup baru adalah hidup yang Tuhan Yesus sendiri kenakan selama hidup di dunia ini dengan tubuh daging manusia.

     Tuhan sendiri mengajarkan dan menunjukkan hidup baru yang tidak bisa dimiliki oleh manusia mana pun. Ini hanya untuk mereka yang percaya kepada Tuhan Yesus dan bersedia mengikuti jejak-Nya. Memikul salib adalah kesadaran penuh untuk membunuh atau mematikan setiap keinginan yang tidak dikehendaki oleh Allah. Hal ini dimulai dari renungan hati, pikiran, perkataan yang diucapkan, dan juga segala perbuatan. Sungguh, ini bukan sesuatu yang mudah. Sebab ketika kita menggiring diri kita kepada suasana hidup seperti ini, kita seperti membawa diri kita ke kuburan. Kita menguburkan manusia lama dengan segala sesuatu yang Tuhan tidak kehendaki untuk kita miliki dan lakukan.

     Kita seperti sedang meninggalkan dunia ini. Kalau benar-benar meninggal dunia tidaklah sulit, sebab kita tidak lagi bisa meraih dan menikmati keinginan daging, dosa, dunia dengan segala keindahannya. Tetapi kalau masih hidup di mana kita masih bisa meraih dan menikmati keinginan daging, dosa, dunia dengan segala keindahannya, namun harus menolaknya, maka ini adalah sesuatu yang benar-benar berat. Tetapi seberat apa pun, tidak boleh dan memang mestinya tidak bisa untuk tidak dihindari. Menyalibkan diri adalah bagian dari anugerah yang Tuhan berikan untuk mencapai keselamatan secara penuh yang Tuhan sediakan.

https://overcast.fm/+IqOB0mr7s

Renungan Harian 12 Juli 2019 ISI DAN TUJUAN KESELAMATAN

     Tuhan Yesus mengatakan dalam Matius 5:18-19 bahwa hukum masih harus ada sampai langit dan bumi yang sekarang ini lenyap. Mengapa demikian? Sebab sebelum penghakiman terakhir, Taurat tidak mungkin ditiadakan atau dihilangkan, justru hukum (Taurat) ini yang menjadi landasan penghakiman kepada semua manusia. Selanjutnya, berdasarkan apa yang dikemukakan Tuhan Yesus dalam Matius 5:18-19, bahwa hukum Taurat menentukan posisi seseorang dalam Kerajaan Surga nanti. Orang yang mengajarkan Taurat dengan benar akan memeroleh hadiah, ada posisi yang baik atau tinggi dalam dunia yang akan datang. Tetapi bagi mereka yang tidak melakukan dan mengajarkan Taurat dengan baik, akan mendapat posisi yang rendah dalam Kerajaan Surga.

     Pernyataan Tuhan Yesus di atas jelas memberi kesan seakan-akan Taurat menentukan keselamatan. Sekilas pernyataan ini bertentangan dengan keselamatan oleh anugerah, tetapi sebenarnya tidak. Hukum Taurat tidak ada artinya sama sekali kalau Tuhan Yesus tidak mati di kayu salib. Justru kematian Tuhan Yesus di kayu salib memberi fasilitas keselamatan yang memungkinkan seseorang berkemampuan melakukan hukum secara benar, bahkan menjadi sempurna seperti Bapa di surga. Kalau seseorang mengaku percaya kepada Tuhan Yesus tetapi ternyata perbuatannya bertentangan dengan hukum Taurat (yang intinya adalah kasih), maka berarti ia tidak menerima keselamatan. Hukum saja dilanggarnya, apalagi menjadi sempurna seperti Bapa. Dalam hal ini betapa pentingnya hukum dalam kehidupan manusia, yang merupakan tangga pertama untuk memasuki tangga berikutnya, yaitu sempurna.

     Di Matius 5:19 terdapat kalimat demikian: “… yang melakukan dan mengajarkan segala perintah-perintah hukum torat akan menduduki tempat yang tinggi.” Kalimat ini tentu saja tidak ditujukan kepada orang-orang Yahudi yang tidak menerima Tuhan Yesus sebagai Tuhan dan Juruselamat, tetapi untuk mereka yang memiliki keselamatan (masuk proses dikembalikan kepada rancangan Allah semula). Sehingga mereka memiliki kehidupan yang luar biasa, yaitu melakukan hukum dan sempurna seperti Bapa. Itulah sebabnya orang percaya dipanggil untuk hidup secara luar biasa dalam kelakuan, bahkan melebihi tokoh agama mana pun (Mat. 5:20). Pada waktu Tuhan menyampaikan perkataan tersebut (Mat. 5:17-19) Tuhan Yesus masih menyembunyikan kemesiasan-Nya, berhubung orang-orang Yahudi memiliki konsep yang salah mengenai diri-Nya. Di situ Tuhan hanya mengisyaratkan bahwa orang yang mengajarkan yang baik dan benar adalah orang-orang yang akan memiliki kedudukan yang tinggi dalam Kerajaan Surga, yaitu mereka yang akan menerima kemuliaan bersama Kristus. Dengan kehidupan moral yang luar biasa inilah, orang percaya dapat menjadi terang dan garam dunia. Saksi yang efektif.

     Isi dan tujuan keselamatan adalah mengerti apa yang diingini Bapa untuk dilakukan dengan tepat. Masalahnya adalah bagaimana seseorang bisa melakukan kehendak Bapa kalau tidak mengerti kehendak-Nya? Bagaimana seseorang bisa mengerti kehendak Bapa kalau tidak memiliki kecerdasan yang mempertajam kepekaan mengerti kehendak-Nya? Bagaimana seseorang bisa memiliki kecerdasan kalau tidak belajar kebenaran Firman Tuhan? Bagaimana seseorang bisa belajar kebenaran Firman Tuhan kalau tidak memiliki tekad atau niat untuk belajar? Akhirnya, semua kembali atau tergantung kepada masing-masing pribadi. Tekad atau niat ini bisa dibangkitkan oleh diri sendiri. Bukan Tuhan yang membangkitkannya. Sebab kalau niat bisa muncul karena Tuhan berarti manusia hanya seperti sebuah robot saja, dimana segala sesuatu dalam penentuan Tuhan. Kehendak bebas manusialah yang menentukan nasib atau keadaan kekalnya. Kalau seseorang benar-benar ingin memiliki kehidupan yang melakukan kehendak Allah dan tidak mencintai dunia, maka Tuhan akan menuntunnya untuk bertemu dengan kebenaran.

     Kalau seseorang mengenal kebenaran, maka mata pengertiannya akan dicelikkan guna mengenali diri secara benar dengan ukuran kesucian yang Tuhan kehendaki. Dalam hal ini kita mengerti mengapa Tuhan mengatakan bahwa “mata adalah pelita tubuh” (Mat. 6:22). Mata di sini adalah pengertian yang mendalam, yang sanggup memahami standar kesucian Tuhan. Kalau hanya untuk mengerti standar kesucian menurut hukum moral umum, maka tidak dibutuhkan “mata yang terang.” Pikiran biasa yang dimiliki orang pada umumnya sudah cukup untuk bisa mengerti hukum moral umum seperti Taurat bagi orang Israel. Tetapi pikiran biasa yang belum diterangi kebenaran tidak akan dapat mengerti standar kesucian Tuhan. Faktanya banyak orang Kristen hanya mengerti kebenaran sesuai dengan hukum moral umum; bukan kebenaran yang sesuai dengan kesucian Allah. Dari hal ini dapatlah dikonklusikan bahwa banyak orang kristen yang tidak mengenal kebenaran dan Firman-Nya tidak tinggal di dalam mereka. Ternyata mereka ke gereja hanya untuk memenuhi tanggung jawab sebagai orang beragama, ada yang ke gereja hanya karena hendak menyelesaikan persoalan pemenuhan kebutuhan jasmani. Di pihak lain gereja tidak mengajarkan kebenaran dari Firman yang murni. Pengakuan dosa mereka hanya dosa-dosa moral umum, yang belum sesuai standar kesucian Tuhan.

https://overcast.fm/+IqOBKc_8Y

Kamis, 11 Juli 2019

Kata Bermakna Juli #2









Quote Juli #2


Today's Quote:
Seseorang yang mengenal siapa dirinya dengan benar berpotensi menempatkan diri di hadapan Tuhan dengan benar pula.

Dr. Erastus Sabdono,
03 Juli 2019

Today's Quote:
Seseorang yang mengenal dirinya dengan benar berpotensi memperlakukan dirinya sendiri dan sesamanya dengan benar pula.

Dr. Erastus Sabdono,
04 Juli 2019

Today's Quotes:
Jika Tuhan memandang bahwa manusia “sungguh amat baik”, maka manusia harus menghargai dirinya sendiri secara benar; menghargai diri sendiri secara benar sama artinya mengasihi diri sendiri secara benar berdasarkan Firman Tuhan.

Dr. Erastus Sabdono,
05 Juli 2019

Today's Quote:
Orang yang mengasihi sesamanya dengan benar akan mengupayakan bagaimana sesamanya dapat diselamatkan, yaitu dikembalikan ke rancangan Allah semula.

Dr. Erastus Sabdono,
06 Juli 2019

Today's Quote:
Seharusnya, keinginan kita ditarik sepanjang-panjangnya hanya untuk satu keinginan, yaitu menemukan Tuhan.

Dr. Erastus Sabdono,
07 Juli 2019

Today's Quote:
Realitas kekekalan seharusnya membuat manusia menjadi gentar menghadapi hidup ini; kegentaran yang mendorong manusia berlindung kepada Tuhan.

Dr. Erastus Sabdono,
08 Juli 2019

Today's Quote:
Jika orang percaya terus bertumbuh dalam kebenaran sehingga semakin cerdas, maka nuraninya dengan mudah mendeteksi kalau ada suara yang tidak senada dengan kebenaran atau tidak sesuai dengan pikiran dan perasaan Allah.

Dr. Erastus Sabdono,
09 Juli 2019

Today's Quote:
Firman Tuhan yang murni akan memburu seseorang sehingga orang itu tersandera olehnya; karena Firman Tuhan yang murni akan menuntut untuk diaplikasikan dalam kehidupan secara konkret.

Dr. Erastus Sabdono,
10 Juli 2019

Today's Quote:
Kemampuan hidup sesuai dengan kehendak Tuhan atau hidup dalam tatanan-Nya, hanya dapat berlangsung pada orang percaya yang bertekad untuk sempurna.

Dr. Erastus Sabdono,
11 Juli 2019